Monthly Archives: April 2016

Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Dalam Rangka Antisipasi Dampak Iklim Global (Climate Change) Pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Utilitas WS Lombok

DSCF2966

sasaqgagah – Seperti umumnya perdesaan yang berada di Indonesia sebagai kelompok masyarakat bercirikan Sosial-Religius-Agraris, masyarakat yang tinggal di dalam kawasan DAS utilitas WS Lombok pola budidaya petani masih konvensional yang dicirikan dengan penggunaan agroinput yang tinggi, sistem pengairan kontinyu flow, dan pembakaran limbah pertanian jerami padi.

Rekomendasi pemberian pupuk untuk tanaman padi sawah salah satunya berdasarkan rekomendasi Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Tengah (2015) adalah Petroganik 500 Kg/ha, Urea 150 Kg/ha, 200 Kg NPK, SP-36 100 Kg/ha. Penggunaan pupuk anorganik telah menyebabkan kandungan hara dalam tanah tidak seimbang, keanekaragaman hayati tanah menurun, biomasa fauna telah menurun, dan fluktuasi jenis fauna dominan meningkat (Nurjaya, dkk, 2013). Penggunaan pupuk anorganik dalam periode waktu yang lama berdampak pada degradasi tanah. Beberapa akibat dari degradasi tanah antara lain penurunan hasil tanaman, penurunan kualitas air, dan penurunan keaneka-ragaman hayati (FAO, 2014).

Hasil baseline survey menunjukkan rata – rata produktivitas padi di DAS Babak yang diusulkan mencapai 3,5 GKP ton/ha. Baseline survey terhadap 20 responden menunjukkan bahwa tingkat kepemilikan lahan petani rata – rata 30 acre per KK. Dengan tingkat produksi 3,5 GKP ton/ha maka rata-rata pendapatan petani dilokasi proyek sangat rendah ( < 500.000).

Kondisi ekosistem lahan sawah maupun lahan kering di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan sudah termasuk kategori sakit dan kelelahan (sick soils and fatigue). Sekitar 70 % dari lahan sawah telah memiliki kandungan C-organik yang rendah (<2% ) akibat intensifnya pemberian pupuk anorganik dan eksploitasi yang berlebihan (input << output). Konsekuensinya lahan tidak resposif lagi terhadap pupuk (levelling off) dan meningkatkan organisme pengganggu tanaman (OPT). (Simarmata & Joy,2010).

Pola budidaya padi secara konvensional telah menimbulkan dampak terhadap lingkungan melalui pelepasah gas methana (CH4). Hasil peneltian Arumsari, dkk (2012) di Sukoharjo menunjukkan bahwa emisi CH4 yang dihasilkan masing-masing fase pertumbuhan padi berada pada kisaran 0 – 200 mg CH4/m2/Hari. Sistem pengairan secara mandiri hanya berpengaruh dalam menurunkan emisi gas metan pada fase 22 HST. Dinamika emisi total CH4 pada satu periode tanam padi mengalami peningkatan dari awal sebelum tanam hingga umur padi mencapai 43 HST kemudian mengalami penurunan hingga menjelang masa panen.

Laju emisi CH4 dari lahan sawah berkisar antara 26-21 Tg/tahun (terra gram = 1012 gram; IPCC, 2002), atau sebanding dengan 6-29% total emisi CH4 per tahun (Inubushi et al., 2001 ; Prather et al., 2001). Laju produksi dan emisi CH4 di lahan sawah untuk tiap wilayah besarnya bervariasi. Variasi emisi CH4 tersebut di pengaruhi oleh jenis tanah, pengelolaan tanah dan tanaman (Setyanto, 2004).

Pembuatan Kompos Jerami

Upaya pemulihan kesehatan lahan sawah dan peningkatan produktivitas padi dapat dilakukan dengan pengelolaaqn lahan sawah terpadu secara berkelanjutan (sustainable of integrated paddy soil management) (Simarmata & Joy,2010). Kompos jerami selain kaya akan C-organik (sekitar 30 -40%), juga mengandung hara yang lengkap baik makro (1,5 % N, 0,3 – 0,5 % P2O5, 2 – 4% K2O, 3 – 5 % SiO2) maupun mikro (Cu, Zn, Mn, Fe, Cl, Mo). Penggnaan kompos jerami sekitar 2 ton/ha mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik hingga 50%. Selain itu, komposisi kandungan hara kompos jerami sangat optimal untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi. Aplikasi sekitar 2-6 ton kompos jerami mampu mensuplai kebutuhan tanaman untuk menghasilkan sekitar 8 ton GKG/ha (Nazarudin et al.,2010).

Penggunaan pupuk hayati dikombinasikan dengan kompos 2,5 ton/ha ditambah 0,5 dosis NPK-rekomendasi pada sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT) maupun konvensional (praktek petani) memberikan hasil tertinggi dibanding dengan aplikasi kompos dosis 5 ton/ha (Balittanah, 2011). Pemberian jerami dalam bentuk segar dapat memperbaiki sifat fisik tanah dibandingkan dengan pengembalian jerami dalam bentuk kompos yang ditunjukkan dengan perbaikan pori aerasi dan permeabilitas tanah (Nurjaya, dkk, 2013). Pirngadi (2009) menyatakan bahwa penggunaan bahan organik dapat meningkatkan hasil padi secara nyata (16%).

Dalam konsep proyek pertanian berkelanjutan yang diusulkan, jerami padi sebagai limbah organik sawah akan dikembalikan setelah terlebih dahulu mengalami proses pengoposan (dekomposisi). Potensi biomassa jerami pada lahan yang diusulkan adalah 1,5 x hasil gabah, produktivitas petani di lokasi usulan proyek hanya 3,5 ton/ha GKP (Baseline survey, 2015). Biomassa jerami oleh petani selama ini hanya dibakar saja yang dapat menimbulkan cemaran udara, atau dibiarkan menumpuk tanpa melalui proses dekomposisi telah menyebabkan cemaran gas methana (CH4).

Pengomposan akan dilakukan dengan menggunakan teknologi pengomposan langsung di lahan (in situ). Pengomposan dengan cara in-situ sangat praktis dan murah, dan untuk mempercepat proses pengomposan, meningkatkan kualitas dan membunuh patogen-patogen akan dipergunakan Bio-decomposer dari mikro-organisme lokal atau konsorsium mikroba pengurai berbahan hayati.

Pembuatan Mikroorganisme Lokal

Mikro organisme lokal adalah sekelompok mikroorganisme yang aktif dan berada di suatu tempat, yang didapat dari tanaman atau bagian tanaman. Mikro Organisme Lokal (MOL) adalah cairan yang terbuat dari bahan-bahan alami yang disukai sebagai media hidup dan berkembangnya mikro organisme yang berguna untuk mempercepat penghancuran bahan-bahan organik atau sebagai dekomposer dan sebagai aktivator atau tambahan Nutrisi bagi tumbuhan yang disengaja dikembangkan dari mikro organisme yang berada di tempat tersebut. Bahan-bahan tersebut diduga berupa zat yang dapat merangsang pertumbuhan dan perkembangan tanaman (fitohormon) seperti: giberlin, sitokinin, auxin, dan inhibitor (Undung, 2014).

Hasil uji coba Mikro organisme lokal pada tanaman padi varietas Situbagendit di desa Banjar Anyar – Banyumas (2009) pada aplikasi MOL 15 HST, 22 HST, 30HST, 45 HST dengan dosis 1 liter/tangki ukuran 14 liter. Sekali aplikasi penyemprotan 10 L MOL dengan total 40 L MOL/ha ( Tanah Bengkok ) Hasil ubinan 5.208 kg/ha dan hasil riil 5.385 kg/ha. Diperoleh informasi petani bahwa setelah menggunakan MOL terdapat peningkatan hasil yang semula hasil panen (hasil riil) 4.285 kg/ha menjadi 5.385 kg/ha. Jadi penggunaan MOL dapat meningkatkan hasil 1.100 kg/ha atau 25,67 % per ha.

