Monthly Archives: Maret 2016

MEMBUAT BUBUK KOPI SEBAGAI USAHA SKALA RUMAH TANGGA PETANI PERKEBUNAN RAKYAT

Pengantar

sasaqgagah – Komoditi kopi adalah merupakan komiditi perkebunan andalan Indonesia dan termasuk sebagai negara ke-4 penghasil kopi dunia dari release indonesia-investmen.com (2015). Produksi kopi nasional tahun 2015 mencapai 625.000 ton dengan angka ekspor mencapai 350.000 ton (AEKI, 2015). Konsumsi nasional kopi pada tahun 2014 mencapai 4.167.000 (dalam bungkus 60 kg). Di musim panen 2014-2015, ada kekurangan global sebesar 6,4 juta bungkus biji kopi (menyebabkan kenaikan harga kopi yang tajam di 2014). Kekurangan ini disebabkan oleh kombinasi konsumsi kopi yang meningkat di negara-negara berkembang dan turunnya hasil produksi kopi sehubungan dengan faktor-faktor cuaca. Pada musim panen 2015-2016, kekurangan jumlah kopi ini mungkin menurun menjadi 3,5 juta bungkus. Kendati ada kekurangan ini, harga kopi telah melemah di 2015 karena nilai tukar mata uang Brazil menurun tajam terhadap dollar Amerika Serikat. (ICO, 2015, Indonesia-investasi.com, 2015).
Luas lahan kopi di Indonesia mencapai 2,24 juta hektar dengan rincian 937.000 hektar kopi robusta dan 307.000 hektar kopi arabica. Dari luas areal tanaman kopi tersebut 90% adalah perkebunan rakyat yang merupakan kumpulan dari kebun-kebun sempit milik petani. Namun, petani ternyata belum mampu menghasilkan biji kopi dengan mutu tinggi (Mulato & Widyatmoko, 2008). Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta dan arabica menurut Indonesia Coffe and Cocoa Research Institute (2008) adalah masih belum digunakannya benih unggul sesuai kondisi lingkungan setempat.

Beberapa hasil survei melaporkan bahwa tolok ukur jual-beli biji kopi yang berlaku sekarang ini mengacu pada bobot saja. Parameter indikator yang terkait dengan mutu, kadar air, biji cacat dan lebih lagi terabaikan (Mulato & Widyatmoko, 2008). Dalam mengolah biji kopi petani masih melakukannya dengan cara sederhana yaitu buah kopi setelah dipetik kemudian dijemur langsung dibawah terik matahari. Setelah kering kemudian buah kopi ditumbuk untuk memisahkan kulit dengan bijinya, sehingga menyebabkan biji kopi banyak yang cacat. Kondisi fisik kopi yang cacat tentunya akan mempengaruhi nilai jual biji kopi. Biji kopi kualitas ini hanya dapat diterima di pasar-pasar lokal saja dengan nilai jual yang rendah. Untuk meningkatkan nilai jual pada kondisi biji banyak yang cacat, maka petani dapat membuat kopi bubuk yang bercita-rasa tinggi misalnya kopi rempah.

Pembuatan Kopi Bubuk

Bubuk kopi merupakan produk kopi sekunder dan salah satu bahan minuman yang digemari baik oleh penduduk pedesaan dan juga penduduk perkotaan (Mulato, dkk, 2008). Pada tahun 2012, kira-kira 70% dari total produksi tahunan biji kopi Indonesia diekspor, terutama kepada para pelanggan di Jepang, Afrika Selatan, Eropa Barat, dan Amerika Serikat. Meskipun begitu, karena konsumsi domestik kopi Indonesia telah bertumbuh, jumlah ekspor telah menurun. Konsumsi kopi di Indonesia meningkat dengan compound annual growth rate (CAGR) 7,7% di tahun 2011-2014. Tetap saja, pada 1,0 kilogram (data 2014), konsumsi per kapita kopi tetap rendah di Indonesia (Indonesia – Investasi. Com, 2015).

Pengembangan produk bubuk kopi akan memberikan peningkatan nilai tambah baik secara finansial maupun perluasan lapangan kerja di pedesaan. Produksi kopi bubuk oleh petani pemilik kebun masih dilakukan secara tradisional yaitu biji kopi digoreng pada wajan tanah liat pada api panas sampai berwarna hitam. Untuk menurunkan kadar asam pada kopi ditambahkan beras dan jahe. Setelah biji kopi berwarna hitam kemudian didinginkan dan biji kopi kemudian ditumbuk menggunakan alat penumbuk tradisional. Perlakuan ini menyebabkan kopi pecah tidak seragam dan bubuk kopi yang dihasilkan berkualitas jelek. Bubuk kopi yang telah ditumbuk kemudian diayak untuk mendapatkan partikel-partikel bubuk kopi yang lebih halus.
Kriteria mutu kopi yang meliputi aspek fisik, cita-rasa dan kebersihan serta aspek keseragaman dan konsistensi sangat ditentukan perlakukan pada setiap tahapan proses produksinya (Mulato, dkk, 2008). Tahapan proses pengolahan kopi bubuk berikut pengawasan prosesnya disajikan pada penjelasan berikut ini.

Bahan baku

Bahan baku yang digunakan adalah biji kopi yang nilai cacatnya rendah dan bercita-rasa tinggi. Kadar air biji kopi yang digunakan sebagai bahan baku bubuk kopi adalah 12 – 25%

Penyangraian

Kualitas hasil penyangraian biji kopi ditentukan oleh kondisi sangrai, waktu sangrai, warna biji hasil sangrai dan keseragaman. Menurut Mulato, dkk (2008) suhu ruangan sangrai untuk biji kopi robusta berkisar 165-175 derajat celcius. Pada suhu sangrai yang konstan, derajat sangrai biji kopi (ringan, medium dan gelap) sangat dipengaruhi oleh waktu sangrai. Makin lama waktu sangrai warna biji kopi tersangrai makin gelap. Waktu sangrai pada beban 10, 15 dan 20 kg adalah 14, 18 dan 22 menit.

Pendinginan

Proses pendinginan disebut juga sebagai tempering untuk mendinginkan biji kopi tersangrai. Selama pendinginan, biji kopi diaduk secara manual agar proses sangrai menjadi rata dan tidak berlanjut (over roasted) dan warna biji menjadi hitam (Sulistyowati,et.al., 1996, Mulato,et.al., 2008). Pada proses pendinginan ini juga terjadi proses pemisahan sisa kulit ari yang terlepas dari biji kopi saat proses sangrai.

Pembubukan

Biji kopi tersangrai yang telah dingin kemudian dibubukkan menggunakan mesin giling tipe atrisi. Gaya pukul dan gesek dari rotor mesin pembubuk akan mengubah bentuk fisik biji kopi yang semula oval menjadi butiran kopi yang sangat halus (Widyatmoko dan Mulato, 2000). Rendeman seluruh proses penyangraian dan penghalusan adalah perbandingan berat bubuk kopi yang diperoleh dan berat biji kopi beras yang diproses. Rendemen tertinggi, yaitu 81% diperoleh pada derajat sangrai ringan dan terendah yaitu 76% dengan derajat sangrai gelap.

Beberapa aspek mutu bubuk kopi yang penting adalah warna, kehalusan dan cita-rasa. Kesukaan atas warna bubuk kopi bersifat ke kedaerahan sebagai ilustrasi, pasar di daerah Jember menyukai bubuk kopi dengan derajat sangrai medium (Martadinata, et.al., 2001, Mulato, et.al., 2008). Di Lombok masyarakat umumnya menyukai kopi dengan derajat sangrai tinggi untuk menghasilkan kopi berwarna gelap (kopi hitam). Biji kopi dengan derajat sangrai ringan mempunyai warna paling cerah dengan angka Lovibond (L) antara 44,60-45,60. Sedangkan warna biji kopi sangrai dengan derajat sangrai medium mempunyai nilai L antara 38 – 40 dan dengan derajat sangrai gelap adalah 34,90 – 35,20. Derajat sangrai yang tinggi, warna kopi menjadi lebih gelap karena makin banyak gula yang mengalami karamelisasi dan senyawa-senyawa organik lain terdekomposisi menjadi karbon (Sivetz and Foote, 1973. Mulato, dkk, 2008).

Tingkat kehalusan bubuk kopi ditentukan oleh ukuran ayakan yang dipasang pada bagian mesin pembubuk. Bubuk kopi ukuran halus diperoleh dari ayakan dengan ukuran lubang 200 mesh, sedangkan untuk ukuran bubuk medium digunakan ayakan 120 mesh. Cita-rasa, aroma, body dan flavor bubuk kopi dipengaruhi oleh tingkat sangrai. Bubuk kopi dengan tingkat sangrai medium mempunyai nilai cita-rasa, aroma, body dan flavor yang tinggi dibandingkan dengan tingkat sangrai rendah dan tinggi.

Pengemasan Kopi Bubuk

Pengemasan bubuk kopi hendaknya memperhatikan aspek berat, jenis kemasan, label dan kerapatan. Berat bubuk kopi dalam kemasan umumnya adalah 50 gram dan 100 gram agar cepat terjual sebelum masa kadaluarsa habis. Penurunan aroma kopi terjadi karena adanya proses oksidasi udara atau penguapan senyawa-senyawa aromatik. Kemasan berbahan aluminium foil mempunyai umur simpan 1 tahun sedangkan kemasan berbahan plastik mempunyai daya simpan selama 6 bulan.

Penutup

Untuk mengembangkan bubuk kopi skala rumah tangga biasanya terkendala pada ketersediaan alat mekanisasi industri produk primer kopi. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Nasional menyarankan agar pengembangan industri produk primer kopi dilakukan melalui dua tahap. Tahap pertama, adalah pada proses pengolahan awal yaitu panen, sortasi buah, pengupasan buah, dan penjemuran dilakukan oleh masing-masing petani. Tahap kedua, adalah pengolahan lanjut meliputi proses sangrai, pembubukan, dan penyimpanan. (amaqseruni, 29/03/2014).

Peluang Pengembangan Kebun Kopi Batukliang Di Kabupaten Lombok Tengah Menjadi Kawasan Agrowisata Dan Konservasi Daerah Tangkapan Air

A. Latar Belakang

Terwujudnya realisasi investasi di daerah tergantung dari tersedianya peluang-peluang usaha, ketersediaan sumber dana dan iklim usaha. Peluang usaha di sektor pertanian dalam arti luas semakin meningkat karena adanya peningkatan permintaan domestik sejalan dengan pertambahan penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, kesadaran masyarakat akan gizi, terbukanya sistem perekonomian nasional. Selain itu dengan makin eratnya hubungan bilateral antar negara, munculnya kawasan-kawasan perdagangan dan investasi bebas dengan adanya kesepakatan GATT, AFTA, NAFTA dan APEC diharapkan dapat memperbesar potensi pasar bagi produk-produk pertanian Indonesia.

Pada saat ini masih terdapat sumberdaya pertanian yang belum termanfaatkan secara optimum. Demikian juga masih terdapat faktor-faktor ekonomis yang belum dimanfaatkan. Perkebunan Kopi Batukliang merupakan salah satu potensi ekonomi yang dimiliki oleh kabupaten Lombok Tengah yang masih belum termanfaatkan secara maksimal. Jika keadaan ini dapat diperbaiki, maka dengan peranan strategis perkebunan Kopi Batukliang dalam penyediaan bahan pangan, baku untuk industri, lapangan kerja dan sumber devisa sektor perkebunan akan tetap mampu menjadi sektor yang tangguh yang mampu menopang perekonomian daerah.

Berdasarkan potensi ekonomis tersebut, peluang investasi di usaha perkebunan dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi daerah adalah dengan pengembangan agribisnis komoditas Kopi yang diarahkan untuk mengacu pada prilaku pasar (market driven). Dengan adanya kesepakatan global dan regional perdagangan bebas, hasil-hasil perkebunan dan produk olahannya diharapkan dapat memanfaatkan pasar internasional secara lebih kompetitif. Kopi merupakan komoditas perkebunan yang dinilai berdaya saing tinggi, komoditas tersebut merupakan andalan ekspor non migas selama ini dan juga mempunyai prospek untuk memasuki pasar internasional pada masa yang akan datang.

Pengembangan agrowisata perkebunan Kopi mempunyai tujuan ekonomi, konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Tujuan Ekonomi : (1) Mengembangkan agribisnis perkebunan Kopi untuk meningkatkan nilai investasi di sub sektor perkebunan, (2) Meninngkatkan pendapatan masyarakat sekitar kawasan perkebunan Kopi dengan sistem kemitraan petani dan perusahaan. (4) Turut berperan aktif dalam meningkatkan kunjungan wisata sebagai bentuk partisipasi perusahaan dalam mensukseskan program Agri – Marine – Tourism (AMT) Kabupaten Lombok Tengah. (5) Membuka peluang kerja di sub sektor perkebunan untuk mengurangi arus urbanisasi, dan (6) Mengembangkan kopi luwak yang memiliki potensi pasar domestik dan internasional.

