Monthly Archives: Mei 2018

MENGENAL SIFAT – SIFAT BETON

1. Pendahuluan

Agar dapat merancang kekuatan beton dengan baik artinya dapat memenuhi kriteria aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan struktur, maka kita harus mengetahui sifat – sifat beton segar yaitu; (1) kemudahan dalam pengerjaan (workability), (2) segregations, dan (3) bleeding.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperlihatkan antara lain adalah : (a) modulus elastisitas, (b) kekuatan beton, (c) permeabilitas, dan (d) sifat panas beton.

2. Sifat Beton Segar

2.1 Kemudahan pengerajaan (workability)

Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan keplastisan beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Secara umum semakin encer beton segar maka semakin mudah beton segar dikerjakan.

Unsure-unsur yang mempengaruhi antara lain; (a). Jumlah air, Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan, (b) Kandungan semen, Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya akan lebih tinggi, (c) Gradasi campuran pasir-kerikil, (d) Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan, (d) Bentuk butir agregat kasar, Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah dikerjakan, (e) Butir maksimum agregat, Pemakaian butir agregat lebih besar tampak lebih encer sehingga mudah dikerjakan daripada butir maksimum yang lebih kecil
Percoban slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan (workability). Pengujian ini dilakukan dengan alat berbentuk kurucut terpancung, diameter atas 10 cm diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang 60 cm.

Langkah-langkah percobaan sbb; (1) Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar, (2) Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume, (3) Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan sisanya menjadi lapisan ketiga, (4) Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume, (5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak 25 kali, (6) Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga, (7) Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan, (8) Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton, (9) Letakan alat slump disisi beton segar, (10) Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan beton yang jatuh.

2.2 Segregation

Kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk melepaskan diri dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan darang kerikil yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan beberapa hal; (1) campuran kurus atau kurang semen, (2) terlalu banyak air, (3) besar agregat maksimum lebih dari 40mm, (4) permukaan butir agregat kasar (semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah segregasi).
Kecenderungan segregasi dapat dicegah jika ; (1) tinggi jatuh diperpendek, (2) penggunaan air sesuai standear, (3) cukup ruangan antara tulangan dan acuan, (4) ukurran agregat sesauia dengan syarat, (5) pemadatan baik.

3.3 Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan membnetuk selaput (laitance). Bleeding disebabkan; (1) susunan butir agregat, (2) banyaknya air, (3) kecepatan hidrasi, (4) proses pemadatan. Bleeding dapat dikurangi dengan cara; (1) member lebih banyak semen, (2) Penggunakan air sedikit mungkin, (3) menggunakan butir halus lebih banyak.

3   Sifat dan Karakteristik Campuran Beton

3.1 Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas atau modulus Youngadalah ukuran kekerasan (stiffness) dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda dengan regangan yang dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu angka limit untuk regangan – regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan pertambahan tegangan. Dan, secara eksperimental, modulus ini dapat ditentukan dari perhitungan atau pengukuran slope (kemiringan) kurva tegangan – regangan (stress – strain) yang dihasilkan dalam uji tekan.

Batas – batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode – 92 : 0.40 fc’, modulus secant ) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus sangat penting, sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear atau elasto – plastik, dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping memperlihatkan kemampuan elastis bahan juga menunjukkan deformasi permanen. Angka modulus elastis yang didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji kuat tekan) disebut modulus elastis statik .

Nilai modulus elastisitas berdasarkan berbagai standar dapat dilihat sebagai berikut : (1) Berdasarkan ACI 318-14-83 : Ec = 33 Wc1.5 fc0.5 dibatasai untuk fc ≤ 6000 Psi, (2) Berdasarkan ACI 363-M-90, Ec = 40000 fc0.5 untuk 3000 ≤ Fc ≤ 6000 Psi, (3) Berdasarkan Eurocode 2 – 1992 : Ec = 0.4fc / ε(0.4 fc”) [internal σ = 0 – σ = 0.4 fc’], (4) Berdasarkan ASTM T469 : Ec = 0.4fc’ – σ / ε(0.4fc’) – ε1, (5) Berdasarkan SKSNI T – 15 – 1991 : Ec = 0.43 Wc1.5 fc0.5 untuk 1500 ≤ Wc ≤ 2500 kgf/m3; E = 4700 fc0.5 untuk Wc = ± 23 kN/m3.

3.2  Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur, semakin tinggi pula mutu betonnya. Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kekuatan rata-rata yang disayaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton telah dirancang campurannya haru sdiproduksi sedemikan rupa sehingga memeperkecil terjadinya beton dengan kuat tekan lebih rendah dari fc’ seperti yang telah disyaratkan.

Beberapa factor yang memepengaruhi kekuatan tekan betonn ; (1) proporsi bahan-bahan penyusunya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, (4) keadaan pada saat pengecorana.

Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai sebagai berikut (PB,1989:16).
f’c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).
fc = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan perancangan campuran beton (MPa).
S = Devisiasi standar (s) (Mpa).

Beton harus dirancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f’c seperti yang telah disyaratka. Criteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0.85 f’c untuk kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f’c +0.82 s untuk rata-rata empat buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan selanjutnya.

3.3   Permeabilitas

Beton ringan didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu kerikil (batu apung) atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
Salah satu faktor yang menentukan kemampuan suatu struktur dalam memikul beban, statis maupun dinamis, adalah kualitas dari bahan pembentuknya.