Aplikasi MOL oleh PT. HM Sampoerna Tbk (2008) di Pandaan – Jawa Timur dengan pemberian MOL unsur N 1 lt/ha pada umur 10 HST, 1,5 lt/ha pada umur 20 HST, dan 3 lt/ha pada umur 30 HST, MOL unsur P 3 lt/ha pada umur 40 – 70 HST pada varietas Way Opoburu. Hasil gabah kering panen juga diamati selama 3 musim tanam pada Tahun 2008.Pada musim tanam 1 Metode SRI menghasilkan 9,5 ton/ha, sedangkan Non SRI hanya 5,7 ton/ha. Sedangkan pada musim tanam 2 dan 3 terjadi penurunan hasil Metode SRI yaitu 6,0 dan 6,2 ton/ha tetapi masih lebih tinggi dibanding Non SRI yang hanya menghasilkan 4,4 dan 4,5 ton/ha.

DAS – DAS utilitas WS Lombok kaya akan keanekaragaman hayati yang dapat dijadikan bahan pembuatan Mikro organisme lokal. Hasil baseline survey (2015) proponent telah melakukan identifikasi terhadap beberapa jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan Mikro organisme lokal. Jenis – jenis tanaman tersebut adalah daun gamal, bongkol dan batang pisang, rebung bambu, buah maja, limbah sayuran, keong mas, urine sapi, dan sabut kepala. Mikro organisme lokal yang dihasilkan oleh petani akan diaplikasikan sebagai starter pembuatan kompos jerami dan penyemprotan langsung pada tanaman.

Aplikasi System of Rice Intensifications

System of Rice intensification (SRI), adalah alternatif teknologi budidaya padi sawah yang menjadi pilihan proponent. Ciri umum dari metode SRI yaitu pemberian air irigasi secara terputus (intermitten) dengan tinggi muka air 1-2 cm, sedangkan pada metode konvensional tinggi muka airnya 3-5 cm. Ciri-ciri umum yang lain dari metode SRI adalah penggunaan bibit muda, yaitu 10 hari setelah semai dengan penanaman 1 bibit perlubang tanam. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa dengan budidaya metode SRI, tingkat produktifitas tanaman padi dapat mencapai 8-10 ton/ha dengan penghematan air sekitar 50% (Setyanto, 2004).

SRI dapat meningkatkan produktivitas padi beririgasi dengan perubahan pola pengelolaan tanaman, tanah, air, dan nutrisi. Pola pengelolaan air dengan cara pemberian air irigasi secara terputus (intermitten) terbukti mampu menghemat air irigasi hingga 50%, tanpa mengurangi produktivitas tanaman. Selain itu, pola ini juga dapat menurunkan laju emisi CH4 (Li, et al., 2002; Setyanto, 2004; Setyanto dan Abu Bakar, 2005). Sistem pengelolaan air pada SRI cenderung lebih mampu menekan emisi gas methana dalam penanaman padi selama satu musim tanam dibandingkan dengan sistem pengelolan air secara konvensional (Arumsari, dkk,2012) .

Penerapan SRI oleh PT. HM. Sampoerna Tbk, memberikan keunggulan sebagai berikut : (1) tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen pemberian air maksimum 2 cm paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (irigasi terputus); (2) hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha, tidak butuh biaya pencabutan bibit, tidak butuh biaya pindah bibit, dan tenaga tanam berkurang; (3) Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 – 12 hari setelah semai dan waktu panen akan lebih awal; (4) produksi meningkat dibeberapa tempat mencapai 11 ton/ha, dan (5) ramah lingkungan, secara bertahap penggunaan pupuk kimia akan dikurangi dan digantikan dengan mempergunakan bahan organik (kompos dan MOL), begitu juga dengan pestisida.

Pendekatan dan Metodologi Pendampingan

Pendekatan yang dapat dilakukan adalah pendekatan Andragogy. Andragogy adalah suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar (CF – SKR, 2010). Dalam keseluruhan proses rencana pelatihan dan aplikasi SRI pada pengembangan proyek, andragogy dipandang sebagai suatu model sistem belajar feed back loop (gelung umpan balik).

Metodology yang dapat digunakan dalam penerapan SRI sebagai teknologi pilihan petani adalah Sekolah lapang System of Rice Intensifications (SL – SRI). Proses pembelajaran pada SL – SRI menekankan pada wilayah keberadaan manusia sebagai mahluk sosial yang berbeda satu sama alin, yakni wilayah pekerjaan, hubungan antar sesama manusia dan wilayah peran. Wilayah pekerjaan petani menyangkut masalah pengendalian terhadap lingkungan, secara teknis termasuk lingkungan sosial.

Sistematika proses belajar diawali dari identifikasi masalah-masalah usahatani yang telah dilakukan, dilanjutkan dengan menganalisa penyebab terjadinya masalah sehingga muncul beberapa alternatif pemecahan masalah, diantaranya mempelajari konsep pengelolaan agroekosistem lahan sawah yang menitikberatkan pada produktivitas keberpihakan kepada alam, sehingga nilai ekologis menjadi dampingan dalam melakukan SRI.

Kegiatan penerapan SRI merupakan rangkaian proses pembelajaran yang diawali dari : pertama, proses pertemuan persiapan untuk menjaring kebutuhan, pengorganisasian peserta, persiapan sarana yang dibutuhkan, kedua, proses pembelajaran yang dimulai dari pembongkaran kebekuan fikiran, membangun fikiran membentuk pandangan dan pemahaman SRI, dan ketiga, menerapkan apa yang difahami yaitu melakukan prinsip dasar SRI dilahan usahatani masing-masing petani.

Proses pendampingan adalah proses bimbingan teknis yang lebih mengedepankan kepada warna motivasi, dukungan psikologis, media diskusi dalam memotivasi keragu-raguan petani dalam menerapkan teknologi baru, dan merupakan media curah pendapat terutama yang berkaitan dengan teknis melalui membangun pola hubungan atau interaksi proses pembelajaran dilapangan. Tujuan pendampingan yaitu : 1) merespon harapan peserta untuk memberikan bimbingan teknis penerapan SRI yang dilakukan oleh peserta dilahannya, 2) membantu pengorganisasian kegiatan penerapan SRI ditingkat kelompok tani, 3) sebagai salah satu dukungan moral/psikologis bagi para pelaku SRI dalam menerapkan teknologi baru, dan 4) melakukan amanat pembelajaran bahwa proses pendampingan sangat berpengaruh terhadap tahapan penerapan sampai dengan80%.

Proses pendampingan diharapkan akan memberikan hasil sebagai berikut : 1) terealisasinya keinginan peserta untuk mendapatkan bimbingan teknis dari proyek, 2) terorganisir dan terkoordinasinya kegiatan penerapan SRI di masing – masing lokasi peserta pembelajaran SRI, 3) termotivasi dan tumbuhnya rasa semangat bagi pelaksana Sri dan mau mengembangkannya, 4) adanya hamparan SRI sebagai perwujudan dari program, dan 5) terbuktinya pengaruh dan dampak proses pendampingan. (amaq seruni).

Konservasi Daerah Tangkapan Air DAS Babak Untuk Mendukung Keberlanjutan Sistem Irigasi Interkoneksi Lombok Selatan

A. Dasar Pemikiran

Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah dan air sehingga mampu memberi manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia. Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air, dan keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Chay Asdak, 2002),

Direktorat Kehutanan dan Konservasi SDA dalam menjabarkan model pengelolaan DAS maka setiap unit DAS, secara substansi dan strateginya, serta bentuk-bentuk DAS harus dipelajari dengan seksama. Hal ini perlu dilakukan karena bentuk DAS merupakan refleksi kondisi bio-fisik dan merupakan wujud dari proses alamiah yang ada. Implikasi dari hal tersebut adalah memperlihatkan bahwa pengelolaan DAS merupakan suatu sistem hidrologi dan sistem produksi, dan hal ini membuka terjadinya konflik kepentingan antar institusi terhadap pengelolaan komponen-komponen sistem DAS. Dalam laporan tentang aspek lingkungan hidup, Bank Dunia (2001) menyatakan bahwa perencanaan dan pengelolaan ekosistem, terutama untuk tujuan konservasi biologi, “mencakup rangkaian tataguna lahan yang berbeda-beda dari kawasan lindung sampai pada lansekap produksi”. (Zachri, dkk, 2013).