Tujuan Konservasi : (1) Mengembangkan perkebunan Kopi pola Agrowisata yang berintikan tanaman Kopi sebagai tanaman utama dengan tanaman tegakannya yang dapat menunjang usaha-usaha konservasi lahan dan air, (2) Memulihkan kondisi perkebunan Kopi melalui upaya rehabilitasi dan penataan tanaman sehingga menjadi daerah tangkapan air (DTA), (3) Menjaga keanekaragam flora, fauna dan plasma nuftah/genetik yang terlindungi dalam suatu ekosistem, dan (4) Mempertahankan fungsi ekologis kawasan perkebunan Kopi dan kawasan lainnya sebagai penyangga Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

Tujuan Pemberdayaan : (1) Mengembangkan perkebunan Kopi Batukliang sebagai pusat pelatihan, pembelajaran, riset ilmiah, dan study bagi masyarakat, akademisi, pemerintah, dan stakeholders lainnya di bidang perkebunan Kopi, (2) Turut aktif mendorong masyarakat sekitar perkebunan Kopi di dalam mengembangkan potensi sumberdaya alam dan manusia guna menunjang peningkatan pendapatan, (3) Mendorong munculnya kegiatan ekonomi baru seperti home industri dan jasa wisata disekitar kawasan perkebunan Kopi, dan (4) Mendorong berkembangnya teknologi usaha tani guna menunjang kualitas produksi pertanian seperti komoditas hortikultura, buah-buahan, dan peternakan kecil maupun besar.

B. Prinsip Dasar Pengembangan

Pengembangan Agrowisata dengan tanaman Kopi sebagai tanaman utama menggunakan metode partisipatif dengan prinsip mengedepankan keterlibatan masyarakat sekitar dan stakeholders dalam proses dimana masyarakat dapat dan berkemampuan untuk terlibat didalamnya “Community Based Management”.

Dalam pendekatan ini beberapa prinsip dasar yang menjadi acuan dan perhatian antara lain : (a) Masyarakat atau petani merupakan mitra dalam pengembangan agrowisata, sementara perusahaan sebagai pelaku utamanya yang didukung oleh berbagai stakeholders dan pemerintah daerah. Perusahaan berperan sebagai agen perubahan (agent of change) dan agen yang mengajak ke arah pembelajaran (agent of learning). (b) Dalam tahap pertama perlu dilakukan pengkajian dan pendalaman tentang kondisi dan realitas masyarakat serta kondisi sumberdaya yang ada saat ini (current reality). Untuk pengkajian ini akan dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan kebutuhan. (c) Perusahaan berperan untuk mendorong dan memfasilitasi agar terjadi dialog yang intensif dan terus menerus diantara masyarakat (community dialog) sehingga mereka menyadari masalah yang dihadapi serta memahami potensi yang mereka miliki untuk mengembangkan kehidupan mereka. Melalui dialog tersebut diharapkan akan lahir kesepakatan-kesepakatan bersama tentang alternatif program yang akan dilaksanakan bersama (plan action). (d) Perusahaan harus melibatkan dan memprioritaskan masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja secara bertahap sesuai dengan kebutuhan pengelolaan perkebunan Kopi.

Pengembangan perkebunan Kopi tidak lepas dari berbagai fasktor yang mempengaruhi dan tujuan dari pengembangan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Arah pengembangan diselaraskan dengan kebijakan pengembangan perkebunan saat ini yang masih mengarah pada peningkatan produktivitas dan mutu hasil Kopi untuk meningkatkan nilai ekspor.

C. Rencana Pengembangan

Agribisnis pada sub sektor perkebunan dapat diartikan sebagai keseluruhan totalitas dari rangkaian kegiatan operasi yang lengkap dari suatu komoditas dan hasil turunannya yang mencakup penyediaan agroinput, kegiatan produksi pada tingkat usaha tani, penyimpanan, pengolahan dan pendistribusiannya. Atas dasar itu, sebagai analisa pengembangan agribisnis perkebunan Kopi Batukliang maka perlu dilengkapi perangkat-perangkat abribisnis sebagai berikut : (1) Perangkat Fisik; perangkat fisik yang harus disiapkan terdiri dari pergudangan, agro-input, areal tanaman, alat transportasi, alat pengolahan dan alat transportasi produk akhir. (2) Perangkat Pelaku; perangkat pelaku terdiri dari dunia usaha pemasok agro-input, petani sebagai operator (tenaga kerja), processor dan perusahaan eksportir. (3) Perangkat Pendukung; perangkat pendukung ini tidak secara langsung terlibat didalam arus proses produksi, tetapi merupakan perangkat yang menjadikan kedua perangkat diatas efektif dan efisien. Perangkat tersebut terdiri dari dukungan pendanaan, dukungan penelitian dan pengembangan, dukungan pendidikan, latihan dan penyuluhan. (4) Perangkat Kebijaksanaan; perangkat kebijaksanaan ini dalam implementasinya, mengkoordinasikan dari ketiga perangkat tersebut diatas, baik perangkat fisik, perangkat pelaku dan perangkat pendukung. Perangkat kebijaksanaan ini terdiri dari komponen program dan koordinasi dapat menghilangkan dan mengurangi berbagai friksi yang terjadi antar perangkat dan antar komponen.

Pengembangan sistem agribisnis perkebunan Kopi dilaksanakan melalui pola “agrowisata” yang memanfaatkan usaha perkebunan (agribisnis) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Perkebunan Kopi Batukliang memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi kawasan agrowisata.

D. Peluang Pengembangan Agrowisata

Peluang pengembangan agrowisata perkebunan Kopi dinilai cukup cerah baik dilihat dari segi pasar, ketersediaan sumber daya dan kemampuan usaha Perusahaan.

d.1  Peluang Pasar
Dengan semakin meningkatnya ekspor komoditas perkebunan dalam kurun waktu 6 tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan permintaan di pasar internasional setiap tahun terutama untuk komoditi Kopi. Disamping itu juga peningkatan pendapatan masyarakat telah merubah pola sikap untuk pemenuhan kebutuhan akan rekreasi.
Produk kopi baik dalam bentuk kopi beras dan kopi bubuk yang akan terus ditingkatkan produksinya, memiliki peluang pasar domestik yang semakin meningkat. Kopi beras dan olahannya sangat diminati oleh penduduk lokal dan daerah lainnya seperti Sumbawa, Bima, Bali dan Jawa Timur. Untuk memenuhi permintaan pasar tinggi tersebut maka stock produksi harus dijaga tetap ada dan peningkatan kualitas produk.

d.2  Sumber Daya Alam
Dengan tersedianya areal perkebunan Kopi seluas 355,1 hektar dan belum dimanfaatkan secara optimal, didalamnya terdapat tanaman Kopi yang dapat ditingkatkan produktivitasnya. Sebagai sebuah perkebunan Kopi lazimnya sebagai sebuah ekosistem yang terdiri dari komponen abiotik berupa tanah dan air dan komponen biotik berupa tanaman kopi, tanaman pelindung, dan tanaman konservasi, dan tanaman pengganggu produktivitas lainnya seperti gamal dan pakis. Komponen sumberdaya alam tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan peluang investasi perkebunan Kopi.

d.3  Sumber Daya Manusia
Kawasan perkebunan Kopi Batukliang memiliki potensi sumberdaya manusia yang cukup besar berasal dari penduduk desa Lantan dan desa Karang Sidemen. Dengan tingkat upah yang relatif dapat bersaing dan tingkat kemampuan berusaha dibidang perkebunan relatif cukup memadai maka tenaga kerja disekitar perkebunan merupakan potensi yang dapat berperan dalam pengembangan agribisnis.

d.4  Kemampuan Usaha
Kemampuan Perusahaan untuk berusaha di bidang perkebunan telah meningkat dengan cukup baik, hal ini tercermin dari keluarnya Izin Usaha Perkebunan (IUP) setelah Perusahaan dinyatakan sebagai perusahaan domestik yang memenangkan tender hak pengelolaan HGU Perkebunan Kopi Batukliang oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah.

E. Upaya Pengembangan Agrowisata

Dalam rangka memanfaatkan peluang yang cukup besar diperlukan upaya-upaya antara lain : (a) Membangun komitmen pemerintah daerah untuk meningkatkan pembangunan prasarana terutama prasarana transportasi untuk memperlancar pendistribusian Kopi ke pasaran dan arus kedatangan wisatawan ke kawasan agrowisata perkebunan Kopi. (b) Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan untuk mencetak tenaga profesional (tekhnis, manajerial, manjemen, pramuwisata, dll) bagi pengelolaan agrowisata perkebunan Kopi. (c) Mengupayakan pola pendanaan yang sesuai dengan usaha perkebunan baik mengenai tingkat suku bunga, grace period dan kemudahan memperoleh kredit. Perpanjangan grace period akan sangat membantu mengingat masa tanaman belum menghasilkan relatif panjang. (d) Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan mengenai teknologi budidaya, pengolahan hasil, prospek pasar, pemetaan wilayah komoditas, optimasi distribusi, margin dll. (e) Meningkatkan kegiatan bimbingan dalam hal teknik budidaya, pasca panen dan pengolahan hasil kepada petani pekerja dalam pengembangan perkebunan Kopi. (f) Mengembangkan kemitraan usaha antara Perusahaan dengan masyarakat petani. Kemitraan usaha tersebut dituangkan dalam perjanjian kerjasama yang disepakati kedua belah pihak terutama menyangkut tata cara pelaksanaan kemitraan. (g) Untuk mengetahui areal – areal potensial untuk pengembangan perkebunan telah dilakukan pengkajian dan pemetaan areal potensial untuk pengembangan perkebunan. (h) Promosi pengembangan perkebunan untuk menarik para eksportir dan peminat agrowisata untuk mendukung usaha pemasaran komoditas yang ditawarkan. (i) Menyelenggarakan kegiatan Coorporate Sosial Responsibility (CSR) untuk meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar kawasan perkebunan Kopi. CSR dapat dilakukan melalui upaya pelatihan, penguatan kelembagaan masyarakat, penguatan kelompok ekonomi produktif.

Berbagai kegiatan pokok akan diterpadukan dalam pengembangan agribisnis perkebunan Kopi, sebagai berikut : (1) Kegiatan Sektor Hulu : penyiapan dan penataan lahan, pengadaan klon unggul, pengadaan agro-input, pengadaan alsintan, dan pengadaan bibit tanaman naungan. (2) Kegiatan Sektor Budidaya : pembinaan dan penyuluhan teknis budidaya Kopi, pelatihan petugas dan petani pekerja, penataan dan pemilihan kembali tanaman pelindung Kopi, perakitan Klon/varietas unggul tanaman Kopi, pembangunan unit pengolahan primer Kopi (sortasi, pengeringan, pemecahan kulit, pengeringan beras kopi, pengemasan), pembinaan dan penyuluhan peningkatan mutu biji kering Kopi, dan peningkatan teknologi pengemasan. (3) Kegiatan Sektor Industri : menyusun profil investasi, promosi investasi industri Kopi, standarisasi industri Kopi ekspor, pengembangan industri Kopi berorientasi ekspor, dan pembinaan kemitraan industri hulu sampai hilir. (4) Kegiatan Sektor Perdagangan : informasi pasar, sertifikasi Kopi ekspor, promosi pasar, dan distribusi pasar (domestik, internasional, eksportir). (5) Kegiatan Sektor Tenaga Kerja : perencanaan kebutuhan tenaga kerja untuk perkebunan Kopi, pengembangan pelatihan untuk mendukung perkebunan Kopi, dan penyediaan dan penyaluran tenaga kerja. (6) Kegiatan Sektor Agrowisata : melakukan study kelayakan pengembangan agrowisata perkebunan Kopi, pengadaan infrastruktur pendukung kegiatan agrowisata perkebunan, promosi pariwisata, mendorong pengembangan traking Rinjani, pengadaan sistem informasi agrowisata, dan pengadaan fasilitas outbond alam bebas. (7) Kegiatan Coorporate Sosial Responsibility (CSR) : mengadakan kegiatan Rapid Rural Apraisal (RRA), penguatan kelembagaan ekonomi masyarakat, memfasilitasi pemberdayaan masyarakat oleh Pemerintah Daerah, pelatihan sumberdaya manusia dibidang agrowisata dan perkebunan, penumbuhan dan pembinaan kelompok usaha/koperasi petani HKM, pelatihan manajemen usaha kecil dan menengah, dan pengembangan sarana usaha lainnya.

F. Fungsi Konservasi Perkebunan Kopi

Dari hasil penelitian terbukti bahwa tanaman kopi dapat menahan tanah dan air hampir sama dengan tanaman hutan artinya fungsi konservasi tanaman kopi tidak berbeda dengan tanaman hutan. Salah satu metode konservasi tanah dan air adalah metode vegetatif. Dengan pengelolaan secara standar pada perkebunan kopi, maka perkebunan kopi berperan sebagai sarana konservasi tanah dan air.

Metode vegetatif yang akan dikembangkan melalui perkebunan kopi yaitu : (1) Mengusahakan agar lapis-lapis tajuknya lebih banyak dengan pemangkasan batang tunggal sehingga dapat melindungi tanah dari tetesan air hujan langsung (rain drops impact) sehingga mencegah splash erosion. (2) Mengusahkan agar diatas tajuk tanaman kopi terdapat tajuk tanaman penaung tetap sehingga terbentuk strata lapisan tajuk yang berperan dalam mengurangi rain drop impact. (3) Menerapkan kultur teknik pada tanaman kopi sejalan dengan prinsip konservasi tanah dan air meliputi penanaman pohon penaung dan pelindung baik sementara dan tetap, pengaturan jarak tanam dan tata tanam sejajar kontur, pemangkasan, pemberian pupuk organik, dan pembuatan rorak. (4) Guna menciptakan lingkungan tumbuh yang ideal bagi tanaman kopi, setiap luasan tertentu penanaman kopi dikelilingi oleh tanaman kayu yang berfungsi sebagai pengendali iklim mikro (microclimate) sekaligus sebagai pematah angin (wind breaker). Dengan metode ini disamping sebagai pengendali iklim mikro dan pematah angin juga sangat berguna untuk memperbaiki sifat kimia tanah.