Dengan demikian pemahaman terhadap properti dan karakter dari bahan yang dipilih dalam merespons beban-beban yang bekerja pada struktur selayaknya dikuasai dengan baik oleh para rekayasawan. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang direncanakan dapat memberikan kinerja yang optimal. Beton merupakan bahan bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi. Banyak penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus berlanjut sebagai upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan.

Diketahui bahwa kekuatan beton banyak dipengaruhi oleh bahan pembentuknya (air, semen dan agregat) sehingga kontrol kualitas dari bahan-bahan tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar diperoleh beton sesuai dengan yang diinginkan. Semen portland merupakan komponen utama dalam teknologi beton yang berfungsi sebagai perekat hidrolik untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi masa padat. Berbagai jenis semen portland, melalui pengaturan rancangan bahan dasar, telah dikembangkan sesuai dengan jenis bangunan dan persyaratan lingkungan dimana beton akan digunakan. Yang umum digunakan untuk membuat beton adalah semen portland tipe I (PPI). Semen jenis ini dipakai untuk bangunan-bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti panas dan atau waktu hidrasi serta kondisi lingkungan agresif [SNI 15-2049-2004].

Dengan perkembangan teknologi dan juga usaha yang dilakukan untuk menghemat biaya dan energi produksi serta mengatasi permasalahan lingkungan, dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC) yang merupakan campuran dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan [SNI 15-0302-2004]. Pozzolan yang digunakan dapat bersumber dari alam seperti batu apung maupun berasal dari limbah industri seperti abu terbang (residu dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik). PPC ini diketahui memiliki karakter dan properti yang berbeda dibandingkan dengan semen portland umum [Lea, 1970; Mehta, 1986; Neville and Brooks, 1998].

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perbedaan karakter maupun properti dari PPC dibandingkan dengan PCI. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dibandingkan kuat tekan dan permeabilitas dari beton yang dibuat dengan menggunakan PPC dengan beton yang dibuat dengan menggunakan PCI pada umur hidrasi 3, 7, 28 dan 90 hari.

Permeabilitas merupakan kemampuan pori-pori beton ringan dilalui oleh air. Pasta semen yang telah mengeras tersusun atas banyak pertikel, dihubungkan antar permukaan yang jumlahnya relatif lebih kecil dari total permukaan partikel yang ada. Air memiliki viskositas yang tinggi namun demikian dapat bergerak dan merupakan bagian dari aliran yang terjadi (Neville, 1995).
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air. Kata permeable berarti dapat dilalui air, sedangkan impermeable berarti sebaliknya.

Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu dilakukan pengujian. Uji permeabilitas ini terdiri dari dua macam : (1) uji aliran (flow test) yaitu pengujian untuk mengukur permeabilitas beton terhadap air bila air dapat mengalir melalui sampel beton. dan (2) uji penetrasi (penetration test) yaitu pengujian permeabilitas beton tidak ada air mengalir terhadap sampel.
Pengujian permeabilitas beton untuk mengetahui pengaruh variasi semen dan agregat atau pengaruh banyaknya ragam operasi pencampuran beton, pencetakan dan perawatan, memperhitungkan informasi dasar pada bagian dalam porositas beton yang relatif berhubungan langsung dengan penyerapan, saluran kapiler, ketahanan terhadap pembekuan, penyusunan, daya angkat dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kekedapan adalah kualitas material, metode persiapan beton, dan perawatan beton (Brook K.M, Murdock L.J, 1991).
Permeabilitas benda uji beton dihitung dengan rumus:
Pr=(Aaw–Aak)/ 30 menit
Dimana :
1. Pr = Nilai Permeabilitas ( gr/menit)
2. Aaw = Massa awal (gr)
3. Aak = Massa akhir (gr)

Pengujian penetrasi permeabilitas beton sesuai SNI untuk beton kedap air disyaratkan bila air merembes ke dalam beton kurang dari 5 cm (syarat standar DIN 1045).

3.4  Sifat Panas

Menurut Sumardi (2000) kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas.

Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak. Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250 oC. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya.

Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300 oC, beton akan berubah warna menjadi merah muda. Jika di atas 600 oC, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900 oC menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200 oC akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada pemeriksaan pertama.

Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200 oC dan 400 oC selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan tegangan-regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan regangan maksimum.

Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm 2 . Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200 oC dan 400 oC adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven. Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200 oC, 400 oC, 600 oC, dan 800 oC. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya berkisar 1,2% – 2,2%.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton. Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks.

Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200 oC terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana kekuatannya tinggal 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang penampang empat persegi ukuran 15x25x320, terletak pada tumpuan sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500°C sejak awal hingga akhir pembakaran dan tanpa pembebanan. Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal. (Aq.Seruni,18/05/2018)

PENGOLAHAN BETON

1. Latar Belakang

Perkembangan industri konstruksi semakin berkembang pesat. Perkembangan ini diikuti oleh penemuan – penemuan inovasi bahan bangunan. Untuk mendukung pembangunan teknologi konstruksi yang semakin maju diperlukan material/bahan bangunan yang bermutu dan berkualitas tinggi. Bahan – bahan bangunan utama yang memikul beban dan biasa digunakan pada konstruksi adalah beton.

Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tarimnya kecil. Oleh karena itu untuk struktur bangunan, beton selalu dikombinasikan dengan tulangan baja untuk memperoleh kinerja yang tinggi (Ida, 2010). Sebagai material Komposit, sifat beton sangat bergantung pada sifat unsur masing – masing serta interaksi mereka. Unsur penyusun beton terdiri dari pasta Semen, agregat halus (Pasir) dan agregat kasar (Kerikil).

Pada beton yang baik setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar, demikian pula dengan ruang antar agregat juga harus terisi mortar. Kualitas pasta semen/mortar menentukan kualitas beton dan memberikan komposisi 7 – 15 % dari campuran sedangkan komposisi agregat 61 – 76 %. Komposisi mortar kurang dari 7 % disebut beton kurus, sedangkan lebih dari 15 % disebut beton gemuk. Komposisi campuran beton dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sebagai bahan, beton memiliki keunggulan sebagai berikut; (1) ketersediaan material dasar (agregat halus, agregat kasar, air) didapatkan dengan mudah di lokasi setempat (local), (2) mudah dipergunakan karena bisa dipakai untuk berbagai struktur dan beton bertulang dapat dipakai untuk struktur berat, (3) bersifat monolit dan tidak memerlukan sambungan seperti baja, (4) dapat dicetak dengan ukuran dan bentuk berbeda, (5) dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar, (6) konsumsi energi minimal, dan (7) ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat, tidak perlu di cat dan tahan kebakaran.

Disamping kelebihan – kelebihannya beton juga memiliki kelemahan yaitu; (1) berat sendiri yang besar, 2400 kg/m3 , (2) kekuatan tariknya rendah, (3) beton cenderung untuk retak, (4) kualitas sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan, dan (5) struktur beton sulit untuk dipindahkan. Untuk mengatasi kelemahan – kelemahan tersebut dapat dilakukan beberapa cara yaitu membuat beton mutu tinggi, memakai beton bertulang, melakukan perawatan, memakai beton pracetak, dan mempelajari teknologi beton.

Untuk menghasilkan beton yang baik dan mempunyai kekuatan sesuai persyaratan konstruksi diperlukan pengetahuan tentang pengolahan beton dan sifat – sifat beton. Sebelum memulai pengolahan beton diperlukan pengetahuan yang baik tentang bahan – bahan penyusun beton. Bahan – bahan penyusun beton terdiri dari agregat, bahan perekat dan air. Selain pengetahuan tentang bahan bangunan penyusun beton, pengetahuan tentang bahan logam/baja juga sangat diperlukan untuk tulangan beton.

2. Bahan – Bahan Penyusun Beton
2.1. Semen

Semen adalah bahan yang bersifat adhesif dan kohesif, yaitu bahan pengikat/perekat. Definisi semen menurut SII 0013-1981, semen portland yaitu semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat – silikat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan – bahan yang biasa digunakan yaitu Gypsum.

Semen ketika bereaksi dengan air membentuk pasta semen yang berfungsi untuk merekatkan butir – butir antar agregat agar terjadi suatu masa yang kompak/padat. Selain itu pasta semen juga untuk mengisi rongga – rongga antara butir – butir agregat. Ada dua macam semen yaitu semen hidrolis dan non hidrolis. Semen hidrolis adalah semen yang akan mengeras bila beraksi dengan air, tahan terhadap air (water resistence) dan stabil di dalam air ketika mengeras. Semen non hidrolis adalah semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air.

Material semen mengandung empat senyawa kimia yang utama yaitu Trikalsium Silkat (C3S) atau 3CaO.SiO2, Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO6, Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3, dan Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4Ca.Al2O3.Fe2O3. Unsur C3S dan C2S biasanya merupakan 70 – 80 % dari unsur semen sehingga dominan dalam memberikan sifat semen.
Bilamana semen bersentuhan dengan air maka proses hidrasi berlangsung, dengan arah dari luar kedalam. Proses permulaan hidrasi tersebut berlangsung lambat antara 2 – 5 jam sebelum mengalami percepatan setelah kulit permukaan pecah. Pada saat hidrasi berikutnya, pasta semen menjadi gel (suatu butiran sangat halus hasil hidrasi, memiliki permukaan yang amat besar) dan sisa – sisa semen yang tak bereaksi misalnya Kalsium Hidroksida ( Ca (OH)2 ), air dan beberapa senyawa lain. Kristal – kristal dari berbagai senyawa yang dihasilkan membentuk rangkaian tiga-dimensi yang saling melekat secara random dan kemudian sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang mula – mula ditempati air, lalu menjadi kaku dan muncullah suatu kekuatan yang selanjutnya mengeras menjadi benda yang padat dan kaku. Pasta semen yang telah mengeras memiliki struktur yang berpori, dengan ukuran pori bervariasi dari yang sangat kecil sampai besar.

Semen Portland terbagi menjadi dua jenis yaitu semen portland dan semen portland pozzoland. Pada semen portland memiliki sifat yang berbeda – beda dari masing – masing komponennya. ASTM (American Standart for Testing Material) menentukan komposisi semen berbagai tipe yaitu : (1) Tipe I, adalah semen portland untuk konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, (2) Tipe II, adalah semen portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi, (3) Tipe III, adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal tinggi, (4) Tipe IV, adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah, dan (5) adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat.