DAS Babak merupakan DAS yang mempunyai peran penting, terutama sebagai tempat penyedia air untuk dialirkan ke bagian hilirnya. Oleh karena itu daerah tangkapan air DAS Babak seringkali mengalami konflik kepentingan dalam penggunaan lahan, terutama untuk kegiatan pertanian, pariwisata, pertambangan, serta permukiman. Mengingat DAS bagian hulu mempunyai keterbatasan kemampuan, maka setiap kesalahan pemanfaatan akan berdampak negatif pada bagian hilirnya. Pada prinsipnya, DAS bagian hulu dapat dilakukan usaha konservasi dengan mencakup aspek-aspek yang berhubungan dengan suplai air. Secara ekologis, hal tersebut berkaitan dengan ekosistem tangkapan air (catchment ecosystem) yang merupakan rangkaian proses alami daur hidrologi (Anonim, 2002).

Daerah Tangkapan Air DAS Babak selama kurun waktu 2006 – 2015 telah mengalami perubahan kualitas lahan dari kegiatan Agroforestry masyarakat yang terhimpun dalam kelompok petani Hutan Kemasyarakatan (HKm). Selama periode tersebut pola transisi menunjukkan trend negatif dengan dinamika proses bervariasi di setiap blok lahan. Adanya variasi tersebut dikarenakan karakteristik pengelolaan lahan yang berkembang pada setiap blok dalam bentang alam yang sama. Misalnya, pada sub DAS Benang Stokel dan Sub DAS Eat Mayung, pola penggunaan lahan berlangsung cukup dinamis karena adanya aktivitas penggunaan lahan yang tidak terpola oleh masyarakat. Maka, dalam kurun waktu 2006 – 2015 mengalami pengurangan tutupan vegetasi berkayu. Cukup berbeda dengan blok Wana Riset didorong dengan adanya kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang terfokus pada Multi Purpose Tree Specise (MPTS) menjadi kawasan HKm yang paling baik.

Adanya perbedaan proporsi bentuk penggunaan lahan pada setiap zona bentang lahan merupakan gambaran adanya variasi kondisi biofisik yang beragam (Wahyu, 2015). Variasi pola tanam di DAS Babak adalah pohon penuh sebagai bentuk interaksi antara kondisi biotik-biotik dalam upaya pemulihan lahan. Wahyu (2015), menekankan pentingnya variasi kondisi biofisik pada suatu bentang alam untuk digunakan sebagai landasan dasar dalam implementasi kegiatan rehabilitasi lahan. Keberadaan masyarakat menjadi modal utama dalam mengakselerasi kegiatan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi di DAS Babak hendaknya dilaksanakan berbasis tapak, mempertimbangkan aspek historis dan manusia, serta didasarkan pada skenario rancangan transisi yang jelas.

B. Pendekatan Kegiatan

Dalam melakukan pengelolaan DAS Babak, pendekatan yang akan dilakukan yaitu; Hierarchical management approach, bahwa semua kegiatan akan dilaksanakan berdasarkan atau mengacu pada ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang mempunyai kekuatan publik diatasnya; Holistically integrated approach, bahwa pekerjaan akan dilaksanakan secara terpadu dan menyeluruh dengan mempertimbangkan seluruh aspek terkait dan dijaga tetap berasaskan keseimbangan dan dalam suatu koordinasi yang dinamik; Stakeholders approach, bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait dengan konservasi terpadu sumberdaya air; Bottom-up approach, bahwa pekerjaan akan dilaksanakan dengan mengutamakan kepentingan dan partisipasi masyarakat.

C. Metodologi

Daerah tangkapan air DAS Babak merupakan daerah hulu dari DAS Babak yang memiliki tofografi berbukit-bukit. Dari hasil survey dan transek, daerah tangkapan air DAS Babak memiliki kedalaman palung-palung sungai yang bervariasi antara 2 – 20 meter. Keadaan tofografi DAS menentukan metode yang akan digunakan oleh proponent dalam merencanakan metode pengelolaan kegiatan konservasi. Adapun metode yang dikembangkan oleh proponent adalah sebagai berikut :

C.1 Transec & Interview
Kegiatan penelusuran kawasan (transec) diselenggarakan sebagai salah satu teknik observasi lapangan untuk mengetahui keadaan nyata daerah tangkapan air DAS Babak baik berkaitan dengan kondisi, fungsi maupun permasalahannya serta mengumpulkan data dan informasi sebagai acuan dalam penyusunan landscape – lifescape analysis. Interview adalah suatu percakapan yang dilakukan untuk mengumpulkan data tentang berbagai hal dari petani HKm misalnya data jenis penggunaan lahan, jenis dan populasi tanaman keras, jenis dan populasi tanaman crooping, dan tingkat pendapatan petani. Informasi yang dikumpulkan digunakan untuk menghitung Economik Rate of Return (ERR).

C.2 Andragogy
Andragogy adalah suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar (CF – SKR, 2010). Dalam keseluruhan proses rencana pelatihan konservasi DAS pada pengembangan proyek, andragogy dipandang sebagai suatu model sistem belajar feed back loop (gelung umpan balik) yang akan diaplikasikan pada pelatihan konservasi DAS.

C.3 Simulasi
Untuk menerapkan proses pelaksanaan konservasi, sebelum pelaksanaan yang sebenarnya perlu dilakukan ujicoba penerapan metode sipil teknis dan vegetatif dalam bentuk simulasi yang dapat dilakukan dengan cara, antara lain permainan peran (rule playing).

C. 4 Sipil Teknis (Mekanis)
Teknik konservasi tanah secara mekanis atau disebut juga sipil teknis adalah upaya menciptakan fisik lahan atau merekayasa bidang olah lahan pertanian hingga sesuai dengan prinsip konservasi tanah sekaligus konservasi air. Teknik ini meliputi: guludan, pembuatan teras gulud, teras bangku, teras individu, teras kredit, pematang kontur, teras kebun, barisan batu, dan teras batu. Khusus untuk tujuan pemanenan air, teknik konservasi secara mekanis meliputi pembuatan bangunan resapan air, rorak, dan embung (Agus et al., 1999).

Hasil Penelitian Abdullah Abbas Idjudin, UGM (2012) menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas lahan. Peningkatan produktivitas lahan ditunjukkan sebanyak 31 % (indeks storie 22,61 %) di Karangasem, 107 % (indeks storie 24,17 %) di Nawungan, dan 95 % (indeks storie 37,72 %) di Glagaharjo. Staf Peneliti Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat ini, berpendapat bahwa penerapan teknik konservasi tanah berdampak baik terhadap peningkatan kinerja teknologi konservasi maupun gatra sosial ekonomi.

C.5 Vegetatif
Untuk meningkatkan kemampuan konservasi tanah secara vegetatif, Idjudin (2012) menyarankan, perlu menambah populasi tanaman rumput dan legum yang ditanam ditampingan (riser) teras. Selain itu, bagi lahan berlereng curam (> 30%), perlu ditanam pohon-pohon dengan tegakkan tinggi dan perakaran dalam, seperti pohon nangka, beringin dan durian. Untuk mendapatkan manfaat ekonomi dari tanaman tegakan tersebut maka pohon beringin dapat diganti menggunakan pohon Aren. Disamping berfungsi sebagai penstabil lahan, pohon-pohon tersebut berfungsi pula sebagai konservasi air dan peningkatan hara dalam tanah.