Secara langsung maupun tidak langsung merupakan bentuk atau upaya konservasi lahan, pihak pengusul juga merencanakan menanam jenis tanaman lain dilahan yang dipandang kurang menguntungkan ditanaman kopi. Jenis tanaman yang akan dikembangkan teruatam buah-buahan yang juga ditujukan untuk rencana usaha jangka panjang yang lain yaitu agrowisata yang berbasiskan tanaman kopi.

G. Pemberdayaan Masyarakat Kawasan

Pengembangan ekonomi daerah merupakan tanggung jawab publik dan berhubungan dengan pemerintah daerah, pemerintah daerah bertugas untuk menyusun kerangka kebijakan yang mendukung proses pembangunan. Dalam menggerakkan sumberdaya masyarakat guna mendukung usaha-usaha pembangunan ekonomi pemerintah daerah tidak dapat bekerja sendiri melainkan mendayagunakan para pelaku di daerah tersebut. Berkurangnya peran pemerintah dan meningkatnya peran pelaku ekonomi menyebabkan kemitraan dengan pelaku bisnis sudah merupakan tuntutan di era global sekarang ini.

Pendekatan pembangunan yang melibatkan kemitraan lintas pelaku ini bertujuan untuk mengumpulkan kekuatan sumber daya yang ada, baik sumber daya alam maupun manusia. Kemauan dan kreativitas yang tersedia di daerah diakomodir secara bersama-sama, guna lebih meningkatkan kemampuan masyarakat dalam hal perencanaan dan melaksanakan kebijakan yang efektif. Pelaku – pelaku ekonomi di daerah ini turut memberikan kontribusi yang besar berupa kemampuan profesional, finansial dan fisik dalam proses pembangunan daerah. (Roob Van Raij, dkk, 2007).

Perusahaan merupakan pelaku ekonomi yang akan memberikan konstribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi di Lombok Tengah disamping menciptakan lapangan pekerjaan dan peningkatan pendapatan terutama bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah juga menjadi mitra strategis pemerintah dalam pengembangan usaha mikro dan kecil yang berkembang di perdesaan melalui program CSR.

Kegiatan CSR merupakan sebuah issue strategis di dalam pelaksanaan kegiatan coorporasi, dan seiring dengan itu kegiatan CSR telah dilakukan dengan serius oleh beberapa perusahaan besar yang ada di Indonesia. CSR atau tanggungjawab sosial perusahaan merupakan sebuah konsep yang mendukung perusahaan untuk menyadari adanya keterikatan dalam lingkungan sosial dengan mempertanggungjawabkan akibat dari aktivitas perusahaan kepada customers, employees, shareholders, communities and the environment dalam segala aspek

Upaya memahami dan ikut berempati terhadap kondisi lingkungan sosial sangat penting. Secara historis diketahui bahwa perkembangan perusahaan dan lingkungan social di sekitar perusahaan umumnya berbanding terbalik, karena keterpisahan diantara keduanya. Posisi sosial penduduk miskin sangat rentan dan sensitif terhadap gejolak sosial dan mudah dimanfaatkan sebagai medan mobilisasi tindakan-tindakan anarkis. Dalam konteks ini program CSR dibuat dan dilaksanakan.

Demikian juga pelaksanaan kegiatan CSR bukan hanya sebagai kegiatan yang asal–asalan, tetapi kegiatan CSR akan menjadi sebuah bagian integral dalam operasional agrowisata perkebunan kopi. Dengan berbagai aktifitas kegiatan berlandaskan pada Triple Bottom Line (Social, Econonic and Enviroment), dengan menjalankan strategi Triple Partnership (Private Sector, Gouverenment, and Civil Society). Strategi pelaksanaan ini sangat sesuai dengan persoalan yang ada di masyarakat Indonesia pada umumnya dan Masyarakat sekitar kawasan perkebunan kopi khususnya, dimana persoalan masyarakat kawasan berkutat dengan masalah kemiskinan.

Konsep pemampuan masyarakat yang lebih dikenal dengan Empowerment, dan Development, dapat menjadi pilihan bagi upaya CRS. Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan adalah berorientasi pada upaya meningkatkan kemampuan masyarakat secara kolektif atau rumah tangga melalui upaya peningkatan ekonomi, social dan akses. Sehingga pelaksanaan kegiatan CSR ini dimaksudkan untuk peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat di desa di sekitar perushaan yang menjadi sasaran, dititik beratkan pada peningkatan ekonomi produktif dengan jalan mendorong potensi lokal yang telah ada, baik kegiatan yang bersifat usaha permanen ataupun kegiatan ekonomi sambilan yang dijalankan oleh masyarakat.

CSR agrowisata perkebunan kopi memiliki beberapa tujuan strategis yaitu : meningkatkan hubungan usaha yang baik dengan penduduk sekitar perkebunan; meningkatkan Corpoorate Image sesuai dengan nilai – nilai luhur sebagai wujud kepedulian kepada masyarakat; mengenalkan dan membangun upaya–upaya peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkelanjutan untuk masyarkat miskin, baik masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena krisis ekonomi; memperkuat potensi lingkungan dalam peningkatan pendapatan; membangun ikatan–ikatan sosial sebagi cerminan civil society, mengarah kepada pemampuan yang bertumpu pada kemandirian masyarakat dalam mengatasi persoalan kehidupan; dan menciptakan hubungan sinergi antara potensi alam, masyarakat, serta industri yang ada dilingkungan tersebut untuk mengembangkan capacity building di masyarakat.

Dalam pemberdayaan ini yang menjadi unit analisis adalah rumah tangga khususnya rumah tangga miskin dan pokmas merupakan kelompok masyarakat yang tergabung karena basis kegiatan bersama. Berdasarkan unit analisis ini yang menjadi kelompok sasaran penerima manfaat CSR adalah rumah tangga yang termasuk kategori miskin.

Kriteria penentuan lokasi sasaran CSR tersebut di dasarkan pada tiga asumsi penting yaitu : kawasan tersebut memiliki potensi sumberdaya lokalita yang menjadi basis dalam pengembangan unit usaha yang diprioritaskan sehingga bisa di explore oleh masyarakat; merupakan kawasan yang memiliki jumlah penduduk miskin relatif besar; secara geografis terletak di sekitar Perkebunan Kopi.

Secara garis besar yang menjadi sasaran CSR adalah menjadi tiga sasaran yakni : terwujudnya pokmas, di akhir tahun ke tiga diharapkan menjadi kelompok bisnis (koperasi atau sejenisnya) yang solit untuk empat kelompok usaha baru dan Staterkid produk sudah berjalan; pengembangkan aktivitas usaha baru yangsecara ekonomi dan financial layak, mandiri, berbasis sumberdaya lokal tetapi secara konseptual mampu memberdayakan banyak aktivitas ikutan melalui proses multiplyer; penguatan aktivitas usaha lama yang dipandang prospektif secara ekonomi dan financial (staterkit pengembangan produk existing atau program existing).

CSR berdampak pada terbangunnya modal sosial yang mampu mempertinggi kemandirian, kesejahteraan desa binaan, meningkatkan kesejahteraan rumah tangga di desa binaan, berkurangnya jumlah penduduk miskin dan angka pengangguran (semakin beragamnya penciptaan usaha, baik utama maupun ikutan), terjaganya interrelasi yang lebih harmonis antara masyarakat di kawasan sekitar HGU perkebunan kopi Batukliang yang akan dikelola oleh Perusahaan.

Berdasarkan referensi yang ada, konsep pemberdayaan adalah pengorganisasian perubahan dan pembelajaran. Pengorganisasian bukan semata urusan manajemen atau pengeloalaan dalam arti sempit tetapi bersifat luas. Pengelolaan bukan adm semata, karena ada unsur-unsur belajar dan mengelolan perubahan. Sehingga pengorganisasian pemberdayaan adalah mengelola perubahan, sehingga pemberdayaan merupakan bagian dari system manajemen perubahan. Yang berubah adalah masayarakat dan juga kita (Pemberdaya).

CSR adalah suatu program yang dirancang dengan suatu paradigma baru bahwa untuk menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan diperlukan suatu pendekatan yang berbasis pada prinsip-prinsip Pemberdayaan Komunitas (kelompok) di Masyarakat sehingga dalam proses pelaksanaan program perlu dilakukan upaya-upaya tertentu yang harus dilakukan oleh komunitas itu sendiri. Melalui dan dengan pendekatan komunitas diharapkan belajar untuk menumbuhkan dan mengembangkan secara berkelanjutan usaha-usaha ekonomi secara mandiri dan berkelanjutan.

Visi CSR adalah Masyarakat mampu membangun sinergi dengan berbagai pihak terutama perusahaan untuk menanggulangi kemiskinan, menciptakan peluang usaha yang layak, meningkatkan kesejahteraan secara mandiri, dan memberdayakan sumberdaya lokal secara berkelanjutan.

Misi CSR adalah untuk pembelajaran bersama untuk mengelola perubahan dan pengetahuan; pembentukan dan atau penguatan kelompok usaha yang sudah ada atau baru secara bersama; penguatan Kelembagaan Ekonomi tersebut akhirnya mampu menumbuhkan usaha–usaha rumah tangga yang mandiri, layak dan berkesinambungan; menumbuhkan kemandirian dengan mengoptimalkan sumberdaya lokal; dan meningkatkan kesejahteraan bersama dan rumah tangga anggota.

H. Tahapan Rencana Umum, dan Target Sasarannya

Berdasarkan tujuan proyek yang ditetapkan selama durasi waktu tiga tahun disusun model rencana tahunan ; Rencana Tahunan, rencana tahunan akan disusun dalam tiga tahap : (1) rencana kegiatan tahun pertama, (2) rencana kegiatan tahun kedua, (3) rencana Kegiatan Tahap Ketiga (2014). Target Tahunan ; Tahun pertama, target yang hendak dicapai adalah pembelajaran baik usaha (budidaya), dan pembentukan kelompok masyarakat (Pokmas) dengan segala dinamikanya serta pengenalan pasar; Tahun kedua, target yang hendak dicapai adalah penguatan : (a) usaha (budidaya), (b) kelompok baik social dan (c) pasar dan jaringannya. Serta pembelajaran dan pembentukan kelompok bisnis (seperti koperasi dan sejenisnya) untuk setiap desa yang berbasis aktivitas sejenis, dan integrasi pokmas dengan pokja; dan Tahun ketiga, target yang hendak dicapai adalah keberlanjutan usaha (budidaya) yang layak; kelompok pokmas yang solit terintegrasi dalam Pokja, serta penguatan kelompok bisnis seperti koperasi atau sejenisnya.

I. Penutup

Sebagaimana telah dibahas pada bagian terdahulu, bahwa pengembangan perkebunan kopi oleh Perusahaan menggunakan pola Agrowisata. Implikasi dari konsep tersebut adalah Perusahaan akan menjadikan kawasan perkebunan Kopi sebagai kawasan Agribinisnis dan Agrowisata yang mempunyai tujuan ekonomi, konservasi dan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan Agrowisata perkebunan Kopi dapat memberikan beberapa input bagi masyarakat dan pemerintah daerah baik secara langsung maupun melalui kegiatan kemitraan yang dikembangkan meliputi; manfaat pengembangan agrowisata bagi, penyerapan tenaga kerja, dan manfaat kemitraan.

Manfaat bagi masyarakat adalah; mendorong masyarakat untuk mengembangkan tanaman kopi, meningkatkan taraf hidup masyarakat, memberikan kontribusi bagi perbaikan infrastruktur perdesaan, menciptakan diversifikasi usaha bagi masyarakat melalui program CSR. Untuk mendukung pengembangan perkebunan Kopi perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang memadai dengan prioritas tenaga yang berasal dari masyarakat sekitar sesuai dengan kebutuhan rencana pengembangan. Agar didapatkan kualitas tenaga yang memenuhi kualifikasi maka masyarakat sekitar akan ditingkatkan kemampuannya.

Agar pengembangan perkebunan Kopi dapat berjalan sesuai dengan rencana pengembangan maka diperlukan pelibatan semua stakeholders antara lain; masyarakat sekitar perkebunan, pusat penelitian tanaman Kopi dan Kakao, perguruan tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Pemerintah Pusat/Provinsi/Kabupaten dan pelaku usaha wisata. (amaqseruni, 28/03/2016).

PRAKTEK PETANI DALAM BUDIDAYA PADI METODE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION

DSC02116

sasaqgagah – System of Rice Intensifications (SRI) adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%, bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%.

A. Keunggulan Metode SRI

Metode SRI memiliki keunggulan sebagai berikut : (1) Tanaman hemat air; pengairan secara macak-macak dengan tinggi maksimal 2 cm dan dibiarkan sampai tanah retak (irigasi terputus), (2) Hemat biaya; benih yang dibutuhkan 5–7 kg/ha, (3) Hemat waktu; ditanam muda 5 – 12 hari, dan waktu panen akan lebih awal 15 – 20 hari dari cara tanam biasa, (4) Produksi meningkat; dibeberapa tempat mencapai 8 – 12 ton/ha, dan (5) Ramah lingkungan; menekan penggunaan bahan kimia dan bahkan dibeberapa tempat tidak menggunakan pupuk kimia dan digantikan oleh Kompos dan Mikroorganisme Lokal/MoL, begitu juga penggunaan pestisida kimia digantikan oleh pestisida hayati yang dapat dibuat oleh petani sendiri.