Semen portland pozzoland (PPC) adalah suatu perekat hidrolis yang dibuat dengan menggiling klinker semen portland dan pozzoland, atau suatu campuran yang merata bubuk semen portland dan bubuk pozzoland selama penggilingan atau pencampuran. Pozzoland adalah bahan alami atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur – unsur silikat (SiO2) dan atau Aluminat (Al2O3) yang reaktif. Semen portland pozzoland menghasilkan panas hidrasi lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat ketahanan terhadap kotoran dalam air (misalnya kandungan garam) lebih baik. Semen portland pozzoland cocok jika dipakai pada; (1) bangunan di air payau atau laut yang selalu berhubungan dengan air yang mengandung sulfat, (2) bangunan beton yang memrlukan kekedapan tinggi misalnya dinding ruang basement, bak penyimpan air bersih dan bangunan sanitasi, (3) beton massa (dam, bendungan, fondasi besar) yang membutuhkan panas hidrasi rendah, dan (4) pekerjaan plesteran ( mortar ) yang memerlukan adukan mortar/beton yang plastis.

2.2 Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat mempunyai 70 – 75 % dari total volume beton maka kualitas agreragt sangat berpengaruh pada kualitas beton. Dengan kualitas agregat yang baik beton dapat dikerjakan dengan mudah (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis.

Agregat dibedakan berdasarkan ukuran butir-butirnya, agregat yang mempunyai ukuran yang lebih besar di sebut agregat kasar (kerikil, kericak, batu pecah atau split). Agregat yang ukuran butirannya lebih kecil disebut agregat halus (pasir). Di dalam teknologi beton nilai batas ukuran agregat antara 4,75 mm atau 4,8 mm. Agregat yang butirannya lebih besar dari 4,75 mm disebut agregat kasar sedangkan yang lebih kecil disebut agregat halus. Sedangkan butir yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay. Dalam praketk agregat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu; (1) Batu, ukuran lebih dari 40 mm, (2) Kerikil, ukuran antara 5 – 4 mm, dan (3) Pasir, ukuran antara 0,25 mm – 5 mm.

Untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat dibutuhkan informasi tentang berat jenis agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Jadi berat jenis agregat akan mempengaruhi kekuatan beton itu sendiri.
Berat jenis agregat ialah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume yang sama (tanpa satuan). Berat jenis agregat dibendakan menjadi; (1) Berat jenis mtlak, jika volume benda padatnya tanpa pori, dan (2) Berat jenis semu, jika benda padatnya termasukpori tertutupnya. Berdasarkan berat jenisnya agregat dibedakan menjadi agregat normal (Bj 2,5 – 2,7), agregat berat (BJ > 2,8, dan agregat ringan (Bj < 2,0).

Agar biaya pembuatan beton berkurang maka perlu diperhatikan ukuran butir – butir maksimum agregat kasar yang tidak terlalu besar dan faktor – faktor lain yang mempengaruhi antaranya jarak bidang samping cetakan, dimensi plat beton yang dibuat, dan jarak bersoh antara baja tulangan beton, yaitu : (1) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari ¼ kali jarak bersih antar baja tulangan, (2) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat, dan (3) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 jarak terkecil antara bidang samping cetakan.
Dengan pertimbangan diatas, maka ukuran maksimum butir agregat untuk beton bertulang umumnya sebesar 10 mm, 20 mm, atau 40 mm. Untuk beton masa biasa dipakai ukuran maksimum sebesar 75 mm atau 150 mm.

2.3 Bahan Tambah

Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan kedalam pencampuran beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. Pemberian bahan tambah pada beton dimaksudkan untuk memperlambat waktu pengerasan, mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah daktalitas (mengurangi sifat getas), mengurangi retak – retak pengerasan, mengurangi panas hidrasi, menambah kekedapan, dan menambah keawetan.

Bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (cemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah kimiawi digunakan pada saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran, sedangkan bahan tambah mineral diberikan pada saat pengadukan. Dalam proses pembuatan beton, juga diberikan bahan tambah pembantu untuk memperoleh sifat – sifat khusus dalam pengerjaan adukan, waktu pengikatan, waktu pengerasan, dan maksud – maksud lainnya. Bahan tambah mineral yang umum digunakan untuk memperbaiki kinerja beton adalah pozzoland, fly ash, slag dan silca fume.

3. Pengolahan Beton
3.1 Persiapan

Sebelum penuangan beton dilaksanakan, hal – hal berikut ini harus dahulu harus diperhatikan (PB, 1989:27).
1. Semua peralatan untuk pengadukan dan pengangkutan beton harus bersih.
2. Ruangan yang akan diisi dengan beton harus bebas dari kotoran – kotoran yang mengganggu.
3. Untuk memudahkan pembukaan acuan, permukaan dalam acuan boleh dilapisi dengan bahan khusus, antaralain lapisan minyak mineral, lapisan bahan kimia (form reeleas agent) atau lembaran polyurethene.
4. Pasangan dinding bata yang berhubungan langsung dengan beton harus dibasahi air sampai jenuh.
5. Tulangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari segala lapisan penutup yang dapat merusak beton atau mengurangi lekatan antara beton dengan tulanggan.
6. Air yang terdapat pada ruangan yang akan diisi beton harus dibuang , kecuali apabila penuangan dilakukan dengan tremi atau telah seijin pengawas ahli.
7. Semua kotoran, serpihan beton dan material lain yang menempel pada permukaan beton yang telah mengeras harus dibuang sebelum beton yang baru dituangkan pada permukaan beton yang mengeras tersebut.
Pada kasus – kasus tertentu, persiapan lebih detail harus juga dilakukan. Untuk pengerjaan beton pre-stressing misalnya, persiapan bahan –bahan kimia seperti bonding agent untuk perekat antara lapisan beton yang baru dengan beton yang lama, ataupun cement grouting untuk memperbaiki bagian – bagian yang keropos akibt kurangnya pemadatan atau karena terjadinya segregasi harus dilakukan.