Jenis metode vegetatif yang akan dilaksanakan proyek adalah Wanatani. Wanatani (agroforestry) adalah salah satu bentuk usaha konservasi tanah yang menggabungkan antara tanaman pohon-pohonan, atau tanaman tahunan dengan tanaman komoditas lain yang ditanam secara bersama-sama ataupun bergantian (Subagyono, et.all, 2003).
Pilihan jenis tanaman berdasarkan tujuan konservasi dan telah diselaraskan dengan pilihan petani HKm adalah; Aren (Arenga Pinnata) dapat ditanam pada palung-palung sungai yang curam untuk mengembalikan daerah tangkapan air DAS Babak sebagai resapan air. Selain itu Aren juga dapat memberdayakan masyarakat lokal melalui usaha kerajinan yang berbahan dasar pohon Aren seperti kerajinan sapu ijuk, sapu lidi, kolang kaling, minuman nira dan gula aren. Trembesi (Samanea saman), berdasarkan hasil riset Endes N. Dahlan (2007 – 2008) terbukti menyerap 28.488,39 kg/tahun. Besarnya kemampuan Trembesi dalam menyerap Carbondioksida menjadi alasan  untuk memilih tanaman ini menjadi salah satu tanaman konservasi. Trembesi dapat ditanam pada garis sengkedan (bantaran) sungai atau sekitar 10% dari populasi tanaman. Dibawah tanaman Trembesi juga ditanam strip Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) sebagai tanaman alley crooping yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak oleh masyarakat. Durian (Durio zibethinus) merupakan jenis tanaman yang paling populer bagi petani HKm di DAS Babak. Durian menghasilkan buah yang bernilai ekonomi tinggi dan sangat mudah untuk dipasarkan dan memiliki umur produktif puluhan tahun. Pendapatan terbesar petani HKm berasal dari komoditas Durian, ini menarik minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman Durian sebagai tanaman konservasi. Dalam rencana pengelolaan hutan di daerah tangkapan air DAS Babak penanaman Durian melingkupi 30% lahan.

Selain tanaman kayu, dalam konsep vegetasi juga dapat dikembangkan tanaman crooping sebagai penutup lahan yaitu Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc) merupakan salah satu tanaman rempah lokal yang dikenal luas oleh masyarakat sebagai bahan obat-obatan. Pengaruh vegetasi Jahe di sub DAS Wuryantoro dapat memperkecil laju erosi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi, disamping itu Jahe dapat hidup pada kondisi lingkungan yang marjinal. Dalam rencana kegiatan konservasi di daerah tangkapan air DAS Babak, Jahe Merah akan ditanam sebagai tanaman penutup lahan disela-sela tanaman tahunan. Ruang lahan yang akan dialokasikan untuk tanaman Jahe Merah adalah 40% dari luas lahan petani HKm.

Dari skenario kegiatan vegetatif diatas, pola penggunaan lahan per-petak lahan petani HKm adalah sebagai berikut : Trembesi + Strip Rumput Gajah 10% – Durian 30% – Jahe Merah 40% – 20% lahan untuk komoditi ikutan pilihan petani. Penanaman Aren dilakukan di palung sungai sehingga tidak masuk dalam skenario pola penggunaan lahan.

D. Strategi dan Bentuk Intervensi

Tujuan jangka panjang (goal) dari konservasi daerah tangkapan air DAS Babak adalah meningkatnya debit air untuk mendukung kegiatan irigasi. Untuk mencapai tujuan tersebut maka strategi yang dapat dilakukan adalah pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) berbasis partisipasi masyarakat. Adapun bentuk intervensi atau jenis kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1) pelatihan konservasi DAS bagi kelompok HKm, 2) penyusunan rencana konservasi desa (RKD) pada desa-desa yang termasuk dalam kawasan daerah tangkapan air DAS Babak, 3) penyusunan peta rawan longsor secara partisipatif, 4) pembuatan kebun bibit desa (KBD), 5) kegiatan sipil teknis dalam rangka konservasi DAS, 6) kegiatan penanaman pohon (vegetatif), 7) penyusunan peraturan desa (Perdes) tentang konservasi desa, dan 8) pengembangan ekonomi kreatif berbasis hasil hutan bukan kayu (HHKB).

E. Penutup

Kelestarian daerah tangkapan air DAS Babak akan memberikan pengaruh bagi ketersediaan air pada sistem irigasi interkoneksi Lombok Selatan untuk dapat mengairi lahan-lahan pertanian yang berada pada kabupaten Lombok Barat meliputi sistem interkoneksi Pengga – Gebong, Lombok Tengah meliputi sistem interkoneksi HLD Jangkok – Babak dan HLD Renggung – Katon Kompleks – Mujur 2, dan Lombok Timur meliputi sistem interkoneksi HLD Renggung – Rutus dan Pandanduri – Rutus – Katon Kompleks.

Pendekatan pengelolaan daerah tangkapan air di DAS Babak belum sepenuhnya mengacu pada tata kelola kawasan yang berbasis partisipasi masyarakat. Kelompok HKm yang berada di dalam kawasan masih berorientasi pada produksi HKm untuk mendukung pendapatan keluarga petani. Sedangkan penataan kawasan hutan yang mengarah pada pengelolaan bentang alam masih belum dilakukan. Dari sisi regulasi ditingkat masyarakat saja masih lemah, sebagai contoh dari empat desa (Karang Sidemen, Lantan, Aik Berik, dan Setiling) yang berada pada daerah tangkapan air DAS Babak hanya desa Aik BeriK saja yang telah memiliki Perdes tentang tata kelola kawasan berbasis partisipasi masyarakat.

Konsepsi diatas, sebagai hasil pembelajaran terhadap berbagai kegiatan konservasi DAS yang telah berhasil dipraktekkan oleh masyarakat kawasan hutan diberbagai daerah patut untuk dipelajari dan dipertimbangkan oleh semua pihak yang konsern terhadap pengelolaan DAS untuk keberlanjutan dan pemberdayaan masyarakat dikawasan daerah tangkapan air suatu DAS. (Amaq Seruni)

Potensi Pengembangan Jagung Pada Lahan Sawah Beririgasi di Kabupaten Lombok Tengah

SPM_A2294

1. Latar Belakang

sasaqgagah – Usahatani adalah suatu usaha pertanian. Pertanian sendiri merupakan suatu kegiatan manusia dalam suatu bidang yang berdasarkan pada proses biologi dari tumbuhan dan hewan, suatu proses yang mengubah unsur anorganik menjadi senyawa organik dengan melalui tumbuhan dan hewan (Widodo, 2008). Pertanian juga disebut sebagai proses produksi yang khas yang didasarkan pada proses pertumbuhan tanaman dan hewan (Mosher, 1966; Banoewidjoyo, 1978; Widodo, 2008). Pertanian merupakan suatu pola teknologi, yang memerlukan energi, mengalirkan energi, memproses energi, mengubah energi, dan menghasilkan energi (Hasan, 2010).

Dari aspek agronomi diversifikasi usaha tani sangat perlu untuk dilakukan karena beragamnya komoditi yang dikembangkan oleh petani sesuai dengan permintaan pasar. Berdasarkan kebiasaan pola tanam petani di Jurang Sate beberapa komoditi yang banyak dikembangkan selain padi adalah palawija dan hortikultura. Jenis palawija yang dikembangkan adalah komoditi kedelai kira-kira 40%, kacang tanah 45%, jenis komoditi hortikultura 15%.
Untuk memenuhi standart permintaan pasar maka dilakukan sosialisasi dan penyuluhan kepada petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas komoditi terutama untuk komiditi hortikultura. Penekanan pembinaan adalah mengarahkan petani untuk dapat memproduksi komoditi pertanian dengan kadar residu pestisida rendah dan atau zero pestisida. Pada daerah-daerah hilir yang selalu mengalami kekurangan pasokan air irigasi misalnya desa Batutulis, Bagu, Labulie, Batujai, Darek, Setanggor, Penujak dan Ungge pendampingan mengarahkan petani untuk mengembangkan tanaman hemat air seperti kedelai toleran kering bahkan melakukan bero. Dari analisis rata-rata luas lahan garapan petani berkisar 0,25 – 0,35 hektar komoditi padi masih belum memberikan peningkatan pendapatan keluarga petani, maka langkah strategisnya adalah mengembangkan komoditi bernilai ekonomi tinggi antara lain adalah jagung.

