MENGENAL SIFAT – SIFAT BETON

1. Pendahuluan

Agar dapat merancang kekuatan beton dengan baik artinya dapat memenuhi kriteria aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan struktur, maka kita harus mengetahui sifat – sifat beton segar yaitu; (1) kemudahan dalam pengerjaan (workability), (2) segregations, dan (3) bleeding.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperlihatkan antara lain adalah : (a) modulus elastisitas, (b) kekuatan beton, (c) permeabilitas, dan (d) sifat panas beton.

2. Sifat Beton Segar

2.1 Kemudahan pengerajaan (workability)

Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan keplastisan beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Secara umum semakin encer beton segar maka semakin mudah beton segar dikerjakan.

Unsure-unsur yang mempengaruhi antara lain; (a). Jumlah air, Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan, (b) Kandungan semen, Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya akan lebih tinggi, (c) Gradasi campuran pasir-kerikil, (d) Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan, (d) Bentuk butir agregat kasar, Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah dikerjakan, (e) Butir maksimum agregat, Pemakaian butir agregat lebih besar tampak lebih encer sehingga mudah dikerjakan daripada butir maksimum yang lebih kecil
Percoban slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan (workability). Pengujian ini dilakukan dengan alat berbentuk kurucut terpancung, diameter atas 10 cm diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang 60 cm.

Langkah-langkah percobaan sbb; (1) Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar, (2) Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume, (3) Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan sisanya menjadi lapisan ketiga, (4) Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume, (5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak 25 kali, (6) Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga, (7) Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan, (8) Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton, (9) Letakan alat slump disisi beton segar, (10) Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan beton yang jatuh.

2.2 Segregation

Kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk melepaskan diri dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan darang kerikil yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan beberapa hal; (1) campuran kurus atau kurang semen, (2) terlalu banyak air, (3) besar agregat maksimum lebih dari 40mm, (4) permukaan butir agregat kasar (semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah segregasi).
Kecenderungan segregasi dapat dicegah jika ; (1) tinggi jatuh diperpendek, (2) penggunaan air sesuai standear, (3) cukup ruangan antara tulangan dan acuan, (4) ukurran agregat sesauia dengan syarat, (5) pemadatan baik.

3.3 Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan membnetuk selaput (laitance). Bleeding disebabkan; (1) susunan butir agregat, (2) banyaknya air, (3) kecepatan hidrasi, (4) proses pemadatan. Bleeding dapat dikurangi dengan cara; (1) member lebih banyak semen, (2) Penggunakan air sedikit mungkin, (3) menggunakan butir halus lebih banyak.

3   Sifat dan Karakteristik Campuran Beton

3.1 Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas atau modulus Youngadalah ukuran kekerasan (stiffness) dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda dengan regangan yang dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu angka limit untuk regangan – regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan pertambahan tegangan. Dan, secara eksperimental, modulus ini dapat ditentukan dari perhitungan atau pengukuran slope (kemiringan) kurva tegangan – regangan (stress – strain) yang dihasilkan dalam uji tekan.

Batas – batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode – 92 : 0.40 fc’, modulus secant ) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus sangat penting, sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear atau elasto – plastik, dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping memperlihatkan kemampuan elastis bahan juga menunjukkan deformasi permanen. Angka modulus elastis yang didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji kuat tekan) disebut modulus elastis statik .

Nilai modulus elastisitas berdasarkan berbagai standar dapat dilihat sebagai berikut : (1) Berdasarkan ACI 318-14-83 : Ec = 33 Wc1.5 fc0.5 dibatasai untuk fc ≤ 6000 Psi, (2) Berdasarkan ACI 363-M-90, Ec = 40000 fc0.5 untuk 3000 ≤ Fc ≤ 6000 Psi, (3) Berdasarkan Eurocode 2 – 1992 : Ec = 0.4fc / ε(0.4 fc”) [internal σ = 0 – σ = 0.4 fc’], (4) Berdasarkan ASTM T469 : Ec = 0.4fc’ – σ / ε(0.4fc’) – ε1, (5) Berdasarkan SKSNI T – 15 – 1991 : Ec = 0.43 Wc1.5 fc0.5 untuk 1500 ≤ Wc ≤ 2500 kgf/m3; E = 4700 fc0.5 untuk Wc = ± 23 kN/m3.

3.2  Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur, semakin tinggi pula mutu betonnya. Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kekuatan rata-rata yang disayaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton telah dirancang campurannya haru sdiproduksi sedemikan rupa sehingga memeperkecil terjadinya beton dengan kuat tekan lebih rendah dari fc’ seperti yang telah disyaratkan.

Beberapa factor yang memepengaruhi kekuatan tekan betonn ; (1) proporsi bahan-bahan penyusunya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, (4) keadaan pada saat pengecorana.

Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai sebagai berikut (PB,1989:16).
f’c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).
fc = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan perancangan campuran beton (MPa).
S = Devisiasi standar (s) (Mpa).

Beton harus dirancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f’c seperti yang telah disyaratka. Criteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0.85 f’c untuk kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f’c +0.82 s untuk rata-rata empat buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan selanjutnya.