3.2 Penakaran

Penakaran bahan –bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam pasal (3.3.2) SK.SNI.T-28-1991-03 tentang Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ASTM C.685 Standard Made By Volumetric Batching and Continous Mixiting serta ASTM.94 sebagai berikut: (1) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih besar dari atau sama dengan 20 MPa proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat, (2) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih kecil dari 20 MPa proporsi penakarannya boleh menggunakan teknik penakaran volume. Tekniknya harus didasarkan atas penakaran berat yang dikonveksikan kedalam penakaran volume setiap campuran bahan penyusunnya.

3.3 Pengadukan Beton

Proses pencampuran bahan – bahan dasar beton yaitu semen, air, pasir dan kerikil dalam perbandingan tertentu. Proses pencampuran/pengadukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengadukan dengan tangan dan pengadukan dengan mesin (mekanis).

Pengadukan dengan tangan dilakukan apabila jumlah beton yang digunakan hanya sedikit. Dalam proses pengadukan ini, mula – mula agregat kasar dan halus dicampur secara kering diatas tempat yang rata, bersih, keras dan tidak menyerap air, kemudian dicampurkan dengan semen. Pencampuran dilakukan sampai merata terlihat warnanya sama. Alat untuk mencampur berupa cangkul, cetok, atau sekop. Kemudian ditengah adukan dibuat cekungan dan ditambahkan air kira – kira 75 % dari jumlah air yang direncanakan. Adukan diulang dan ditambahkan sisa air sampai adukan merata.

Pengadukan dengan mesin dilakukan untuk pekerjaan yang besar menggunakan beton yang banyak. Pengadukan dengan mesin dilakukan agar beton lebih homogeny dan cepat. Mesin pengaduk beton juga diperlukan jika dukan beton yang dibuat sangat kental, karena sulit diaduk dengan tangan.

Mula – mula sebagian air (± 75% dari jumlah yang ditetapkan) dimasukkan kedalam bejana pengaduk, lalu agregat halus dan agregat kasar dan semen portland. Setelah diaduk rata, kemudian sisa air dimasukkan ke bejana. Pengadukan dilanjutkan sampai warna adukan tampak rata dan campurannya juga homogen.Waktu pengadukan akan mempengaruhi sifat beton, jika terlalu sebentar pencampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan naikknya suhu beton, keausan agregat sehingga agregat jadi pecah, terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, bertambahnya nilai slump, dan menurunnya kekuatan beton.

Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus menerus dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan jarak pengankutan harus dilakukan. Mesin pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah-pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil (mixer atau molen) serta alat aduk stationer yang mempunyai kapasitas besar (batbhing plant).

Jika ditinjau dari sisi ekonomi, penggunaan mesin aduk untuk pengerjaan beton yang besar justru akan menurunkan biaya (cost). Campuran beton yang dihasilkan pun biasanya akan bersifat lebih homogen dan plastis. Pengadukan dengan mesin ini dilakukan sesuai dengan manual alat aduknya. Untuk beton siap pakai (PB, 1989:27) pengadukan dan pengangkutan harus mengikuti persyaratan dari “Specification for Ready Mixed Concrete” ASTM.C94 atau “specification for Concrete Made by Volumetric Batching and Continous Mixing” ASTM C.685.
Waktu Pengadukan Minimal Kapasitas dari Mixer (m3)  0,8 – 31  : 1 menit (ASTM C.94 dan ACI 318),  3,8 – 4,6 : 2 menit, dan 7,6 ” 3 menit

Menurut SK.SNI.T-28-1991-03 Ps. (3.3.3), waktu pengadukan minimal untuk campuran beton yang volumenya lebih kecil atau sama dengan 1 m3 adalah 1,5 menit, dan ditambahkan selama 0.5 menit untuk penambahan 1 m3 beton serta pengadukan ditambahkan selama 1,5 menit setelah semua bahan tercampur.
Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan : (1). Naiknya suhu beton, (2). Keausan pada agregat sehingga agregat pecah, (3). Terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, (4). Bertambahnya nilai slump dan (5). Menurunya kekuatan beton.
Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan pencatatan data selama pengadukan harus dilakukan, meliputi: (1). Waktu dan tanggal pengadukan dan pengecoran, (2). Proporsi bahan yang digunakan, (3). Jumlah batch adukan yang dihasilkan, dan (4). Lokasi akhir pengecoran. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah – pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil dinamakan mixer atau molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar (dinamakan batching plant).

Jika dilihat dari arah perputaran batch – nya, alat aduk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu, alat aduk yang berputar vertical (vertical mixing or reversing drum mixer), alat aduk yang berputar mendatar (horizontal drum mixing or pan drum mixer), dan alat aduk yang berputar miring (tilting drum mixing). Mesin pengaduk vertical dan yang berputar miring biasanya dipakai untuk pengerjaan di lapangan dan yang berputar horizontal biasanya digunakan di laboratorium.
Syarat Pengadukan SK.SNI.T-28-1991-03, semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan beton harus dilengkapi dengan : (1) Sertifikasi mutu dari produsen, (2) Jika tidak terdapat sertifikasi mutu, harus tersedia data uji dari laboratorium yang diakui, dan (3) Jika tidak di lengkapi dengan sertifikasi mutu atau data hasil uji, harus berdasarkan bukti dari hasil pengujian khusus atau pemakaian nyata yang dapat menghasilkan beton yang kekuatan, ketahanan, dan keawetan memnuhi syarat.