Di Indonesia, jagung merupakan komoditas tanaman pangan kedua terpenting setelah jagung, berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung menduduki urutan ke-3 setelah gandum dan padi. Jagung merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah banyak dibudidayakan oleh para petani. Jagung merupakan sumber makanan pokok pertama dan jagung sebagai sumber makanan pokok kedua setelah nasi. Walau demikian, jagung sangat banyak dibutuhkan untuk membuat pakan ternak ataupun untuk dibuat sebagai tepung tapioka. Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan.

Jagung merupakan salah satu jenis makanan yang mengandung sumber hidrat arang dan memiliki kalori dan protein yang hampir sama dengan padi. Penyajian makanan/masakan dari jagung dapat dikombinasikan dengan bahan makanan lain sehingga dapat melengkapi zat makanan yang terkandung didalamnya.

Tanaman jagung semakin meningkat penggunaannya dan banyak sekali gunanya. Oleh karena itu, hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan, antara lain; (a) batang dan daun muda: pakan ternak, (b) batang dan daun tua (setelah panen): pupuk hijau atau kompos, (c) batang dan daun kering: kayu bakar, (d) Batang jagung: lanjaran (turus), (e) batang jagung: pulp (bahan kertas), (f) buah jagung muda (putren, Jw): sayuran, bergedel, bakwan, sambel goring, dan (g) biji jagung tua: pengganti nasi, marning, brondong, roti jagung, tepung, bihun,bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri textil.

Selain itu, komoditas jagung semakin banyak dibudidayakan secara komersial, hal ini terbukti dengan adanya daerah-daerah sentra penanaman jagung seperti di Pulau Jawa (Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah), Sulawesi Utara, Kalimantan, NTT, dan Maluku. Untuk itu, produksi jagung dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal ini dapat berperan sekali terhadap tingkat pemenuhan kebutuhan masyarakat luas baik untuk dikonsumsi sebagai sayur maupun untuk memenuhi kebutuhan pedagang besar atau agroindustri.

Semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, jagung menjadi semakin banyak dibutuhkan. Peningkatan kebutuhan ini merupakan ladang emas bagi petani jagung. Namun, hal tersebut tidak terwujud sampai saat ini. Oleh karena itu teknik budidaya jagung harus ditingkatkan. Dengan demikian, alangkah baiknya usaha budidaya jagung harus ditingkatkan dengan baik dan maksimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan nasional.

Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8. Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. Tanaman jagung pacta masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan serangan hama.

Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Pada fase pembungaan dan pengisian biji perlu mendapatkan cukup air. Sebaiknya ditanam awal musim hujan atau menjelang musim kemarau. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 23º C – 30º C. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah khusus, namun tanah yang gembur, subur dan kaya humus akan berproduksi optimal. pH tanah antara 5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000 m -1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl.

Tujuan kegiatan pengembangan usaha tani komoditas jagung hybrida adalah sebagai berikut : 1) Petani dapat mengetahui dan mengamati pertumbuhan tanaman jagung mulai dari persiapan penanaman hingga panen. 2) Petani dapat mengetahui teknik budidaya dan mengidentifikasi hama penyakit pada tanaman jagung secara langsung dilapangan. 3) Petani dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung. 4) Sebagai bahan perbandingan hasil dan pendapatan antara berbagai komoditas yang dapat diusahatanikan oleh petani pada MT-3/MK-2. 5) Petani dapat menganalisis kelebihan dan kelemahan teknis pengelolaan budidaya jagung. 6) Petani dapat mengetahui pola pengelolaan air yang optimal pada tanaman jagung dan kaitannya dengan profuktivitas tanaman.

2. Mengenal Komoditas Jagung
2.1. Botani Jagung
Tanaman jagung termasuk golongan tanaman semusim dan berasal dari famili Gramineae. Tanaman ini mudah dikenal oleh siapapun karena jagung mudah dijumpai dimana saja. Selain itu tanaman ini sangat familiar karena peranannya yang penting terhadap pemenuhan karbohidrat dan sebagai tanaman pangan ke-2 terpenting setelah tanaman jagung.

Secara ilmu taksonomi, sistematika tanaman jagung dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Plantae, Division Spermartophyta, Sub-divisio Angiospermae, Kelas Monocotyledonae, Ordo Graminae, Familia Graminaceae, Genus Zea, dan Spesies Zea mays L.

2.2. Morfologi Jagung
Jagung (Zea mays. L.) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Jagung merupakan bahan dasar / bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, asam organic, makanan kecil dan industri pakan ternak. Pakan ternak untuk unggas membutuhkan jagung sebagai komponen utama sebanyak 51, 4 %.

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan maupun tongkolnya), diambil minyaknya (dari biji), dibuat tepung (dari biji, dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku industri (dari tepung biji dan tepung tongkolnya). Tongkol jagung kaya akan pentosa, yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan furfural. Jagung yang telah direkayasa genetika juga sekarang ditanam sebagai penghasil bahan farmasi.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

Jagung merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras. Selain sebagai makanan pokok, jagung juga merupakan bahan baku makanan ternak. Kebutuhan akan konsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini didasarkan pada makin meningkatnya tingkat konsumsi perkapita per tahun dan semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia.

Jagung merupakan bahan dasar / bahan olahan untuk minyak goreng, tepung maizena, ethanol, asam organic, makanan kecil dan industri pakan ternak. Pakan ternak untuk unggas membutuhkan jagung sebagai komponen utama sebanyak 51, 4 %.

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri).

Akar tanaman jagung terlebih dahulu tumbuh dari ujung biji sebelah bawa, yaitu dekat tempat ujung biji menempel pada jenggel, akar ini dinamakan akar “temporer” atau akar sederhana, yang berfungsi untuk mempertahankan berdirinya kecambah dalam waktu yang tidak lama, Akar permanen muncul pada umur tanaman 6-10 hari setelah tanam. Akar permanen ini tumbuh dari bawah sekitar 2.5 cm dari permukaan tanah. Pada mulanya akar permanent tumbuh lateral sampai kira-kira umur 9-12 hari setelah tanam, kemudian setelah akar tumbuh ke bawah. Ada 4 macam akar yang dihasilkan atau terdapat pada tanaman jagung yaitu : (1) Akar tunggang atau utama yang keluar dari pangkal batang berjumlah antara 20 -30. (2) Akar lateral berjumlah akar yang tumbuh pada bagian akar utama, jumlahnya mencapai ratusan untuk tiap akar utamanya dengan panjang 2,5-25 cm. (3) Bulu-bulu akar halus yang terdiri dari satu sel dan dengan jumlah yang tak terhingga. Bulu akar ini tumbuh dari ujung-ujung akar utama dan akar lateral. (4) Akar rambut tumbuhnya sebentar, kemudian mati dan digantikan oleh akar rambut yang baru, atau pada daerah titik tumbuh akar. Akar rambut memiliki fungsi sebagai penghisap hara tanaman maupun air tanah dan tidak tumbuh lama seperti akar-akar lainnya.

Batang tanaman jagung sangat berbeda dengan batang tanaman jagung-jagungan lainnya, yaitu batang tanaman jagung berbentuk silindris dan padat (solid) sedangkan jagung-jagungan umumnya berlubang. Batang tanaman jagung terisi oleh teras, dimana didalam teras tersebut terdapat bekas-bekas pembuluh yang tidak beraturan. Di sebelah luar jumlah berkas pembuluh itu lebih banyak sehingga dapat menguatkan batang tanaman. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas biasanya 14 (antara 8-21). Tinggi batang berbeda-beda dari 90cm untuk varietas-varietas berumur genjah atau varietas yang berhabitus pendek, malah Pop Corn (Zea mays everta) tingginya hanya diantara 30-50 cm, sedangkan kebanyakan tanaman jagung mempunayai ketinggian antara 1,50-3 meter, kadang-kadang ada yang tingginya lebih dari 3 meter.