B. Pelaksanaan Metode SRI

Teknik budidaya padi metode SRI yang dikembangkan ini adalah teknik yang lazim dipakai dan disarikan dalam berbagai uji coba yang telah dilakukan diberbagai tempat dengan 6 (enam) prinsip utama yaitu : (a) Tanaman bibit muda berusia 7 – 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun 2 helai, (b) Bibit ditanam 1 atau 2 pohon perlubang/titik garis dengan jarak tanam 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm, dapat juga menggunakan sistem jajar legowo, (c) Pindah tanam harus sesegera mungkin dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal, (d)  Pemberian air paling tinggi genangannya 0,5 – 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang/terputus), (e) Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari, dan (f) Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau),

C. Persiapan Benih

Persiapan benih pada metode SRI dilakukan dengan cara : (a) Benih yang digunakan adalah benih berlabel ungu atau biru dan sebaiknya menggunakan varietas yang direkomendasikan oleh Dinas Pertanian setempat, (b) Benih sebelum disemai diuji dalam larutan garam yang apabila dimasukkan telur itik, maka telur akan terapung. Benih yang baik adalah benih yang tenggelam dalam larutan, (c) Benih dibilas dengan air bersih sampai rasa asinnya hilang, dan (d) Benih direndam dalam air bersih selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam selama 2 hari,

D. Penyemaian benih menggunakan nampan

Cara penyemaian benih di nampan adalah; (a) Nampan sebelum ditaruhkan benih dilapisi pakai daun pisang, selanjutnya diisi tanah halus dan kompos halus dengan campuran 1 : 1, dan (b) Kemudian disiram jika media terlalu kering, setelah 7 – 12 hari maka bibit sudah siap ditanam,

E. Penyemaian benih di lahan sawah

Penyemaian benih disawah dilakukan dengan cara; (a) Lahan dibersihkan dan diratakan, diatasnya ditaruh plastik berlubang, diatas plastik ditaruh daun pisang, diatas daun pisang ditaruh lapisan tanah halus setebal 1 cm, diatas lapisan tanah ditaruh kompos halus setebal 1 cm, (b) Benih yang telah diperam ditabur secara hati-hati, di atasnya ditaburkan pasir halus, dan (c) Setelah 7 – 12 hari bibit muda berdaun 2 helai segera pindahkan ke petak pertanaman.

F. Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah untuk tanam padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah secara konvensional. Permukaan tanah diratakan, dibuatkan garis tanam menggunakan caplak yang bergigi 25×25 cm atau 30 x 30 cm, Kemudian lahan diairi air setinggi 0,5 – 2 cm (macak-macak).

G. Penanaman

Prinsip penanaman benih pada metode SRI adalah sebagai berikut : (a) Bibit umur 7–12 hari (berdaun 2 helai) dipindahkan secara hati-hati agar akar tanaman tidak terputus, (b) Ditanam 1 atau 2 pohon perlubang dengan jarak tanam 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm dapat juga secara jajar legowo dan akar ditekuk berbentuk huruf L, (c) Penanaman harus dangkal yaitu 1–1,5 cm pada kondisi tidak tergenang (macak-macak), dan (d) Penanaman bibit dilakukan pada setiap titik persilangan garis bujur dan lintang,

H. Pemupukan

Pada kesempatan ini akan disampaikan tiga sistem kombinasi pemupukan berdasarkan pengalaman petani yang menerapkan SRI di tempat lain, adalah sebagai berikut : (a) Sistem budidaya semi organik; 1) Petroganik 500 Kg/ha diberikan sebelum penanaman, 2) Urea 200 kg/ha; 100 kg diberikan pada umur 7–15 HST, 50 kg diberikan pada umur 25–30 HST, dan 50 kg pada umur 40-45 HST, 3) NPK Phonska 300 kg/ha; 150 kg diberikan pada umur 7 – 15 HST dan 150 pada umur 25-30 HST bersamaan dengan pemberian Urea, dan 4) PPC/POC diberikan sesuai dengan dosis anjuran yang terdapat dalam label merek yang dipakai; (b) Sistem budidaya Fure Organik (Organik Murni); 1)  Kompos 20 – 30 ton/ha, dan 2) Dianjurkan juga untuk diberikan PPC/POC dengan dosis 6 lt/ha melalui mulut daun dengan cara disemprotkan,

I. Penyiangan Tanaman

Penyiangan pada padi SRI dilakukan lebih awal yaitu mulai pada umur 10 HST dan diulang 2-3 kali dengan selang waktu 10 hari.

J. Pengendalian Hama dan Penyakit

Berbagai kasus gangguan hama dan penyakit padi yang dialami oleh petani yang menerapkan metode SRI telah melahirkan kiat-kiat baru yang dikembangkan berdasarkan prinsip pengelolaan hama dan penyakit. Dari hasil eksperimen dengan mencoba berbagai komposisi pestisida nabati, berikut beberapa contoh pestisida nabati yang telah berhasil : (a) Menangani hama Trips dan Wereng disemprot dengan air perasaan akar tuba (tue; bahasa sasak) atau air perasan kulit batang Cereme yang dilakukan pada malam hari, (b) Pestisida nabati yang efektif lainnya adalah campuran 10 lt urine sapi, 2 lt tetes tebu, kapur 0,5 kg dan air tembakau yang diperoleh dari merendam 0,5 kg tembakau, (c) Hama Wereng diatasi dengan menggunakan pestisida nabati berupa campuran daun sirsak 1 genggam, bawang putih 20 siung, sabun colek 20 gram, rimpang jeringua. Bahan-bahan tersebut dtumbuk halus, direndam dalam 20 liter selama 2 hari, kemudian disaring. 1 liter air saringan diencerkan dalam 15 liter air, lalu disemprotkan, dan (d) Mengatasi hama tikus dengan campuran antara daun kecubung, buah kecubung dan kulit cereme, semua bahan ditumbuk halus dan campurkan dengan makanan umpan dari nasi.

K. Panen dan Pasca Panen

Persyaratan panen; umur tanaman 110 – 115 hari, bila digigit sudah tidak berair (kadar air sekitar 20%), tidak terlalu kering, tanaman sudah menguning dengan merata, bulir padi sudah berisi penuh dan keras (kering). Pemotongan padi; saat memotong padi pegang rumpun secukupnya agar tidak tercecer, sabit harus tajam sehingga saat memotong dalam satu genggam batang padi terputus semua dan meletakkan secara perlahan-lahan agar tidak banyak yang rontok. (amaq & inaq seruni, 26 Maret 2016)

APLIKASI MODEL TEKNIS SIPIL DAN VEGETATIF DALAM RANGKA PENYUSUNAN RENCANA KONSERVASI DESA

Latar Belakang
sasaqgagah – Sumberdaya alam adalah bagian dari sumberdaya yang merupakan kekayaan alam sebagai sumber plasma nuftah seperti : mineral, tanah, air, flora dan fauna. Dalam kaitannya dengan lingkungan, sumberdaya alam adalah semua unsur tata lingkungan biofisik yang dengan nyata atau potensial dapat memenuhi kebutuhan manusia, atau dalam pengertian yang lain ialah semua bahan yang ditentukan manusia dalam alam yang dapat dipergunakan untuk kepentingan hidup. Sumberdaya alam terutama tanah dan air pada umumnya mengalami degradasi sedemikian rupa sehingga memerlukan usaha – usaha konservasi yang serius. Upaya konservasi tanah dan air kurang diterapkan dalam budidaya lahan kering sehingga degradasi lahan akibat erosi dan kurangnya tutupan vegetasi berdampak pada semakin menurunnya produktivitas lahan.

Untuk mengurangi dampak negatif kerusaKan lahan adalah menumbuhkan kesadaran dan perubahan pola pikir (mind set) petani dalam menerapkan kaidah konservasi tanah dan air pada usaha tani lahan – lahan kritis di luar kawasan hutan, melakukan pembinaan intensif terhadap petani untuk meningkatkan tutupan vegetasi dengan tanaman produktif sehingga meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kondisi sosial ekonomi petani. Oleh karena itu perlu diintroduksi suatu paket teknologi usaha tani konservasi lahan dengan pengembangan berbagai komoditas.

Kegiatan konservasi bertujuan untuk mengoptimalkan kembali lahan kritis agar dapat berfungsi sebagai unsur produksi, siklus hidrologi, maupun perlindungan alam dan lingkungannya. Pengembangan paket teknologi konservasi dengan tindakan sipil teknis : pembuatan teras gulud, teras bangku, teras kredit, bangunan terjun, drainase/saluran pembuangan air (SPA) dan embung/dam pengendali banjir, dan peningkatan tutupan vegetasi : penanaman pohon tahunan bernilai tinggi (buah-buahan/perkebunan), penanaman rumput pakan ternak (strip rumput), penanaman hijauan ruminansia (pertanaman lorong), pemberian mulsa atau bahan organik, dan penanaman pohon HTI untuk perlindungan lereng.

Pada umumnya penyusunan desain yang bertujuan untuk mendukung perkebunan adalah : meningkatkan partisipasi petani dalam merumuskan kegiatan sipil teknis dan vegetasi, memberikan introduksi rencana sipil teknis dan Vegetatif kepada petani, dan memberikan model rencana kegiatan sipil teknis dan vegetatif yang sesuai dengan kondisi lahan yang ada.

Rencana kegiatan penyusunan desain sederhana konservasi lahan untuk mendukung usaha perkebunan memiliki bobot progress sebesar 100%, terdiri atas kelompok pekerjaan desain sipil teknis dan vegetatif. Lingkup kegiatan penyusunan desain sipil teknis meliputi : (a) penyusunan desain pembuatan garis kontur (sabuk gunung), (b) penyusunan desain pembuatan teras gulud, (c) penyusunan desain pembuatan teras bangku, (d) penyusunan desain pembuatan teras kredit, (e) penyusunan desain pembuatan sistem pembuangan air (SPA)/drainase, (f) penyusunan desain pembuatan bangunan terjun, dan (g) penyusunan desain pembuatan embung/sapo dam. Sedangkan kegiatan vegetatif meliputi : (a) penyusunan desain pertanaman lorong, (b) penyusunan desain penanaman strip rumput, (c) penyusunan desain penanaman tanaman utama, dan (e) penyusunan desain penanaman tanaman tegakan.

Deskripsi Metode Sipil Teknis
Pengendalian erosi secara sipil teknis adalah usaha – usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang pada lahan pertanian dengan cara-cara mekanis tertentu. Usaha pengendalian erosi secara sipil teknis pada hakekatnya adalah mengurangi atau menghalangi laju aliran permukaan sampai pada batas yang tidak menimbulkan erosi. Proses menghalangi atau mengurangi laju aliran ini tidak berarti menahan aliran permukaan, melainkan mengendalikan aliran supaya tidak erosif.

Pembuatan Garis Kontur (Sabuk Gunung)
Ondol-ondol atau gawang segitiga terbuat dari kayu atau bambu, terdiri dari dua buah kaki) yang sama panjang (A = B = 2 m), sebuah palang penyangga (C = 1 m), benang (D), dan pemberat (ondol-ondol, E), Pada bagian tengah palang diberi tanda untuk menentukan bahwa kedua ujung kaki ondol-ondol terletak pada posisi yang sama tinggi. Untuk mempermudah melakukan pengukuran pada palang penyangga (C) dapat dipasang waterpas sebagai pengganti ondol-ondol.

Cara mengerjakan : (1) siapkan ondol-ondol; (2) tentukan puncak bukit awal, misal titik A; (3) tentukan titik B pada bagian lereng yang lebih rendah sesuai dengan beda tinggi (interval vertical = IV) yang diinginkan, maksimal 1,5 m. Gunakan slang plastik berisi air, jika titik A = 0 cm maka ketinggian muka air dalam slang plastik pada titik B = 150 cm. Ukur jarak dari A ke B (interval horizontal, IH); (4) untuk menentukan IH dapat dihitung dengan rumus berikut: IH = IV/S x 100, dimana IH = Interval Horizontal (m), IV = interval vertikal (m), , dan S = kemiringan lahan asal (%); (5) letakkan kaki ondol-ondol pada titik B sedang kaki lainnya digerakkan ke atas atau ke bawah sedemikan rupa sehingga tali bandul persis pada titik tengah palang yang sudah ditandai. Titik yang baru ini, misalnya titik B1, adalah titik yang sama tinggi dengan titik B; (6) dari titik B1 tentukan titik B2 dengan cara yang sama dengan tahap 5, demikian seterusnya sehingga diperoleh sejumlah titik pada lahan yang akan ditentukan garis konturnya; (7) tandai titik tersebut dengan patok kayu atau bamboo; (8) titik yang ditandai kayu dihubungkan dengan tali rafia/plastic sehingga membentuk garis yang sama tinggi. Jika garisnya patahpatah, hilangkan sudut-sudutnya dengan menggeser patok ke atas atau ke bawah sehingga terbentuk garis sabuk gunung yang bagus; dan (9) garis yang terbentuk tersebut adalah garis sabuk gunung pertama. Lanjutkan pekerjaan yang sama untuk membuat garis kontur kedua pada titik C dan seterusnya dengan beda tinggi maksimal 1,5 m. Pada garis kontur tersebut dapat dibuat teras gulud, teras bangku, strip rumput atau pun pertanaman lorong.

Gulud (contour ridges/ridges terrace)
Teras gulud adalah guludan yang dilengkapi dengan rumput penguat dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras gulud dapat difungsikan sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan dari permukaan bidang olah. Aliran permukaan diresapkan ke dalam tanah di dalam saluran air sedangkan air yang tidak meresap dialirkan ke Saluran Pembuangan Air (SPA).
Pembuatan teras gulud aplikasinya cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga digunakan pada kemiringan 40-60%, namun kurang efektif, dan dapat dibuat pada tanah-tanah agak dangkal (> 20 cm), tetapi mampu meresapkan air dengan cepat.