Selain hal – hak diatas, bahan – bahan yang digunakan harus memenuhi ketentuan dari Standar Nasional Indonesia SK.SNI.S-04-1989-F tentang Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan BUkan Logam). Jika menggunakan bahan tambah, harus sesuai syarat SK.SNI.S-18-1990-03 atau SK.SNI.S-19-1990-03.

Peralatan yang digunakan untuk mengaduk harus pula memenuhi syarat standar. Standar pelaksanaan harus mengikuti ketentuan, syarat adminstrasi yang dinyatakan dalam rencana kerja dan syarat – syarat (RKS) dan harus tersedia rencana campuran beton serta rencana pelaksanaan pengecoran. Ketentuan lain mengenai peralatan adalah alat harus dalam keadaan bersih dan baik, putarannya sesuai dengan rekomendasi, peralatan angkut dan pengecoran dalam kondisi baik dan lancar.

3.4 Pengangkutan Beton

Setelah pengadukan selesai. Campuran beton dibawa ketempat penuangan atau ketempat dimana konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga tempat penyimpanan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pemisahan agregat. Alat pengangkutan harus mampu menyediakan beton ketempat penyimpanan akhir dengan lancar tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan – bahan yang telah dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas beton antar pengangkutan yang berurutan.

Alat angkut dibedakan menjadi dua yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut manual menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (ember, gerobak dorong, talang) dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin dibutuhkan untuk pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara pengolahan beton dan tempat pengerjaan struktur jauh, contoh truk mixer, pompa, dan tower crane.

3.5 Penuangan Beton

Untuk menghindari terjadinya segresi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penuangan beton yaitu; (1) Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1,5 meter, jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa, (2) Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika pengecoran dibawah atap, (3) Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimum 30 – 45 cm agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah, dan (4) Penuangan berhenti pada titik momen sama dengan nol.

Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa – pipa sangat menguntungkan apabila cara lainnya tidak bisa dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan jika hal – hal berikut terpenuhi : (a) gunakan campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak lebih dari 40 mm, (b) pengawasan yang ketat selama pelaksanaan, dan (c) gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Jenis – jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatic dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa – pipa penghantar beton. Penggunaan cara – cara pemompaan memiliki keuntungan diantaranya adalah pengurangan tenaga kerja, hasilnya baik jika persiapan baik, dan produksi kerja akan tinggi jika kapasitas pompa juga besar dan baik.

Dalam melakukan penuangan beton, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain (PB,1989:28): (1) Campuran yang akan dituangkan harus ditempatkan sedekat mungkinn dengan cetakan akhir untuk mencegah segregasi karena penanganan kembali atau pengaliran adukan, (2) Pembetonan harus dilaksanakan dengan kecepatan penuangan yang diatur sedemikian rupa sehingga campuran beton selalu dalam keadaan plastis dan dapat mengalir dengan mudah ke dalam rongga di antara tulangan, (3) Campuran beton yang telah mengeras atau yang telah terkotori oleh material asing tidak boleh dituang ke dalam strktur, (4) Campuran beton yang setengah mengeras atau telah mengalami penambahan air tidak boleh dituangkan, kecuali telah disetujui oleh pengawas ahli, (5) Setelah penuangan campuran beton dimulai, pelaksanaan harus dilakukan tanpa henti hingga diselesaikan penuangan suatu panel atau penampang, yang dibentuk oleh batas – batas elemennya atau batas penghentian penuangan yang ditentukan, kecuali diijinkan atau dilarang dalam pelaksanaan siar pelaksanaan (contruction joint), (6) Permukaan atas dari acuan yang diangkat secara vertical pada umumnya harus terisi rata campuran beton.
(7) Bila diperlukan, siar pelaksanaan harus dibuat sesuai dengan ketentuan : (a). Permukaan beton pada siar pelaksanaan harus bersih. (b). Sebelum pengecoran harus dibasahi. (c). Tidak mengurangi kekuatan konstruksi. (d). Siar pelaksanaan yang terletak pada lantai ditempatkan sepertiga dari bentang bagian tengah plat, balok anak, balok induk. Siar pelaksanaan pada balok induk harus ditempatkan menjauhi daerah persilangan antara balok induk tersebut dengan balok lainnya sejarak tidak kurang dari dua kali lebar balok yang menyilang. (e). Balok anak, balok induk atau pelat yang didukung oleh kolom tidak boleh dituang sebelum hilang sifat keplastisannya. (f). Balok anak, balok induk, penebalan miring balok dan kepala kolom harus dituang secara monolit dengan pelat sebagai suatu bagian dari system pelat tersebut, kecuali ditentukan lain dalam perencanaanya, (8) Beton yang dituangkan harus dipadatkan dengan alat yang tepat secara sempurna dan harus diusahakan secara maksimal agar dapat mengisi semua rongga beton.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : (1). Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1.50 meter. Jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa. (2). Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika pengecoran dilakukan dibawah atap. (3). Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimal 30 – 40 cm, agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah. (4). Penuangan hanya berhenti dititik momen sama dengan nol.