Anakan atau tiller tumbuh di buku daun pertama. Tiap-tiap tanaman jagung mempunyai beberapa pucuk yang laten, yang sewaktu-waktu dapat tumbuh apabila keadaan lingkungan yang kurang baik; bila tidak, mereka akan tetap tinggal dormansi. Apabila tiller ini tumbuh dengan baik, ia akan mempunyai fungsi yang sama seperti batang utama.
Jumlah daun untuk tiap tanamannya berbeda-beda yaitu antara 8 sampai 48 dengan rata-rata 12-18 helai. Jagung yang berumur genjah pada umumnya berdaun banyak. Panjang daun pun berbeda-beda yaitu berkisar antara 30 dan 150 cm sedangkan lebarnya dapat mencapai 15 cm.Daun terdapat pada buku-buku batang dan terdiri dari 3 bagian yaitu kelopak daun: (1) kelopak daun pada umumnya membungkus batang secara keseluruhan, sehingga bukunya tertutup kelopak dan seringkali tidak tampak Karena kelopak daun melingkari batang, (2) lidah daun terletak diantara helaian daun dan kelopak daun yang sering disebut sebagai ligula yang berbulu dan berlemak. Ligula memiliki fungsi untuk mencegah air masuk ke dalam bagian antara kelopak daun dan batang, (3) helaian daun berbentuk memanjang dan terdapat ibu tulang daun, yagn diikuti dalam arah sejajar oleh tulang daun lainnya. Pada helaian bagian atas, terdapat sel-sel higroskopis atau sel-sel kipas.

Tanaman jagung termasuk ke dalam tanaman yang berumah satu atau monoeucus; dimana bunga jantan dan bunga betina terletak terpisah dalam satu tanaman. Bunga jantan atau staminate terapat pada malai yang terletak di ujung batang tanaman sebelah atas. Bunga ini keluar kira-kira tanaman telah mencapai setengah dari umur sejak mulai tumbuh sampai siap panen. Bunga betina atau rambut pada tongkol dipandang sebagai cabang dari batang utama, dimana cabang tersebut mempunyai jumlah ruas yang sama dengan ruas batang utama. Bagian yang terpenting dari bunga betina adalah ovary atau pelindung sel telur yang dilindungi oleh semacam carpel yang tumbuh terus menjadi rambut (tangkai putik). Rambut ini akan tambah panjang dan berakhir di ujung tongkol yang digunakan untuk keperluan pembuahan yaitu digunakan pada saat tepung sari telah melekat pada pada rambut-rambut jagung tadi.

3. Varietas

Jenis jagung dapat dikelompokan menurut umur dan biji. Kelompok jagung menurut umur tanamannya adalah sebagai berikut : (1) Berumur pendek (genjah), 75- 90 hari. Contohnya Genjag Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjunna. (2) Berumur sedangan (tengahan), 90-120 hari. Contohnya Hibrida C1, Hibrida CP1, Hibrida CP2, Hibrida IPB4, Hibrida Pioneer 2, Malin, Metro, dan Pandu. (3) Berumur panjang, lebih dari 120 hari. Contohnya, Kania putih, Bastar, Kuning Bima dan Harapan.

Sedangkan kelompok jagung menurut bentuk biji dapat dibedakan menjadi : (1) Dent corn (Zea mays inderata), jagung ini disebut jagung gigi kuda karena bentuk biji seperti gigi kuda, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ke ujung. (2) Flint Corn (Zea mays indurata), jagung ini dinamakan jagung mutiara. Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi oleh pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang, (3) Sweet Corn (Zea mays sacharata), jagung ini disebut jagung manis. Endosperm berwarna bening, kulit biji tipis, kandungan pati sedikit, pada waktu masak biji berkerut, (4) Pop Corn (Zea mays everta), jagung ini dikenal dengan nama jagung berondong. Biji sangat kecil, keras seperti halnya pada jagung flint, proporsi pati yang lunak lebih kecil disbanding tipr flint, (5) Flour Corn (Zea mays anylacea), jagung ini disebut dengan nama jagung bertepung. Endosperm hampir seluruhnya berisi pati yang lunak, biji yang sudah kering permukaannya berkerut, (6) Pod Corn (Zea mays aunicula), jagung ini disebut jagung polong. Tiap butiran biji diselubungi oleh polong atau kelobot yang memebntuk tongkol yang juga diselubung oleh kelobot. Jagung ini tidak digunakan untuk produksi, dan (7) Waxy Corn (Zea mays ceratina), jagung ini dinamakan jagung berlian. Biji berwarna buram, endosperm lunak pati mengandung arglopektin merupakan sumber energi terbaik untuk makanan ternak.

4. Kegiatan Budidaya Jagung
4.1. Pemilihan Benih
Praktek budidaya jagung yang telah diaplikasikan oleh program Soft Component BWS Nusa Tenggara I (2013-2014) di Daerah Irigasi Jurang Sate Hulu Kecamatan Pringgarata dimulai dari kegiatan pemilihan benih yang dilaksanakan secara partisipatif melibatkan petani kooperatif demfarm. Dari berbagai analisa, masukan dan konsultasi teknis dengan pihak terkait maka dalam pelaksanaan budidaya ini benih jagung yang menjadi pilihan petani adalah varietas Pioner 27. Adapun deskripsi dari varietas ini adalah sebagai berikut : hibrida silang tunggal, tahan terhadap kekeringan, batang kokoh, klobot menutup sempurna, pengisian biji penuh, ukuran tongkol besar, jumlah baris biji 14-18, daun tegak dan lebar, tanaman dan tongkol seragam, polen banyak, tahan karat daun, dan daun masih hijau saat panen.

Benih jagung yang ditanam diperoleh dari toko pertanian tanpa melakukan pembenihan sendiri. Untuk benih jagung tidak dilakukan persemaian terlebih dahulu karena benihnya termasuk benih yang berukuran cukup besar sehingga tidak ada perlakuan benih dan ditanam langsung ke lapangan.

3.2. Penyiapan Lahan
Lahan yang akan digunakan untuk lokasi budidaya jagung seluas 5 hektar merupakan lahan sawah yang telah mengalami gagal panen karena serangan hama wereng pada MT-2/MK-1. Teknologi budidaya yang akan diterapkan oleh petani adalah budidaya jagung Tanta Olah Tanah atau biasa disebut dengan ToT. Pengolahan tanah tidak dilakukan dan hanya melakukan persiapan lahan dengan cara : membersihkan lahan dari sisa tanaman padi dan gulma, dan membuat parit-parit disekeliling petak sawah.

4.3. Penanaman
Sebelum benih jagung ditanam, terlebih dahulu lahan diairi sampai basah tetapi tidak sampai menggenangi lahan dan hanya bertujuan untuk mempertahankan kelembaban tanah tetap pada 60 % sebagai media yang tepat bagi benih untuk berkecambah. Dibuat jarak tanam dengan ukuran 20 x 70 cm dengan lubang tanam sedalam 3-5 cm. Lubang tanam dibuat menggunakan alat tugal sederhana dari kayu gamal. Penanaman ini dilaksanakan dengan cara meletakkan benih jagung sebanyak 1 biji/lubang tanam kemudian ditutup kembali dengan kompos tipis. Jumlah populasi per 1 hektar atau 10.000 m2 dengan jarak tanam 20 x 70 cm adalah : Populasi tanaman = luas lahan / jarak tanam = 10.000 m2 / 0.70 x 0.20 cm = 71.428 tanaman.

4.4. Penyulaman dan Penjarangan
Kegiatan penyulaman dilakukan dengan cara mengganti tanaman yang tumbuh abnormal atau mati digantikan dengan benih baru yang sehat dan varietas yang sama. Penyulaman dilakukan pada umur 1-2 minggu setelah tanam. Penjarangan dilakukan jika dalam satu lobang tanam tumbuh 3-4 bibit jagung sehingga perlu dicabut bibit lainnya sampai tersisa satu bibit perlubang tanam.