Cara pembuatan dan pemeliharaan teras gulud adalah sebagai berikut : (1) buat garis kontur sesuai dengan interval tegak (IV = interval vertical) yang diinginkan.• Pembuatan guludan dimulai dari lereng atas dan berlanjut ke bagian bawahnya, (2) teras gulud dan saluran airnya dibuat membentuk sudut 0,1- 0,5% dengan garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan air, (3) saluran air digali dan tanah hasil galian ditimbun di bagian bawah lereng dijadikan guludan, (4) tanami guludan dengan rumput penguat seperti Paspalum notatum, bebe (Brachiaria brizanta), bede (Brachiaria decumbens), atau akarwangi (Vetiveria zizanioides) agar guludan tidak mudah rusak, dan (5) diperlukan SPA yang diperkuat rumput Paspalum notatum agar aman. Lereng atas Lereng bawah.

Teras Bangku (bench terrace)
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi suatu deretan berbentuk tangga. Ada 3 jenis teras bangku : datar, miring ke luar, miring ke dalam, dan teras irigasi (lihat gambar). Teras bangku datar adalah teras bangku yang bidang olahnya datar (membentuk sudut 0o dengan bidang horizontal). Teras bangku miring ke luar adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah lereng asli, namun kemiringannya sudah berkurang dari kemiringan lereng asli. Teras bangku miring ke dalam (gulir kampak) adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah yang berlawanan dengan lereng asli. Air aliran permukaan dari setiap bidang olah mengalir dari bibir teras ke saluran teras dan terus ke SPA sehingga hampir tidak pernah terjadi pengiriman air aliran permukaan dari satu teras ke teras yang di bawahnya. Teras bangku gulir kampak memerlukan biaya yang mahal karena lebih banyak penggalian bidang olah. Selain itu bagian bidang olah di sekitar saluran teras merupakan bagian yang kurang/tidak subur karena merupakan bagian lapisan tanah bawah (subsoil) yang tersingkap di permukaan tanah. Namun jika dibuat dengan benar, teras bangku gulir kampak sangat efektif mengurangi erosi. Teras irigasi biasanya diterapkan pada lahan sawah, karena terdapat tanggul penahan air.

Persyaratan pembuatan teras bangku adalah : (a) tanah mempunyai solum dalam dan kemiringan 10-60%. Solum tanah > 90 cm untuk lereng 60% dan >40 cm kalau lereng 10%; (b) tanah stabil, tidak mudah longsor; (c) tanah tidak mengandung bahan beracun seperti aluminium dan besi dengan konsentrasi tinggi. Tanah Oxisols, Ultisols, dan sebagian Inceptisols yang berwarna merah atau kuning (podsolik merah kuning) biasanya mengandung aluminium dan atau besi tinggi; (d) ketersediaan tenaga kerja cukup untuk pembuatan dan pemeliharaan teras; (e) memerlukan kerjasama antar petani yang memiliki lahan di sepanjang SPA.

Cara pembuatan teras bangku adalah sebagai berikut : (1) pembuatan teras dimulai dari bagian atas dan terus ke bagian bawah lahan untuk menghindarkan kerusakan teras yang sedang dibuat oleh air aliran permukaan bila terjadi hujan; (2) tanah bagian atas digali dan ditimbun ke bagian lereng bawah sehingga terbentuk bidang olah baru. Tampingan teras dibuat miring; membentuk sudut 200% dengan bidang horizontal. Kalau tanah stabil tampingan teras bisa dibuat lebih curam (sampai 300%); (3) kemiringan bidang olah berkisar antara 0% sampai 3% mengarah ke saluran teras; (4) bibir teras dan bidang tampingan teras ditanami rumput atau legum pakan ternak. Contohnya adalah rumput Paspalum notatum,Brachiaria brizanta, Brachiaria decumbens, atau Vetiveria zizanioides dll. Sedangkan contoh legum pohon adalah Gliricidia,Lamtoro (untuk tanah yang pH-nya >6), turi, stylo, dll; (5) sebagai kelengkapan teras perlu dibuat saluran teras, saluran pengelak, saluran pembuangan air serta terjunan. Ukuran saluran teras : lebar 15-25 cm, dalam 20-25 cm; (6) untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi, pembuatan rorak bisa dilakukan dalam saluran teras atau saluran pengelak; (7) kalau tidak ada tempat untuk membuat SPA, bisa dibuat teras bangku miring ke dalam; dan (8) perlu mengarahkan air aliran permukaan ke SPA yang ditanami rumput Paspalum notatum dan bangunan terjunan air.

Pemeliharaan saluran teras meliputi, memindahkan/mengeluarkan sedimen dari dalam saluran dan dari rorak ke bidang olah, menyulam tanaman tampingan dan bibir teras yang mati, memangkas rumput yang tumbuh pada saluran, tampingan dan bibir teras untuk dijadikan pakan ternak.

Teras Kridit (gradual terrace)
Teras jenis ini akan diaplikasikan pada tempat yang memiliki kemiringan lahan 5-40% dan pada tanah yang bersifat kurang dapat menyerap air. Dinamakan dengan teras kridit karena diharapkan lama-kelamaan teras ini akan berubah bentuknya menjadi teras bangku oleh karena tertahannya partikel tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam secara rapat seperti tanaman pagar atau strip rumput yang ditanam searah kontur (partial weeding), proses pembentukan teras dapat dipercepat melalui pengolahan tanah yang dilakukan dengan menarik tanah kearah lereng bagian bawah. Teras kridit akan diaplikasikan pada : kemiringan lahan 5-40%; struktur tanah remah dan permeabilitas tinggi; kedalaman lapisan tanah 40 cm; dan tidak pada tanah yang rawan longsor.

Rorak (catch ditch/sedimen trap)
Rorak merupakan tempat/lubang penampungan atau peresapan air, dibuat dibidang olah atau saluran peresapan. Pembuatan rorak ditujukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan penampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering berfungsi sebagai pemanenan air pada aliran permukaan. Dimensi rorak 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar 400-500 cm. Panjang rorak di buat sejalan kontur atau memotong lereng, jarak kesamping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar antara 100-150 cm. Sedangkan jarak horisontal berkisar antara 20 m pada lereng yang curam.

Pemeliharaan rorak harus rutin dilakukan khususnya apabila rorak telah penuh terisi sedimen atau bahan-bahan lainnya yang masuk ke dalam rorak, pemeliharaan rorak dapat dilakukan dengan menggali rorak. Rorak dapat dikombinasikan dengan mulsa vertikal, teknik ini merupakan cara pemanenan air yang tergolong efektif khususnya pada lahan agak curam (10-25%). Rorak mampu memelihara lengas tanah dan bertujuan untuk pengendalian erosi dan aliran permukaan, rorak juga merupakan metode pemanenan air.

Saluran Drainase
Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk mencegah genangan dan mengalirkan aliran permukaan sehingga air mengalir dengan kekuatan tidak merusak tanah, tanaman dan bangunan konservasi tanah lainnya. Bentuk saluran drainase permukaan yang akan dibuat adalah : saluran pengelak, saluran teras, pembuangan air dan bangunan terjun.

Saluran pengelak; Saluran pengelak adalah saluran yang dibuat hampir searah garis kontur, berfungsi untuk mencegah masuknya aliran permukaan di bidang olah lahan kering di lereng bagian atas teras. Ukuran saluran pengelak ditentukan oleh jumlah aliran permukaan yang dialirkan. Saluran pengelak dibuat memotong lereng dengan sedikit membentuk sudut (0,1-0,5%) dengan garis kontur.

Saluran teras; Saluran teras dibuat agar air yang mengalir dari bidang olah dapat dialirkan secara aman ke saluran pembuangan air. Agar aman untuk menyalurkan air, sebaiknya saluran teras diperkuat oleh tanaman rumput.

Saluran pembuangan; Saluran pembuangan air (SPA) merupakan drainase yang dibuat untuk mengalirkan air dari saluran pengelak dan/atau saluran teras ke pembuangan air. SPA dibuat searah lereng atau berdasarkan cekungan alami.

Bangunan terjun; Bangunan terjun dibuat pada lahan yang kemiringannya >15% untuk melengkapi SPA. Bangunan terjun dapat dibuat dari susunan batu atau bambu atau bahan lainnya, bangunan terjun pada SPA berfungsi untuk mengurangi kecepatan aliran air.

Deskripsi Metode Vegetatif
Beberapa teknik konservasi tanah dan air yang mampu mengendalikan erosi dapat ditempuh melalui cara vegetatif seperti pertanaman lorong (alley cropping), silvipastura, dan pemberian mulsa.

Pertanaman Lorong
Pertanaman lorong (alley cropping) adalah sistem bercocok tanam dan konservasi tanah dimana barisan tanaman perdu leguminosa ditanam rapat (jarak 10-25 cm) menurut garis kontur (nyabuk gunung) sebagai tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong di antara tanaman pagar. Menerapkan pertanaman lorong pada lahan miring biayanya jauh lebih murah dibandingkan membuat teras bangku, tapi efektif menahan erosi. Setelah 3-4 tahun sejak tanaman pagar tumbuh akan terbentuk teras. Terbentukannya teras secara alami dan berangsur sehingga sering disebut teras kredit.

Teknis pembuatan dan pemeliharaan pertanaman lorong adalah : (1) jarak antara barisan tanaman pagar ditentukan oleh kemiringan lahan dan kemampuan tanaman pagar menyediakan bahan organik. Aturan yang umum digunakan adalah dengan memilih IV sekitar 1-1,5 m tetapi untuk kemiringan lahan 3-10%, IV diatur dengan jarak antara 0,3-1,0 m (jarak antar baris tanaman pagar tidak lebih dari 10 m). Hal ini dimaksudkan agar bahan organic yang disumbangkan tanaman pagar cukup banyak jumlahnya; (2) biasanya pada lereng bawah dari tanaman pagar yang berbentuk perdu, ditanami rumput yang tahan naungan. Penanaman rumput sejajar dengan barisan tanaman perdu dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas menahan erosi karena jika hanya perdu, masih sering terjadi erosi; (3) tanaman pagar dipangkas secara berkala (terutama bila tanaman pagar mulai menaungi tanaman pokok) dan bahan hijauannya digunakan sebagai mulsa atau pakan ternak. Apabila bahan hijauan digunakan untuk pakan ternak maka pupuk kandang yang dihasilkan dikembalikan untuk memupuk tanaman pokok agar kesuburan lahan dapat dipertahankan.

Persyaratan tanaman untuk digunakan sebagai tanaman pagar adalah; (1) dapat tumbuh dengan cepat dan apabila dipangkas secara berkala dapat cepat bertunas kembali, (2) menghasilkan banyak bahan hijauan, (3) dapat menambat nitrogen dari udara (jenis leguminosa) sehingga baik untuk pupuk hijau, (4) tingkat persaingan terhadap unsur hara dan air dengan tanaman pokok relatif rendah, (5) memiliki perakaran vertikal yang kuat dan dalam. Tanaman pagar yang mempuyai penyebaran akar lateral (menyebar pada lapisan permukaan tanah) akan sangat menyaingi tanaman pokok, (6) tidak bersifat alelopatik (mengeluarkan zat racun) terhadap tanaman pokok tetapi akan sangat ideal apabila tanaman pagar bersifat alelopatik terhadap hama dan gulma, dan (7) Supaya mudah diterima petani, sebaiknya tanaman pagar mempunyai manfaat ganda yaitu disamping sebagai penahan erosi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak, menghasilkan buah atau untuk kayu bakar.

Silvipastura
Sistem silvipastura sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll. Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal diIndonesia antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.

Persyaratan penerapan sistem silvipastura adalah (a) untuk lereng agak curam dan curam, dan (b) pemilihan jenis tanaman disesuaikan dengan keinginan petani. Jika tidak, akan mematikan motivasi petani menanam dan memelihara tanaman sampai menghasilkan.

Strip Rumput
Strip rumput, hampir sama dengan sistem pertanaman lorong, dibuat mengikuti kontur (sabuk gunung) dan lebar strip 0,5 m atau lebih, dimaksudkan untuk mengurangi erosi dan penyedia pakan ternak. Persaratan aplikasi strip rumput adalah; (1) terutama bagi rumah tangga yang memiliki ternak ruminansia, (2) cocok untuk daerah beriklim kering maupun daerah beriklim basah, (3) jenis rumput yang digunakan mempunyai penyebaran perakaran vertikal yang dalam sehingga daya saingnya terhadap tanaman utama menjadi rendah, (4) jenis rumput yang tahan naungan dan kekeringan, (5) mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada tanah yang tidak subur, dan (6) sangat baik jika memberikan efek alelopati terhadap hama. Contohnya, aroma yang dihasilkan vetiver dapat mengusir tikus.

Cara penanaman dan pemeliharaan strip rumput adalah; (a) rumput ditanam menurut kontur terdiri dari 3 barisan rumput atau lebih dengan jarak antara barisan 20 cm, (b) lebar strip rumput 0,5 m atau lebih, (c) jarak antara strip rumput tergantung IV yang diinginkan dan HI bervariasi dari 2,5 m untuk kemiringan 60% sampai 40 m untuk kemiringan 5%, dan (d) jika ditanam dari biji memerlukan tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan dengan dari stek/tunas hidup/bonggol.