a. Penuangan yang Tertunda
Batas penundaan yang masih dapat ditoleransi adalah sesuai dengan lamanya waktu pengikatan beton. Lamanya waktu pengikatan awal beton selama 2 jam dan pengikatan akhir selam 4 jam. Dengan penundaan selama 2-2.5 jam kuat tekan beton masih dapat tercapai (lihat Gambar 9.4). penundaan akan mengakibatkan kehilangan Faktor Air Semen akibat penguapan beton segar serta akibat terserap oleh agregat.

b. Penuangan Beton dalam Air
Untuk penuangan beton atau pengecoran dalamair, dapat ditambahkan sekitar 10% semen untuk menghindari kehilangan pada saat penuangan. Penuangan ini dapat dilakukan dengan alat-alat bantu, yaitu: (1). Karung (protective sandbag walling), (2). Bak khusus, (3). Tremi, (4). Katup hydro (hydro valve) dan (5). Beton pra-susun (prepacked concrete).

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing – masing :
a. Penuangan menggunakan karung dilakukan dengan mengisi karung-karung dengan beton segar, kemudian memasukkaknya kedalam air.Untuk konstruksi yang padat dan massif, karung-karung tersebut dipantek satu dengan yang lainnya. Penuangan dengan cara ini memerlukan bantuan penyelam sehingga biasanya mahal.
b. Pada penuangan beton dengan bak khusus, campuran beton diisikan dalam sebuah bak. Campuran tersebut akan keluar melalui pintu yang otomatis terbuka sendiri. Setelah pintu terbuka, bak diangkat secara perlahan – lahan sehingga beton mengalir.
c. Penuangan dengan pipa tremi banyak digunakan karena efisien dan efektif. Penuangan dilakukan dengan cara mengisikan campuran beton ke dalam pipa tremi, kemudian mengangkat pipa tremi secara perlahan sampai beton mengalir keluar. Ujung pipa bagian bawah harus selalu terbenam dalam beton yang dituangkan.
d. Katup hydro terdiri dari pipa nylon diameter 600 mm yang fleksible untuk menuangkan beton. Ujung bawahnya dilengakpi pelindung kaku berbentuk silinder. Cara pengerjaannya sama dengan tremi.
e. Penuangan dengan beton pra-susun dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu agregat kasar yang lebih besar dari 28 mm, kemudian melakukan grouting (grout colodial). Grout dibuat dengan mencampurkan semen, pasir dan air atau dapat juga ditambah bahan tambah plastisizer pada alt pengaduk khusus.

c. Penuangan Beton dengan Pemompaan
Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-pipa sangat menguntungkan apabila cara lainnya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan jika hal-hal berikut dipenuhi : (1) gunakan suatu campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak lebih dari 40 mm, (2) pengawasan yang ketat selama pelaksanaan, dan (3) gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Keuntungan cara ini adalah: (1). Pengurangan tenaga kerja, (2). Hasilnya baik jika persiapannya baik dan (3). Produksi kerja akan tinggi jika pompa yang digunakan berkapasitas besar dan baik. Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatik dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa- pipa pengahntar beton.

3.6 Pemadatan Beton

Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang dan kebutuhan akan alat pemadatan disesuaikan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan dilakukan sebelum terjadinya initian setting time pada beton. Dalam prakteknya, pengindikasian initian setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat tanpa kekuatan. Jika masih dapat ditusuk sedalam 10 cm berarti setting time belum tercapai. Pemadatan dilakukan untuk menghilangkan rongga – rongga udara yang terdapat dalam beton segar. Rongga – rongga dalam beton dapat menyebabkan kekuatan beton berkurang.

Pada pengerjaan beton dengan kapasitas kecil, alat pemadatan beton dapat berupa kayu atau besi tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas besar lebih dari 10 m3 , alat pemadat mesin harus digunakan. Alat pemadat ini dikenal dengan vibrator atau alat getar. Pemadatan dilakukan dengan penggetaran, campuran beton akan mengalir dan memadat karena rongga – rongga akan terisi dengan butir – butir yang lebih halus.

Alat getar dibagi menjadi; (a) alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan digerakkan dengan mesin. Alat ini dimasukkan kedalam beton pada waktu tertentu, (b) alat getar cetakan (external vibrator), yaitu alat getar yang menggunakan form work sehingga betonnya bergetar dan memadat.

Beberapa pedoman umum dalam proses pemadatan adalah: (1) Pada jarak yang berdekatan/pendek, pemadatan dengan alat getar dilaksanakan dalam waktu yang pendek, (2) Pemadatan dilaksanakan secara vertikal dan jatuh dengan beratnya sendiri, (3) Tidak menyebabkan adanya bleeding, (4) Pemadatan merata, (5) Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan bekisting, dan (6) Alat getar tidak berfungsi untuk mengalirkan, mengangkut atau memindahkan beton.

3.7 Pekerjaan Akhir (Finishing)

Pekerjaan finishing dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan mulus. Pekerjaan ini dilakukan pada saat betol belum mencapai final setting, karena pada masa ini beton dapat dibentuk. Alat yang digunakan untuk pekerjaan finishing ini adalah ruskam, jidar, dan alat perata yang lain.