4.5. Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan dilakukan dengan cara membersihkan lahan pertanaman jagung dari gulma dengan menggunakan alat bantu seperti cangkul dan sabit secara hati-hati supaya tidak merusak perakaran tanaman. Penyiangan dilakukan pada umur 2 minggu dan berikutnya dilakukan tergantung pertumbuhan gulma lahan. Adapun jenis gulma yang ditemukan tumbuh di areal pertanaman jagung adalah babadotan (Aregatum conyzoides L.), putri malu (Mimosa pudica), Jampang (Digitaria sp), teki (Cyperus rotundus L.), gelang (Portilaca oleracea L.), belulang (Eleusine indica), bayam duri (Amanthus spinous), dan semanggi (Marsiela crenata). Pembumbunan dilakukan sebelum pemupukan ke-2, pembumbunan bertujuan untuk memperkuat tegakan jagung, drainase dan konservasi tanah dan air, disamping itu dengan melakukan pembumbunan sekaligus akan melakukan penyiangan gulma. Dibeberapa lahan petani melakukan pengendalian gulma dengan penyiangan secara manual menggunakan sabit, penyiangan gulma dimaksudkan untuk menghilangkan tumbuhan inang hama dan mengurangi persaingan tanaman untuk memperoleh unsur hara, air, sinar matahari antara tanaman jagung dan gulma.

4.6. Pemupukan
Tanaman Jagung hybrida merupakan tanaman yang membutuhkan unsur hara tinggi. Untuk dapat berbuah secara optimal maka Jagung harus diberikan pupuk secara berimbang terdiri dari Urea dan NPK. Pemupukan diberikan sebanyak 3 kali, pemupukan pertama yaitu pada umur tanaman 7 -10 HST dengan dosis 150 Kg NPK dan 50 Kg Urea, pemupukan kedua pada umur tanaman 25 – 35 HST dengan dosis 150 Kg NPK dan 50 Kg Urea, dan pemupukan ketiga pada saat umur tanaman 40 – 45 HST diberikan 100 Kg Urea. Sebelum pemberian pupuk sebaiknya tanaman diberi air untuk melembabkan tanah agar pelarutan NPK dan Urea lebih cepat terjadi. Cara pemupukan yang dilakukan adalah dengan cara disimpan pada lubang pupuk dengan jarak antara batang tanaman dengan lubang pupuk 5 – 10 cm, kemudian pupuk ditutup kembali dengan tanah. Disamping menggunakan pupuk urea dan pupuk npk, pemupukan dilahan demfarm juga menggunakan Pupuk Organik Cair (POC) Suryo. Penggunaan pupuk organik cair tersebut berperan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit dan produktivitas tanaman dan juga dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia.

4.7. Pengairan
Setelah benih ditanam, dilakukan pengairan secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang tanaman berbunga, air yang diperlukan lebih besar sehingga perlu dialirkan air pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung. Pada lokasi demfarm pengairan dilakukan secara intermitten dengan interval 10 hari. Pola pengairan menggunakan estimasi model Rhoads (1986) sebagai berikut : (1) Pada umur 0-20 hst pada fase Seedling kebutuhan air 1,5 ml per hari total perperiode 30,5 ml. (2) Umur 20-30 hst pada fase pertumbuhan 5” – 10“ kebutuhan air 2,3 ml perhari, total kebutuhan perperiode 22,9 ml. (3) Umur 30-40 hst pada fase pertumbuhan 10” – 20” kebutuhan air 3,6 ml perhari, total kebutuhan perperiode 38,1 ml. (4) Umur 40-50 hst pada fase pertumbuhan 20” – 50” kebutuhan air 5,1 ml perhari, total kebutuhan perperiode 50,8 ml. (5) Umur 50-60 hst pada fase pertumbuhan 50” – 80” kebutuhan air 5,3 ml perhari, total kebutuhan air perperiode 53,3 ml. (6) Umur 60-70 hst pada fase pertumbuhan 80” – silking kebutuhan air 6,3 mlperhari, kebutuhan total perperiode 63,5 ml. (7) Umur 70-100 hst pada fase silking – grainfill kebutuhan air 8,4 ml perhari, kebutuhan total perperiode 251,5 ml. (8) Umur 100-110 hst pada fase grainfill kebutuhan air kebutuhan air 6,3 ml perhari, total kebutuhan air perperiode 63,5 ml. (9) Umur 110-120 hst pada fase maturity kebutuhan air 5,8 ml perhari, total kebutuhan perperiode 58,4 ml. Dari aplikasi estimasi Rhoads (1986) tersebut pada umur 0 – 120 hari total kebutuhan air untuk tanaman jagung adalah 632,4 ml.

4.8 Pengendalian Hama dan Penyakit
Pengendalian hama dan penyakit tanaman jagung hybrida pada demarea dengan cara kimiawi dan biologis. Jenis hama yang umumnya menyerang pertanaman jagung adalah : (1) Kumbang Katimumul (Holotrichia helleri Brsk.). Uret menyerang akar sehingga pertumbuhan tanaman merana, uter juga menyerang kulit batang menyebabkan tanaman mati. Upaya pengendalian yang dilakukan adalah menangkap dan membunuh langsung kumbang yang ditemukan di areal pertanaman jagung. (2) Ulat Daun. Ulat daun ini memakan daun jagung sehingga daun-daun berlubang-lubang tidak teratur.pengendalian dilakukan dengan cara menangkap dan membunuh langsung ulat yang ditemukan di areal pertanaman jagung. (3) Penggerek Batang Jagung (Ostrinia furnacalis). Hama ini menyerang pada tanaman jagung masih muda. Tanaman jagung yang terserang mengakibatkan tanaman menjadi roboh dan pada bagian pangkal batangnya terdapat bekas gigitan ulat. Pengendalian yang dilakukan sama yakni menangkap dan membunuh langsung ulat penggerek yang ditemukan di areal pertanaman jagung. (4) Ulat Tanah (Agrotis ipsilon Hufn.). Tanaman muda lebih disukai oleh hama ini daripada tanaman yang sudah tumbuh dewasa. Tanaman yang terserang akan patah, layu dan terkulai sehingga tanaman mati. Upaya pengendalian sama dengan hama-hama tersebut diatas yaitu dengan menangkap dan membunuh langsung ulat yang ditemukan di areal pertanaman jagung. (5) Ulat Tongkol (Heliotis armigera). Ulat tongkol ini menyerang buah jagung atau tongkol dengan cara memakannya sehingga kelobot dan biji tongkolnya menjadi rusak. Pengendalian dilakukan dengan cara membuang tongkol yang di serangnya. Dan (6) Belalang. Belalang menyerang daun jagung dengan cara memakannya, biasanya memakan daun mulai dari pinggir/tepi daun.

Penyakit yang ditemukan menyerang tanaman jagung selama demarea yaitu bulai jagung (Peronosclerospora maydis). Gejala serangan yang ditimbulkan adalah pertumbuhan tanaman kaku dan merana, terdapat spora di bagian bawah daun berwarna putih, dan terdapat garis cokelat sejajar dengan tulang daun. Pengendalian yang dilakukan untuk penyakit bulai adalah dengan cara mencabut tanaman yang terserang.

4.9. Panen Jagung Hybrida
Ciri jagung sudah siap dipanen adalah umur tanaman jagung sudah maksimal, buah jagung telah masak fisiologis, kadar air biji kurang dari 28%, pada dasar biji jagung terdapat lapisan berwarna hitam, biji keras dan bila ditekan dengan kuku tidak tergores, serta daun kelobot telah kering 85%. Panen merupakan tahap awal yang penting dari seluruh rangkaian penanganan pasca penanaman jagung karena berpengaruh terhadap jumlah dan mutu hasil. Panen terlalu awal menyebabkan jumlah butir muda banyak sehingga mutu biji dan daya simpannya rendah. Sebaliknya terlambat panen dapat mengakibatkan penurunan mutu dan peningkatan kehilangan hasil. Pemanenan jagung di demfarm dilakukan pada umur tanaman 111 hari setelah tanam.