Pemberian Bahan Mulsa
Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Bahan organik yang dapat dijadikan mulsa dapat berasal dari sisa tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari sistem pertanaman lorong, hasil pangkasan tanaman penutup tanah atau didatangkan dari luar lahan pertanian.
Fungsi lain mulsa adalah : (1) jika sudah melapuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air sehingga air lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman, dan memperkuat agregat tanah; (2) mengurangi kecepatan serta daya kikis aliran permukaan; (3) mengurangi evaporasi, memperkecil fluktuasi suhu tanah, meningkatkan jumlah pori aerasi sebagai akibat meningkatnya kegiatan jasad hidup di dalam tanah dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah; (4) menyediakan sebagian zat hara bagi tanaman; (5) dianjurkan menggunakan 6 ton mulsa/ha/tahun atau lebih. Bahan mulsa yang paling mudah didapatkan adalah sisa tanaman; (6) mulsa diberikan dengan jalan menyebarkan bahan organik secara merata di permukaan tanah; (7) bahan mulsa yang baik adalah bahan yang sukar melapuk seperti jerami padi dan batang jagung; dan (8) mulsa dapat juga diberikan ke dalam lubang yang dibuat khusus dan disebut sebagai mulsa vertikal.

Penutup

Dalam penyusunan desain sederhana didasarkan atas hasil survey lapangan dan pengumpulan data/informasi kondisi eksisiting lokasi konservasi yang dilakukan secara partisipatif sehingga nantinya akan dijadikan acuan dan informasi kemajuan dan kelambatan progress pelaksanaan pekerjaan, selain itu juga sebagai media monitoring sehingga pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan secara konstruktif dan sistematis. Model-model partisipatif yang dapat dikembangkan adalah metode transeck pada PRA dan participatory teknology development (PTD). Hasil SID tersebut selanjutnya dapat dijadikan sebagai dokumen rencana konservasi desa (RKD). (amaqseruni, 24 Maret 2016)

REKLAMASI LAHAN UNTUK PERKEBUNAN DI DESA AIK BUAL KECAMATAN KOPANG KABUPATEN LOMBOK TENGAH

Latar Belakang

sasaqgagah – Sebagian besar lahan pertanian intensif di perdesaan telah mengalami degradasi kualitas kesuburannya. Degradasi kualitas kesuburan lahan adalah suatu proses kemunduran produktivitas lahan menjadi lebih rendah, baik sementara maupun tetap, sehingga pada akhirnya lahan tersebut dapat menuju ketingkat kekeritisan tertentu. Degradasi yang terjadi pada lahan sawah atau kebun dapat terjadi karena penggunaaan lahan sebagai tempat pembuatan bahan bangunan, yaitu batu bata, genteng dan penambangan material tanah atau pasir yang menggunakan bahan baku berupa lapisan tanah atas (top soil). Akibatnya permukaan lahan sawah menjadi cekungan-cekungan yang tidak subur dan sangat rendah produktivitasnya. Lahan eks industri tersebut dapat diupayakan kembali menjadi lahan subur dengan menggunakan teknologi reklamasi.

Reklamasi lahan adalah suatu upaya pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kualitas kesuburan lahan pertanian melalui penerapan teknologi dan pemberdayaan masyarakat petani. Lahan Kegiatan reklamasi lahan meliputi beberapa kegiatan antara lain adalah reklamasi lahan pertanian pasca tambang dan industri.

Dalam proses perencanaan data dan informasi mengenai aspek sarana dan prasarana, kondisi dan karakteristik eksternal dan internal adalah merupakan data utama : (a) Maksudnya detail desain sebagai acuan utama dari proses awal penyiapan lahan hingga pelaksanaan yang dilandasi atas perhitungan-perhitungan dan analisa data lapangan, dan (b) Tujuannya akan memberi arahan dan panduan pelaksanaan atas dasar kaidah-kaidah teknis yang baku, terarah dan terkendali.

Pengumpulan Data Lapangan

Pengumpulan data lapangan akan digunakan sebagai dasar layak tidaknya untuk kegiatan tersebut, data yang masuk akan dianalisis mulai dari sosialisasi kesiapan masyarakat, data lahan dan kegiatan kesiapan kelompok sasaran program. Teknik pengumpulan data meliputi pengumpulan data sekunder dari instansi terkait dan data primer dari hasil lapangan melalui pengukuran dan observasi.

Data yang diperlukan meliputi : (1) data fisik lapangan meliputi peta lokasi, fisik tanah, curah hujan, tinggi tempat, topografi lahan yang dicadangkan, (2) data sosial ekonomi meliputi data kelompok, jumlah anggota, mata pencaharian, dan (3) data tata guna lahan meliputi jumlah kepemilikan (SKPT) dan status lahan.
Kondisi Agroekosistem Desa Aik Bual

Luas wilayah Desa Bual Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah 5 km2, 1,5% dari luas wilayah Kecamatan Kopang, jarak dengan ibukota kabupaten dengan Desa Bual 32 km. Kondisi jalan tanah dengan medan berat, topografi bergelombang, infrastruktur jalan penghubung dari desa ke dusun sangat minim. Apabila wilayah ini dijadikan sentra pengembangan cokelat sangat diperlukan pembangunan sarana produksi.

Kedaan geografis. Desa Bual adalah satu dari 316 desa yang ada di Kabupaten Lombok Tengah dan berada dibagian utara dengan luas wilayah 1500 hektar. Desa yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari perkebunan dan hutan ini memiliki batas-batas sebelah utara HKm dan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), sebelah timur desa Perian dan desa Jenggik Utara Kabupaten Lombok Timur, sebelah selatan desa Wajegeseng, dan sebelah barat desa Setiling. Tinjauan geografis jangkauan antar wilayah administrasi desa, secara rata-rata jarak jangkauan antar desa adalah 4-5 km, jarak dengan ibu kota kecamatan Kopang 20 km dan jarak dengan ibukota kabupaten 30 km.

Keadaan tofografi, Berdasarkan keadaan topografinya merupakan daerah dataran tinggi yan terbentang sepanjang kaki Gunung Rinjani. Selaian memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang prospektif juga menyimpan aset pariwisata terutama pariwisata alam pegunungan yang dapat dikembangkan untuk menarik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Maka hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah peningkatan fasilitas sarana dan prasarana terutama sarana transportasi, irigasi, serta telekomunikasi agar keuntungan ekonomi dibidang perkebunan berdampak pada percepatan proses transformasi ekonomi maupun sosial budaya di wilayah ini.

Wilayah Desa Bual berada dibagian tengah pulau Lombok yang memisahkan jakur pegunungan vulkanik disebelah utara dan jalur perbukitan di sebelah selatan ditempati oleh sebuah jalur daratan yang membentang dari pantai barat sampai pantai timur. Beberapa sungai berhulu di wilayah ini seperti kali Prian dan kali Bual yang airnya tersedia sepanjang musim dengan mata air yang bersumber dari Taman Nasional Gunung Rinjani.

Iklim dan curah hujan, Wilayah ini memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang kering pada bulan April – Oktober. Musim hujan mulai sekitar bukan Oktober/Nopember sampai dengan bulan April dengan curah hujan pada bulan-bulan tersebut rata-rata diatas 100 mm, dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yang mencapai 382 mm, Sedangkan pada bulan Mei sampai September curah hujan rata-rata di bawah 100 mm bahkan dibawah 50 mm dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei yakni sebesar 1,9 mm. Hari hujan terbanyak terjadi pada bulan Desember yakni selama 21,3 hari dan hari hujan terkecil pada bulan Mei selama 0,2 hari.

Untuk memenuhi kebutuhan air, baik untuk keperluan air bersih maupun keperluan pertanian banyak terdapat sumber mata air di wilayah Desa Bual dengan cadangan debit air yang cukup memadai dan bahkan dapat digunakan untuk mensuplay kebutuhan air bersih untuk daerah perkotaan.

Kondisi hidrogeologi, memberikan gambaran tentang komposisi litologi dan kelulusannya. Sifat-sifat akuifer dipengaruhi oleh jenis litologi, ketebalan, pe nyebarn dan posisinya. Berdasarkan komposisi litologinya, maka kandungan air tanah di wilayah ini berada pada akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir satuan akuifer produktif sedang. Susunan litologi berupa batuan gunung api tak terpisahkan campuran dari bahan-bahan gunung api lepas dan padu terdiri dari lava, breksi dan tufa dengan kelulusan rendah sampai sedang. Wilayah ini terdiri dari susunan litologi batuan pada daerah ini didominasi oleh breksi lava dan breksi gampingan dengan kelulusan rendah sampai sedang.

Jenis tanah, tanah yang terdapat di wilayah ini adalah jenis tanaj ultisol, tersusun dari bahan induk penyusun tanah berasal dari material vulkanik (breksi, batuan beku instrusi atau tuff). Jenis tanah ultisol telah berkembang atau mengalami deferensiasi horizon, solum tanah dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat, merah hingga kuning.

Tipologi penggunaan lahan, Penggunaan lahan erat kaitannya dengan perkembangan dan dinamika penduduk, Perkembangan sosial ekonomi masyarakat memperkuat desakan terhadap pemanfaatan lahan ini. Sehingga yang dilakukan adalah pengendalian pola penggunaan lahan/tanah secara konsisten dalam rangka penciptaan keserasian penggunaan tanah dengan lingkungan sesuai dengan fungsi kawasan yang direncanakan berdasarkan rencana tata ruang wilayah.

Penggunaan lahan di Desa Bual terbagi dalam beberapa kategori tipologi penggunaan meliputi; (1) lahan sawah 35%; (2) lahan kering 60% (yaitu pekarangan, tegalan/kebun, hutan rakyat, hutan negara, dan lain-lain; (3) lahan lain-lain 5% (yaitu kolam dan tambak).

Pertanian dan perkebunan. Karena kondisi tanah yang subur dan sumber air yang tersedia maka sebagian besar penduduk di Desa Bual mengandalkan pertanian dan perkebunan sebagai sumber penghasilan utamanya. Barometer yang seringkali dipakai untuk mewakili kondisi sektor pertanian secara umum adalah sektor tanaman pangan. Jenis tanaman tersebut yang banyak diusahakan oleh penduduk adalah padi, singkong/ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan kacang tanah. Sedangkan jenis tanaman perkebunan yang banyak ditanam adalah Pisang, Durian, Melinjo, Kopi dan Kakao.

Sektor perkebunan juga turut memberikan konstribusi yang cukup berarti bagi perekonomian masyarakat. Potensi yang dimiliki pada sektor perkebunan jauh lebih banyak dengan jenis yang lebih beragam. Bahkan beberapa diantaranya merupakan potensi unggulan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, dan dalam pengelolaannya dapat menciptakan lapangan kerja dalam jumlah yang besar. Bila digarap dengan lebih serius dan profesional maka potensi-potensi unggulan yang ada tadi perannya tidak saja hanya sebatas pada peningkatan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di sektor pertanian semata, tapi akan mampu memberikan miltiflier efek bagio sektor lainnya seperti industri, perdagangan dan lain-lain yang dengan sendirinya akan memberikan nilai tambah yang tidak kecil bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan penyerapan lapangan pekerjaan di perdesaan.

Peternakan. Peternakan tidak dapat dipisahkan dari pertanian sehingga sejalan dengan produksi pertanian dan perkebunannya. Desa Bual juga mengembangkan produk peternakannya. Beberapa produk utamanya adalah Sapi, Kambing dan Ayam. Walaupun belum dapat memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi perekonomian masyarakat, namun potensi yang ada pada sektor peternakan ini perlu digali dan dikembangkan. Dilihat dari keseluruhan jenis populasi ternak keadaan jumlah ternak yang ada yaitu Sapi 110 ekor, Kambing 240 ekor, dan Ayam 4500 ekor.

Penilaian Kelayakan Lokasi

Dari hasil investigasi jumlah petani yang akan terlibat dalam kegiatan reklamasi sebanyak 50 orang petani, pada umumnya kepemilikan lahan terkonsentrasi pada satu hamparan atau blok lahan dan sebagian petani masuk dalam kelompok-kelompok yang terbagi dalam wilayah kerja hamparan dengan gambaran sebagai berikut : (1) domisili petani jelas pada wilayah desa/dusun yang menjadi sasaran kegiatan, (2) pada umumnya petani mempunyai lahan masing-masing, (3) rata-rata petani mempunyai anggota keluarga berjumlah 4 – 5 orang, (4) rata-rata penghasilan rendah dan tergolong petani tidak mampu, (5) berpendidikan rata-rata Sekolah Dasar atau tidak tamat Sekolah Dasar, (6) kemampuan melaksanakan teknologi perkebunan masih rendah, (7) mata pencaharian sangat tergantung pada tanaman perkebunan yang ditanam secara tradisional atau diusahakan secara turun temurun, dan (8) daftar calon petani terlampir pada laporan ini.

Ketinggian tempat di Desa Bual Kecamatan Kopang Kabupaten Lombok Tengah antara 110 mdpl, suhu udara 23˚C dengan curah hujan rata-rata pertahun 133 mm. Wilayah ini mempunyai curah hujan yang cukup merata sepanjang tahun dan musim kemarau terjadi pada bulan Juli – Oktober atau selama 4 bulan.

Hasil survey pada umumnya calon lahan merupakan bekas lokasi pembuatan batu bata dan kebun rakyat yang ditumbuhi berbagai aneka tanaman perkebunan berupa pohon Dadap, Pisang, Bambu, Melinjo, Mangga,dll. Kedalaman solum tanah rata-rata 2 meter, bagian bawahnya terdiri dari batuan yang tidak kompak memungkinkan ditembus oleh akar tanaman.