3.8 Perawatan Beton (Curing)

Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting berarti beton telah mengeras. Perawatan dilakukan agar proses hidrasi dalam beton tidak mengalami gangguan. Hal ini dilakukan agar beton terjaga kelembaban sehingga beton terhindar dari keretakan kareana kehilangan aira yang begitu cepat. Perawatan beton dilakukan minimal selam 7 hari.

Perawatan ini dimaksudkan untukk mendapatkan kekuatan beton tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kkedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur. Apabila beton berukuran kecil; mis silinder beton, gentengg beton, balok beton, maka perawatan dapat dilakukan yaitu menaruh beton segar dalam ruangan lembab, menaruh beton segar di dalam air, dan menaruh beton segar dii atas air

Apabila beton berukuran besar, mis kolom, plat lantai, balok beton , maka perawatan dapat dilakukan; (a) Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, (2) Menggenangi permukaan beton dengan air, dan (3) c. Menyiramii permukaan beton secara terus-menerus.

a. Perawatan yang di Percepat
Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosferik, pemanasan dan pelembapan atau proses n yang dapat diterima, boleh digunakan untuk mencapai kekuatan tekan dan mengurangi waktu perawatan. Perawatan ini harus mampu menghasilkan kekuatan tekan sesuai dengan renacana, dan prosesnya harus mampu menghasilkan beton.
Untuk cuaca yang panas perlu diperhatikan bahan – bahan penyusunnya, cara produksi, penanganan dan pengangkutan, penuangan, perlindungan dan perawatan untuk mencegah suhu beton atau penguapan air yang berlebihan sehingga dapat mengurangi kekuatan tekannya dan mempengaruhi kekuatan struktur.

b. Macam Perawatan
Perawatan beton ini dapat dilakukan dengan pembasahan atau penguapan (steam) serta dengan menggunakan membran. Pemilihan cara mana yang digunakan semata – mata mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan.

(1) Perawatan dengan pembasahan
Pembasahan dilakukan di laboratorium ataupun dilapangan. Pekerjaan perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : (a) Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab, (b) Menaruh beton segar dalam genangan air, (c) Menaruh beton segar dalam air, (d) Menyelimuti permukaan beton dengan air, (e) Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, (f) Menyirami permukaan beton secara kontinyu, dan (g) Melapisi permukaan beton dengan air dengan melakukan compound.

Cara a, b, dan c digunakan untuk contoh uji. Cara d, e , f digunakan untuk beton di lapangan yang permukaannya mendatar, sedangkan cara f dan g digunakan untuk yang permukaannya vertikal. Fungsi utama dari perawatan beton adalah untuk menghindarkan beton dari : (a) Kehilangan air – semen yang banyak pada saat – saat setting time concrete, (b) Kehilangan air akibat penguapan pada hari – hari pertama, dan (c) Perbedaan suhu beton dengan lingkungan yang terlalu besar.

Untuk menanggulangi kehilangan air dalam beton ini dapat dilakukan langkah – langkah perbaikan dengan perawatan. Pelaksanaan Curing Compound, sesuai dengan ASTM C.309, dapat diklasifikasikan menjadi : (a) Tipe I, Curing Compound tanpa Dye, biasanya terdiri dari parafin sebagai selaput lilin yang dicampur dengan air, (b) Tipe I-D, Curing Compound dengan Fugitive Dye (Warna akan hilang selama beberapa minggu), dan (c) Tipe II, Curing Compound dengan zat berwarna putih.

Dipasaran, kita dapat menjumpai beberapa merek sikament, misalnya Antisol Red (termasuk tipe I-D), Antisol White (termasuk tipe II) dan Antisol E (termasuk Tipe I, Non Pigmented Curing Compound). Curing compound ini selain berguna untuk perawatan pada daerah vertiksl juga berguna untuk daerah yang mempunyai temperature yang tinggi, karena bersufat memantulkan cahaya (terutama Tipe I).

(2) Perawatan dengan penguapan
Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan dengan tekanan rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah berlangsung selama 10 – 12 jam pada suhu 400-550 C, sedangkan penguapan dengan suhu tinggi dilaksanakan selama 10-16 jam pada suhu 650-950 C, dengan suhu akhir 400-550C. Sebelum perawatan dengan penguapan dilakukan, beton harus dipertahankan pada suhu 100-300C selama beberapa jam.

Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai musim dingin. Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan dengan pembasahan setelah lebih dari 24 jam, minimal selama umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai sesuai dengan rencana pada umur 28 hari.

(3) Perawatan dengan membrane
Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik untuk menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam waktu 4 jam (sesuai final setting time), dan membentuk selembar film yang kontinyu, melekat dan tidak bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari lubang – lubang halus dan tidak membahayakan beton.

Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan dengan sangat efisien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna untuk perawatan pada lapisan perkerasan beton (rigid pavement). Cara ini harus dilaksanakn sesegera mungkin setelah waktu pengikatan beton. Perawatan dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau sebelum perawatan dengan pembasahan.

(4) Perawatan lainnya
Perawatan pada beton lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan dengan menggunakansinar infra merah, yaitu dengan melakukan penyinaran selama 2 – 4 jam pada suhu 900C. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penguapan air pada beton mutu tinggi. Selain itu ada pula perawatan hidrotermal (dengan memanaskan cetakan untuk beton – beton pra-cetak selama 4 jam pada suhu 650C) dan perawatan dengan karbonisasi. (Aq.Seruni, 18/05/2018)