3.3   Permeabilitas

Beton ringan didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu kerikil (batu apung) atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
Salah satu faktor yang menentukan kemampuan suatu struktur dalam memikul beban, statis maupun dinamis, adalah kualitas dari bahan pembentuknya.

Dengan demikian pemahaman terhadap properti dan karakter dari bahan yang dipilih dalam merespons beban-beban yang bekerja pada struktur selayaknya dikuasai dengan baik oleh para rekayasawan. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang direncanakan dapat memberikan kinerja yang optimal. Beton merupakan bahan bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi. Banyak penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus berlanjut sebagai upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan.

Diketahui bahwa kekuatan beton banyak dipengaruhi oleh bahan pembentuknya (air, semen dan agregat) sehingga kontrol kualitas dari bahan-bahan tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar diperoleh beton sesuai dengan yang diinginkan. Semen portland merupakan komponen utama dalam teknologi beton yang berfungsi sebagai perekat hidrolik untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi masa padat. Berbagai jenis semen portland, melalui pengaturan rancangan bahan dasar, telah dikembangkan sesuai dengan jenis bangunan dan persyaratan lingkungan dimana beton akan digunakan. Yang umum digunakan untuk membuat beton adalah semen portland tipe I (PPI). Semen jenis ini dipakai untuk bangunan-bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti panas dan atau waktu hidrasi serta kondisi lingkungan agresif [SNI 15-2049-2004].

Dengan perkembangan teknologi dan juga usaha yang dilakukan untuk menghemat biaya dan energi produksi serta mengatasi permasalahan lingkungan, dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC) yang merupakan campuran dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan [SNI 15-0302-2004]. Pozzolan yang digunakan dapat bersumber dari alam seperti batu apung maupun berasal dari limbah industri seperti abu terbang (residu dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik). PPC ini diketahui memiliki karakter dan properti yang berbeda dibandingkan dengan semen portland umum [Lea, 1970; Mehta, 1986; Neville and Brooks, 1998].

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perbedaan karakter maupun properti dari PPC dibandingkan dengan PCI. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dibandingkan kuat tekan dan permeabilitas dari beton yang dibuat dengan menggunakan PPC dengan beton yang dibuat dengan menggunakan PCI pada umur hidrasi 3, 7, 28 dan 90 hari.

Permeabilitas merupakan kemampuan pori-pori beton ringan dilalui oleh air. Pasta semen yang telah mengeras tersusun atas banyak pertikel, dihubungkan antar permukaan yang jumlahnya relatif lebih kecil dari total permukaan partikel yang ada. Air memiliki viskositas yang tinggi namun demikian dapat bergerak dan merupakan bagian dari aliran yang terjadi (Neville, 1995).
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air. Kata permeable berarti dapat dilalui air, sedangkan impermeable berarti sebaliknya.

Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu dilakukan pengujian. Uji permeabilitas ini terdiri dari dua macam : (1) uji aliran (flow test) yaitu pengujian untuk mengukur permeabilitas beton terhadap air bila air dapat mengalir melalui sampel beton. dan (2) uji penetrasi (penetration test) yaitu pengujian permeabilitas beton tidak ada air mengalir terhadap sampel.
Pengujian permeabilitas beton untuk mengetahui pengaruh variasi semen dan agregat atau pengaruh banyaknya ragam operasi pencampuran beton, pencetakan dan perawatan, memperhitungkan informasi dasar pada bagian dalam porositas beton yang relatif berhubungan langsung dengan penyerapan, saluran kapiler, ketahanan terhadap pembekuan, penyusunan, daya angkat dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kekedapan adalah kualitas material, metode persiapan beton, dan perawatan beton (Brook K.M, Murdock L.J, 1991).
Permeabilitas benda uji beton dihitung dengan rumus:
Pr=(Aaw–Aak)/ 30 menit
Dimana :
1. Pr = Nilai Permeabilitas ( gr/menit)
2. Aaw = Massa awal (gr)
3. Aak = Massa akhir (gr)

Pengujian penetrasi permeabilitas beton sesuai SNI untuk beton kedap air disyaratkan bila air merembes ke dalam beton kurang dari 5 cm (syarat standar DIN 1045).

3.4  Sifat Panas

Menurut Sumardi (2000) kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas.

Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak. Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250 oC. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya.

Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300 oC, beton akan berubah warna menjadi merah muda. Jika di atas 600 oC, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900 oC menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200 oC akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada pemeriksaan pertama.

Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200 oC dan 400 oC selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan tegangan-regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan regangan maksimum.

Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm 2 . Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200 oC dan 400 oC adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven. Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200 oC, 400 oC, 600 oC, dan 800 oC. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya berkisar 1,2% – 2,2%.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton. Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks.

Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200 oC terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana kekuatannya tinggal 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang penampang empat persegi ukuran 15x25x320, terletak pada tumpuan sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500°C sejak awal hingga akhir pembakaran dan tanpa pembebanan. Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal. (Aq.Seruni,18/05/2018)

1 responses to “MENGENAL SIFAT – SIFAT BETON

  1. Ping-balik: Sifat dan Karakteristik Beton – Bahan Bangunan Laut

Tinggalkan komentar