Pada umumnya calon lahan landai sampai bergelombang dengan rata-rata kemiringan 20% – 30%, mengingat kemiringan lahan tersebut perlu adanya konservasi dengan pembuatan guludan dengan tata tanaman mengikuti kontur lahan untuk mencegah erosi dan dibuat rorak untuk mengendalikan laju air permukaan dan menyimpan air untuk tanaman.

Calon lahan merupakan kesatuan hamparan yang cukup masuk dalam wilayah administrasi Dusun Talun Ambon Desa Bual. Lahan yang dilakukan pengukuran terkonsentrasi pada lahan milik kelompok tani Urip Rinjani seluas 100 hektar, tetapi tidak menutup kemungkinan apabila pada tahun mendatang ada kegiatan perluasan areal di Tahun 2012 ploting lahan akan diarahkan pada dusun-dusun sekitarnya yang masih dalam wilayah administratif Desa Bual.

Secara umum calon lahan yang telah di SID memenuhi keriteria untuk dijadikan lokasi reklamasi karena calon lahan merupakan bekas pembuatan industri batu bata, telah mengalami degradasi lahan berupa terkikisnya lapisan soil tanah oleh aliran permukaan mempunyai kemiringan di tidak lebih dari 20% – 30%.

Desain Reklamasi Lahan Kebun

Dari hasil Survey Investigasi dan Desain disarankan desain kebun mengikuti petunjuk teknis sebagai berikut : (1) Komoditi yang ditanaman adalah tanaman Kakao klonal plagiotrop dari klon unggul DR 1, DR 2, DR 3B, DRC 16 (kakao mulia), GC 7, ICS 13, ICS 60, TSH 858, UIT 1, RCC 70, RCC 71, RCC 72, RCC 73 (kakao lindak), KW 109, KW 38, KW 40, KEE 2, dan KW 215; (2) Benih Kakao disarankan menggunakan Hibrida F1 Unggul antara lain : DR 1 x Sca 6/Sca 12; GC 7 x Sca 6/Sca 12; ICS 13 x Sca 6/Sca 12; ICS 60 x Sca 6/Sca 12; TSH 858 x Sca 6/Sca 12; UIT 1 x Sca 6/Sca 12; (3) Jarak tanam Kakao 4 m x 2 m atau 3 m x 3 m, untuk bahan tanam plagiotrop lebih baik menggunakan jarak tanam 2 m x 4 m; (4) Naungan menggunakan naungan sementara Moghania macrophylla atau Pisang Penaung tetap menggunakan Sengon atau Dadap sebab tanaman tersebut cepat pertumbuhannya di wilayah tersebut; (5) Jarak tanam naungan 3 m x 6 m ditanam di tengah antara barisan Kakao; (6) Populasi tanaman naungan 600 pohon per hektar; (7) Teknik pembukaan kebun dengan cara Land Clearing yaitu menebang pohon yang tidak bermanfaat, mencincang, mengumpulkan di satu tempat dan dilarang melakukan pembakaran; dan (8) Penyediaan bibit, penyemaian bibit, penanaman dan perawatan akan dibuatkan petunjuk teknis lebih khusus;

Desain Pengembangan Irigasi Air Permukaan

Pengembangan irigasi air permukaan pada prinsipnya memanfaatkan potensi sumber air permukaan (mata air, sungai) untuk kebutuhan pengairan lahan dan kebutuhan minum ternak untuk memanfaatkan potensi sumber air, guna mengairi tanaman perlu dibangun jaringan irigasi dalam bentuk jaringan pipa (jaringan tertutup) dan jaringan terbuka dengan pembangunan saluran pasangan batu atau beton mengalirkan air dengan sistem grafitasi atau dengan mesin pompa air dan kelengkapan lainnya yang dibutuhkan petani setempat sesuai dengan biaya yang tersedia atau bersama dengan swadaya masyarakat penerima bantuan ini.

Desain Perlakukan Fisik Lahan

Reklamasi lahan secara sipil teknis adalah usaha – usaha pengawetan tanah untuk mengembalikan lapisan soil tanah yang banyak hilang pada lahan pertanian akibat dari degradasi lahan baik oleh karena erosivitas maupun diambil untuk kebutuhan bahan baku industri bangunan.

Pembuatan Guludan (contour ridges). Guludan dilengkapi dengan rumput penguat dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Guludan dapat difungsikan sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan dari permukaan bidang olah. Aliran permukaan diresapkan ke dalam tanah di dalam saluran air sedangkan air yang tidak meresap dialirkan ke Saluran Pembuangan Air (SPA). Persyaratan; (a) cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga digunakan pada kemiringan 40-60%, namun kurang efektif, dan (b) dapat dibuat pada tanah-tanah agak dangkal (> 20 cm), tetapi mampu meresapkan air dengan cepat. Pembuatan dan pemeliharaan; (a) buat garis kontur sesuai dengan interval tegak (IV = interval vertical) yang diinginkan, (b) pembuatan guludan dimulai dari lereng atas dan berlanjut ke bagian bawahnya, (c) teras gulud dan saluran airnya dibuat membentuk sudut 0,1- 0,5% dengan garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan air, (d) saluran air digali dan tanah hasil galian ditimbun di bagian bawah lereng dijadikan guludan, (e) tanami guludan dengan rumput penguat seperti Paspalum notatum, bebe (Brachiaria brizanta), bede (Brachiaria decumbens), atau akarwangi (Vetiveria zizanioides) agar guludan tidak mudah rusak, dan (f) diperlukan SPA yang diperkuat rumput Paspalum notatum agar aman. Lereng atas Lereng bawah

Pembuatan Rorak (catch ditch/sedimen trap). Rorak merupakan tempat/lubang penampungan atau peresapan air, dibuat dibidang olah atau saluran peresapan. Pembuatan rorak ditujukan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan penampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering berfungsi sebagai pemanenan air pada aliran permukaan. Dimensi rorak 60 cm, lebar 50 cm dengan panjang sekitar 400-500 cm. Panjang rorak di buat sejalan kontur atau memotong lereng, jarak kesamping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar antara 100-150 cm. Sedangkan jarak horisontal berkisar antara 20 m pada lereng yang curam. Pemeliharaan rorak harus rutin dilakukan khususnya apabila rorak telah penuh terisi sedimen atau bahan-bahan lainnya yang masuk ke dalam rorak, pemeliharaan rorak dapat dilakukan dengan menggali rorak. Rorak dapat dikombinasikan dengan mulsa vertikal, teknik ini merupakan cara pemanenan air yang tergolong efektif khususnya pada lahan agak curam (10-25%). Rorak mampu memelihara lengas tanah dan bertujuan untuk pengendalian erosi dan aliran permukaan, rorak juga merupakan metode pemanenan air.

Pembuatan Saluran Drainase. Pembuatan saluran drainase bertujuan untuk mencegah genangan dan mengalirkan aliran permukaan sehingga air mengalir dengan kekuatan tidak merusak tanah, tanaman dan bangunan konservasi tanah lainnya. Bentuk saluran drainase permukaan yang akan dibuat adalah : saluran pengelak, saluran teras, pembuangan air dan bangunan terjun. Saluran pengelak; Saluran pengelak adalah saluran yang dibuat hampir searah garis kontur, berfungsi untuk mencegah masuknya aliran permukaan di bidang olah lahan kering di lereng bagian atas teras. Ukuran saluran pengelak ditentukan oleh jumlah aliran permukaan yang dialirkan. Saluran pengelak dibuat memotong lereng dengan sedikit membentuk sudut (0,1-0,5%) dengan garis kontur. Saluran teras; Saluran teras dibuat agar air yang mengalir dari bidang olah dapat dialirkan secara aman ke saluran pembuangan air. Agar aman untuk menyalurkan air, sebaiknya saluran teras diperkuat oleh tanaman rumput. Saluran pembuangan; Saluran pembuangan air (SPA) merupakan drainase yang dibuat untuk mengalirkan air dari saluran pengelak dan/atau saluran teras ke pembuangan air. SPA dibuat searah lereng atau berdasarkan cekungan alami. Bangunan terjun; Bangunan terjun dibuat pada lahan yang kemiringannya >15% untuk melengkapi SPA. Bangunan terjun dapat dibuat dari susunan batu atau bambu atau bahan lainnya, bangunan terjun pada SPA berfungsi untuk mengurangi kecepatan aliran air.

Pembuatan Teras Individu. Teras individu adalah teras yang dibuat pada setiap individu tanaman tahunan. Pembuatan teras individu ditujukan untuk meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman tahunan. Fungsi lain juga untuk memfasilitasi pemeliharaan tanaman tahunan sehiungga tidak semua lahan terganggu oleh aktivitas pemeliharaan, pemberian pupuk, penyiangan, dan lain-lain. Pada bagian lahan dibiarkan tertutup oleh rumput dan atau leguminosa penutup tanah (legum cover crop), jajaran teras tidak perlu searah kontur tetapi menurut yang paling cocok untuk penanaman tanaman (misal arah timur barat untuk mendapatkan cahaya matahari maksimal). Ukuran teras 50 – 100 cm untuk panjang dan lebarnya serta 10 – 30 cm untuk kedalamnnya.

Pembuatan Bedengan. Bedengan dibuat untuk menciptakan media tumbuh yang baik bagi tanaman, bedengan dibuat dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi tanah maka bedengan dapat pula berfungsi untuk menanggulangi aliran permukaan dan erosi. Bedengan dibuat searah kontur dimaksudkan untuk memperbaiki drainase tanah dengan lebar minimal 2 meter dan tinggi bedengan 30 cm.

Mulsa Vertikal (Slot Mulch). Teknik budidaya yang telah diperkenalkan untuk lahan kering/kebun kadang-kadang masih belum efektif dalam hal pemanfaatan air hujan sebagai sumber air. Kelebihan air hujan yang belum terinfiltrasi seringkali masih dibiarkan terbuang melalui saluran batas bedengan dan/atau SPA pada guludan. Kelebihan air tersebut jika terkonsentrasi pada satu aliran berpotensi menggerus tanah. Untuk memaksimalkan peresapan air ke dalam tanah, dapat dilakukan dengan menambahkan sisa-sisa tanaman, serasah gulma, pangkasan tanaman penguat kedalam saluran teras, rorak atau kedalam lubang-lubang peresapan air.

Teras Kebun (Orchard Hillside Ditches). Teras Kebun (orchard hillside ditches) merupakan jenis teras yang dirancang untuk tanaman tahunan khususnya tanaman buah-buahan, teras dibuat dengan interval bervariasi menurut jarak tanam. Pembuatan teras bertujuan untuk; (1) mengefisiensi penerapan teknis reklamasi, (2) memfasilitasi pengelolaan lahan (land management fasility) diantaranya fasilitas jalan kebun, dan (3) penghematan tenaga kerja dalam pemiliharaan kebun.

Pemberian Material Organik (Kompos). Untuk mempercepat pengembalian unsur hara tanah yang telah mengalami degradasi maka lahan sebaiknya diberikan materila organik dengan dosis 4 -5 ton/ha. Material organik/kompos sebaiknya berasal dari bahan yang seimbang dengan perbandingan C/N Ratio 25/1. Material organik dapat juga diberikan bersamaan dengan pupuk N, P, dan K pada lubang tanam tanaman tahunan dan diberikan selama 2 kali setahun yaitu pada awal musim hujan dan pada awal musim kemarau. Dosis kompos yang diberikan 20 kg/pohon yang dimasukkan pada rorak – rorak yang telah dibuat di sela – sela pohon Kakao.

Desain Jalan Kebun

Pembangunan jalan kebun direncanakan untuk membuka akses ke lahan reklamasi yang akan dikembangkan menjadi perkebunan Kakao. Wilayah ini belum memiliki akses jalan yang akan digunakan untuk memudahkan pendistribusian agroinput dan pengangkutan hasil panen. Dengan dibangunnya jalan kebun akan diharapkan memperlancar aktivitas petani untuk memperluas tanamannya dengan bantuan dana swadaya masyarakat. Spesifikasi jalan kebun sebagai berikut : (a) Lebar badan jalan 2 meter, (b) Lebar saluran drainase 30 cm, (c) Dibuat badan jalan, (d) Pelapisan dengan tanah setempat, (e) Pemadatan dengan alat manual, dan (f) Pemasangan deker ditempat yang melewati saluran drainase.

Penutup

Lebih dari 80% produksi kopi berasal dari perkebunan rakyat yang nerupakan kumpulan dari kebun-kebun sempit milik petani. Basis usaha yang mereka miliki bersifat tradisional baik dari aspek pengelolaan kebun , pengolahan hasil maupun pemasaran. (Mulato & Widyotomo, 2008). Begitu juga dengan produksi kakao yang bergantung pada perkebunan rakyat. Potensi lahan untuk pengembangan kakao di Nusa Tenggara Barat tergolong luas, namun komoditi perkebunan ini masih belum banyak di budidayakan oleh masyarakat. Desa Aik Bual adalah salah satu desa di lereng gunung rinjani yang memiliki potensi untuk pengembangan komoditi kakao sehingga upaya penyusunan SID reklamasi lahan menjadi penting dan memberikan kontribusi yang besar bagi pengembangan kakao. Peran pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan komoditi kakao menjadi penting untuk ditingkatkan terutama dalam mengeluarkan regulasi perkebunan dan politik anggaran yang pro-petani. (amaqseruni, 24 maret 2016)

MELURUSKAN SEJARAH PEMBAN PEJANGGIK, Evolusi Kekuasaan Di Lombok

Bale Beleq Pejanggik yang diragukan keasliannya karena telah mengalami pemugaran, sekarang dijadikan sebagai musholla oleh masyarakat setempat

Bale Beleq Pejanggik yang diragukan keasliannya karena telah mengalami pemugaran, sekarang dijadikan sebagai musholla oleh masyarakat setempat

sasaqgagah – Menelusuri kembali keberadaan kerajaan Pejanggik saat ini amatlah sulit karena sangat minimnya bukti-bukti sejarah tentang keberadaan kerajaan Pejanggik. Saat ini yang menjadi rujukan dalam mengungkap keberadaan kerajaan pejanggik adalah babat Lombok dan babad Selaparang. Namun jika kita membaca kedua babad tersebut maka ada pertanyaan yang mendalam yang menjadi dasar bagi penulis untuk ingin mengungkap lebih jauh dan secara terang benderang membuka tabir sejarah pejanggik. Dari berbagai sumber mencatat bahwa kerajaan pejanggik didirikan oleh Deneq Mas Putra Pengendengan Segare Katon bersama putranya Deneq Mas Komala Dewa Sempopo dengan tahun yang belum diketahui pasti.