Cara panen jagung yang masak fisiologis adalah dengan cara mematahkan tangkai buah jagung atau tongkol dengan tangan. Pemanenan dilokasi demfarm dilaksanakan pada tanggal 20 November 2014. Pemanenan terlebih dahulu dilakukan pada tanaman sampel ubinan dengan ubinan ukuran 2,5 x 2,5 meter dengan cara mematahkan tangkai tongkol jagung. Pengubinan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Tengah didampingi oleh PPL Desa Sepakek. Data ubinan sebagai berikut; tinggi tanaman 310 cm, panjang tongkol 20,2 cm, lingkar tongkol 18,8 cm, baris per tongkol 18, dan biji per baris 45.

Pengubinan dilakukan ditiga lokasi yaitu ubinan pertama dilahannya Pak H. Abu Bakar dengan hasil ubinan 17,5 kg atau 28 ton/hektar, ubinan ke-2 dengan hasil ubinan 17,04 atau 27,264 ton/hektar dan pengubinan ke-3 dilokasinya Pak Zaenal dengan hasil ubinan 17,09 kg atau 27,34 ton/hektar. Rata-rata hasil ubinan jagung pada demfarm jagung hybrida pioneer 27 di P3A Raji Mas sebesar 27,5 ton/hektar tongkol kering panen. Produksi rata-rata dilahan demfarm sebesar 22 ton/ha tongkol kering panen. Keberhasilan budidaya tanaman jagung dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: faktor alam (curah hujan, kesuburan tanah, kondisi lingkungan penanaman, ketersediaan air dan lain-lain), faktor teknis budidaya (ketepatan dosis pemupukan, ketepatan pengukuran jarak tanam, kedalaman lubang tanam dan lain-lain) dan faktor terakhir adalah faktor manusia (keseriusan dan kedisiplinan dalam berbudidaya)

Hal-hal yang menjadi kelemahan dan harus diperhatikan kembali saat akan melakukan budidaya jagung adalah: Ketepatan Pengukuran jarak tanam, hal ini berpengaruh terhadap ketepatan dosis pupuk, ketepatan perhitungan hasil panen dan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman yang berimplikasi pada produksi jagung itu sendiri. Selain itu kesungguhan dan keseriusan yang berbudidaya (human), dan juga ketepatan dalam pengamatan tanaman (interaksi human dengan tanaman) sehingga didapati keputusan perlakuan yang tepat untuk tanaman.

5. Analisa Usaha Tani

Untuk melakukan analisa usaha tani jagung dilakukan dengan menghitung nilai Break Event Point (BEP), Benefit/Cost (B/C) Ratio, dan Return of Investmen (ROI). Total biaya usaha tani (biaya tenaga kerja + saprodi) adalah Rp. 6.116.000,00, hasil produksi petani 22.000 Kg tongkol. Harga jual jagung saat itu Rp. 1.350/ Kg jagung tongkol. Total pendapatan petani Rp. 29.700.000,00 per hektar. Pendapatan bersih (keuntungan) yang diterima petani Rp. 29.700.000 – 6.116.000 = Rp. 23.584.000,00.

Dari perhitungan diatas, selanjutnya dihitung nilai BEP, B/C Ratio dan ROI terhadap usahatani budidaya jagung yang dilakukan oleh petani. BEP volume produksi = (Total biaya / Harga produksi) = (6.116.000 / 1350) = 4530,4.
Titik balik modal budidaya jagung hybrida selama satu musim tanam akan tercapai jika produksi mencapai 3715,5 kg/ha jagung tongkol kering panen. BEP harga produksi = (Total biaya / volume produksi) = (6.116.000 : 22.000) = 278.

Titik balik modal dalam budidaya jagung hybrida selama satu musim tanam akan tercapai jika produksi dijual dengan harga Rp. 278 per Kg. (B/C) Ratio = (Hasil Penjualan / Total biaya) = (29.700.000 / 6.116.000) = 4,86.
(B/C) Ratio tersebut menunjukkan bahwa budidaya jagung hybrida selama satu musim tanam layak dilakukan karena nilai B/C Ratio > 1. Return of Investmen (ROI) = ( Keuntungan / Total biaya) x 100% = ( 23.584.000 / 6.116.000) x 100% = 386%. Return of Investmen (ROI) sebesar 386% berarti dari setiap pengeluran Rp 1 akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 3,86.

6. Penutup

Data dari BPS NTB (2014) menyebutkan bahwa produksi jagung berdasarkan angka tetap 2014 adalah sebesar 785.864 ton pipilan kering, jumlah produksi ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan produksi pada tahun 2013 yang mencapai angka 633.733 ton. Peningkatan jumlah produksi ini disebabkan karena meningkatnya luas panen jagung tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013. Pada tahun 2014 luas panen meningkat sebanyak 16.304 ha, yaitu dari 110.273 ha menjadi 126.577 ha. Naiknya produksi ini juga disebabkan oleh naiknya produktivitas jagung. Produktivitas jagung meningkat 8,03% dari 57,47 kw/ha pada tahun 2013 menjadi 62,09 kw/ha pada tahun 2014. Sedangkan menurut hasil penghitungan angka ramalan I, produksi jagung pada tahun 2015 diramalkan akan naik dibandingkan tahun 2014. Produksi jagung naik menjadi 1.031.160 ton atau naik sebesar 31,21%. Peningkatan produksi jagung disebabkan karena luas panen yang meningkat dari 126.277 hektar pada tahun 2014 menjadi 157.567 hektar pada tahun 2015.

Menteri Pertanian RI dalam berita yang direlease Jakarta Post Sore (4/5/2015) lalu mengungkapkan bahwa “Unggas, terutama daging ayam dan telur, menyumbang lebih dari 50% sumber protein bagi masyarakat. Potensi Indonesia untuk berswasembada jagung sangat besar. Namun, saat ini Indonesia masih mengimpor jagung untuk memenuhi industri pakan ternak sekitar 3,5 juta ton per tahun,” Selanjutnya untuk tahun 2015 yang lalu pemerintah menetapkan sasran produksi sebesar 20,313 juta ton. Untuk mencapai swasembada jagung tersebut pemerintah telah mencanangkan pertambahan luas tanam 1 juta hektar melalui program GPPTT jagung seluas 102 ribu hektar dan bantuan benih jagung bersubsidi seluas 100 ribu hektar.

Setelah padi, jagung memang menjadi salah satu komoditas andalan Pemerintah Provinsi NTB. Melalui program Pijar atau akronim dari sapi, jagung, dan rumput laut yang digalakkan sejak 2008, pengembangan jagung di NTB gencar dilakukan. Kepala Bidang Produksi Tanaman Pangan Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura NTB Budi Subagio mengatakan, produksi jagung NTB meroket dari sebelum adanya program Pijar sebesar 350.000 ton menjadi 785.864 ton pada 2014. “Jagung dipilih sebagai komoditas unggulan karena mudah dibudidayakan, potensi lahan NTB yang luas dan iklim yang cocok, serta pasar yang terbuka lebar,” katanya. Selain di Kabupaten Sumbawa dan Dompu, sentra jagung terdapat di Kabupaten Lombok Timur. Pemprov NTB pun tengah berupaya mengundang investor untuk membuka pabrik pakan ternak di NTB. Selain mendekatkan pasar dan upaya hilirisasi komoditas, keberadaan pabrik juga akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian NTB. (Kompas.Com, 7/4/2015).

Praktek ujicoba budidaya jagung hibrida yang telah dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai pada daerah irigasi jurang sate tersebut dapat dijadikan acuan bagi pemrov NTB dan pemkab Lombok Tengah untuk menjadikan kabupaten ini menjadi salah areal pengembangan jagung nasional. Dukungan kesesuaian agroekosistem dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Berbeda dengan sentra jagung di pulau sumbawa yang mayoritas lahan hanya dapat dimanfaatkan pada musim penghujan saja, Lombok Tengah memiliki keunggulan potensi lahan beririgasi yang luas untuk pengembangan komoditas jagung. Jagung dapat dijadikan sebagai komoditas pengganti tenaman tembakau dan kedelai yang belum dapat mensejahterakan masyarakat petani. (amaq & inaq seruni, 2/4/2016).