Kekuasaan pejanggik meliputi wilayah Kabupaten Lombok Tengah sekarang dan Lombok Timur bagian selatan. Pada masa pemerintahan Deneq Mas Meraje Sakti, pejanggik mencapai masa kejayaan dengan semakin melemahnya pengaruh Selaparang. Pada masa ini digambarkan dalam epos rakyat sasak pertanian dan peternakan mencapai kemajuan, begitu juga dengan kesusasteraan juga berkembang dengan baik yang menandakan masyarakat pejanggik pada saat itu telah melahirkan karya sastra besar seperti epos Mandalika, epos Cilinaye, dan Tari Topeng Amaq Abir. 

Pejanggik sendiri runtuh pada generasi ke VII masa pemerintahan Pemban Mas Meraje Kusuma tahun 1692 M. latar belakang runtuhnya pejanggik adalah konflik dalam negeri antara pemban pejanggik dengan patihnya Arya Banjar Getas. Arya Banjar Getas adalah tokoh misterius yang masih belum diketahui asal usulnya hanya saja dalam babad Selaparang disebut sebagai pemangku desa kecil bernama Perigi dalam wilayah kerajaan selaparang. Namun karena adanya intrik politik yang dimainkan oleh Arya Banjar Getas maka hubungan banjar getas dengan raja selaparang menjadi keruh dan puncaknya pada acara sawurpaksi.  Kepiawaian politik “Rerepek” yang dikembangkan Arya Banjar Getas menempatkannya sebagai patih di Pejanggik, dan lagi-lagi pejanggik terjerat dalam politik rerepek ini.

Yang menarik untuk disimak bahwa dalam bait  1067 dan 1068 babad Lombok  dan bait 1084 – 1093 menyebutkan bahwa sumber konflik antara Arya Banjar Getas dengan Pemban Pejanggik adalah masalah wanita, dimana pemban pejanggik digambarkan sebagai pemban yang bertabiat buruk dan merusak pagar ayu Deneq Bini Lala Junti yang tidak lain istri dari Arya Banjar Getas. Apa yang ditulis dalam babab Lombok ini barangkali perlu untuk ditelusuri dan direnungi kebenarannya. Karena menimbulkan persepsi dan citra negatif pemban pejanggik di kalangan generasi sekarang. Pertanyaannya adalah “apa iya seorang pemban aji pejanggik memiliki tabiat senista itu?” . Sebagai pemban dari wilayah yang cukup luas di pulau lombok sangat tipis kemungkinan akan  kebenaran dari babad tersebut, apalagi jika babad tersebut ditulis pada masa pemerintahan I Gusti Anglurah Made Karang (1705-1738 M). Konflik antara Arya Banjar Getas dengan Pemban Aji adalah murni konflik perebutan kekuasaan dan skenario dari invansi politik kerajaan Karangasem pada masa pemerintahan Tri Tunggal (1680-1705 M).

Pendapat ini didasari oleh sejarah asal usul dari Arya Banjar Getas sendiri yang tertulis dalam babad Gajah Para. Dalam babad Gajah Para ditulis bahwa Nirarya Getas masih keturunan dari Airlangga di kediri bersama dengan Gajah Mada melakukan penaklukan terhadap kerajaan Bedahulu (Bali Kuno). Pasca penaklukan Majapahit maka diangkatkan lah Sri Kresna Kepakisan masih merupakan keturunan Airlangga untuk memerintah di Bali pada usia yang masih muda dan menjadi raja Gelgel pertama (1352-1380 M). Nirarya getas sendiri bersama saudaranya diangkat menjadi patih Gelgel dan menetap di Toya Anyar (Karangasem), dan atas perintah dari Raja Gelgel Arya Banjar Getas menyerang Selaparang untuk selanjutnya menetap di Lombok. Dalam babak Karangasem ditulis bahwa Arya Getas memiliki 3 orang putra yaitu Arya Banjar Praya, Arya Warung Getas, dan Arya Mengedep We Anyar. Dari sumber ini kemungkinan besar Arya Banjar Getas seteru pemban pejanggik adalah Arya Banjar Praya anak dari Arya Getas. Dalam babad Gajah Para disebutkan bahwa sepeninggalnya Arya Getas ketiga anaknya memperebutkan daerah kekuasaan di Toya Anyar sehingga raja Gelgel Dhalem Di Made (1665-1686 M) memerintahkan kepada Arya Banjar Praya untuk mencari wilayah di Lombok karena lombok adalah daerah yang pernah ditaklukkan oleh Arya Getas ayahnya. Dan kemungkinan juga adiknya Arya Banjar Praya yaitu Arya Warung Getas di lombok disebut sebagai Arya Kerta Waksa.

Arya Kerta Waksa inilah duta yang diutus oleh Arya Banjar Getas untuk melakukan perundingan dengan Tri Tunggal Raja Karangasem ke-V dalam konspirasi menyerang Pejanggik. Alhasil terjadilah perjanjian Pasobhaya yang isinya adalah; (1) Lombok bagian timur akan dikuasai oleh Arya Banjar Getas dan sebagai vasal kerajaan Karangasem, (2) “Leluputan Sarin Tahun”, bahwa Karangasem tidak akan menarik pajak dalam bentuk apapun terhadap vasal kekuasaan Arya Banjar Getas, dan (3) Arya Banjar Getas beserta keturunannya tetap selalu setia kepada Karangasem.

Dari cacatan dalam babad Gajah Para dan babad Karangasem, Arya Getas dan keturunannya memiliki kepentingan politik yang kuat dan luas untuk menguasai Lombok (sasak) karena keturunan Arya Getas sudah tidak memiliki kekuasaan di Toya Anyar (Karengasem) karena wilayah Toya Anyar sudah dikuasai oleh keturunan Arya Gajah Para saudara Arya Getas sendiri. Arya Getas sebagai senopati Majapahit yang diperintah langsung oleh Mahapatih Gajah Mada maka bersama ribuan prajuti Majapahit dapat menaklukkan Selaparang dan Sumbawa dibawah kedaulatan Majahapit. Selanjutnya Majapahit menyerahkan lombok dan sumbawa di bawah kekuasaan Sri Kresna Kepakisan di Gelgel.

Dalam perjalanan sejarah keturunan Arya Getas yaitu Arya Banjar Praya atau Arya Banjar Getas bersama adiknya Arya Kerta Waksa menetap di Lombok dalam upaya untuk membangun dinasti kekuasaan. Dengan berkembangnya Islam di Lombok dimana Bayan, Selaparang, Pejanggik, Parwa, Wanasaba, Langko, Pujut dan Siledendeng juga telah memeluk Islam, maka Arya Banjar Getas melalui iparnya Patih Bayan memeluk Islam dan berguru kepada seorang ulama sufi Syeh Ahmad (Sunan Pengging). Pasca perjanjian Pasobhaya Arya Banjar Getas mendirikan kerajaan “Memelak” dan memerintah sebagai Arya Banjar Getas I, selanjutnya putra beliau memindahkan pusat pemerintahan kei Gawah Berore yang selanjutnya diberi nama Praya. 

Dari runutan sejarah ini, maka dapat disimpulkan bahwa perpecahan antara Arya Banjar Getas dengan Pemban Pejanggik Meraje Kusuma (1692 M) karena memperebutkan wilayah bukan karena permasalahan wanita. Untuk itu ada baiknya agar para budayawan dan atau ahli sejarah sasak meneliti kembali kebenaran yang tertulis dalam babad Lombok dan babad Selaparang tentang syarat sebab perpecahan Arya Banjar Getas dengan Pemban Aji. Apa yang tertulis dalam babab tersebut sangat memojokkan Pemban Aji Meraje Kusuma di mata generasi sekarang yang tertulis sebagai Pemban yang suka merusak pagar ayu. Siapapun yang membaca babad Lombok dan babad Selaparang akan mengkonotasikan bahwa Pemban Aji Pejanggik sebagai sosok yang salah dalam evolusi kekuasaan di bumi sasak mirah lombok aji. 

amaqseruni 

 

POTENSI POHON TURI SEBAGAI BAHAN BAKU WOOD PELLET

DSCF2142

sasaqgagah – Perubahan iklim global memberi pengaruh yang luas bagi Indonesia, anomali cuaca yang tidak menentu menyebabkan banjir, kekeringan (puso) di beberapa daerah dan kebakaran hutan. Meningkatnya panas bumi karena rusaknya lapisan Ozon disebabkan oleh tingginya cemaran karbondioksida yang berasal dari limbah bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara).  Negara – negara industri baik di eropa maupun asia  sudah berpikir untuk menggunakan bahan bakar ramah lingkungan antaranya adalah Wood Pellet.

Wood Pellet adalah pelet kayu berbentuk silindris dengan diameter 6-10 mm, panjang 1-3 cm dan memiliki kepadatan rata-rata 650 kg per meter kubik. Tujuan pembuatan wood pellet adalah mingkatkan nilai kalori kayu sebagai bahan bakar. Nilai kalor 1 kg wood pellet rata-rata 4.200 – 4.800 kkal dengan kadar abu 0,5-3%. Nilai kalori wood pellet hampir setara dengan batu bara yang mencapai 5.000 – 6.000 kkal. Berdasarkan data IEA Bioenergy Task 40, Global Wood Pellet Industry Market and Trade Study pada 2011, produksi wood pellet dunia mencapai 20 juta ton setara dengan kemampuan produksi dunia saat itu. Pada tahun 2020 jumlah kebutuhan wood pellet mencapai hingga 80-juta ton.

Menurut catatan PT. Energy Management Indonesia (EMI) sebagai salah satu BUMN yang bergerak dibidang konservasi energi dan air, potensi pasar wood pellet yang bagus adalah di Korea Selatan, Jepang, Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada. Harga pasar dunia mencapai US$ 1.500 per ton dan di Kanada mencapai US$ 3.000 per ton. Di Indonesia sendiri harga wood pellet mencapai Rp. 1.100 per kg.

Potensi limbah biomassa Indonesia saat ini setara dengan 49.810 MW, lebih besar dari target proyek listrik nasional 35.000 MW. biomassa yang sudah dimanfaatkan sebagai sumber energi hanya 1.618 MW atau kurang dari 4%.  Selain petai cina (Laucaena leucocephala), kaliandra (Calliandra colothyrsus), gamal (Gliricidia sepium),  pohon turi (Sesbania grandiflora sin) juga memiliki potensi yang sangat besar sebagai  bahan baku wood pellet.

Pohon turi adalah jenis pohon yang sangat familiar bagi petani di Indonesia, disamping itu cara budidayanya yang mudah dan manfaatnya yang banyak menyebabkan pohon turi banyak dibudidayakan oleh petani. Pohon turi memiliki jenis kayu yang lunak dengan tinggi batang antara 5 – 15 meter. Daunnya dimanfaatkan untuk pakan ternak kambing dan obat-obatan oleh penduduk lokal. Pohon turi umumnya dibudidayakan di kebun, lahan kering dan pematang sawah yang berguna untuk tanaman padi karena akarnya menyimpan bakteri rhizobium bagi kesuburan tanah. Selama ini batang kayu pohon turi hanya dimanfaatkan sebagai bahan kayu atap rumah dan kayu bakar.

Pohon turi sangat berpotensi sebagai bahan baku pembuatan wood pellet karena memiliki nilai kalor 3.965 kkal per kg hampir setara dengan kaliandra merah. Ditengah krisis bahan bakar fosil untuk industri dan pembangkit listrik, keberadaan wood pellet sebagai bahan bakar alternatif sangatlah diperlukan. Pohon turi dapat memperkaya bahan baku wood pellet dan kehadiran pohon turi sebagai tanaman yang sudah familiar bagi masyarakat perdesaan sangatlah menjanjikan bagi perkembangan industri wood pellet di tanah air.

amaqseruni

UBI KAYU BAHAN PANGAN ANDALAN

DSCF2146sasaqgagah –  Bahan pangan utama masyarakat indonesia adalah karbohidrat khususnya pati yang bersumber dari Beras, Jagung dan Ubi Kayu. Ubi kayu merupakan hasil pertanian yang paling sering dikonsumsi dibandingkan dengan hasil pertanian berpati lainnya (Falcon, dkk, 1984). Ubi kayu memiliki nilai gizi lebih rendah diantara ketiga hasil pertanian lainnya namun memiliki karbohidrat tertinggi meliputi 25-32% (Hendershott, dkk, 1972).

Ubi kayu (Manihot esculenta crantz) termasuk dalam famili Euphorbeaceae, ubi kayu menarik perhatian dunia sebagai bahan pangan sumber karbohidrat karena teknik budidayanya sederhana. Indonesia merupakan penghasil ubi kayu kedua setelah Brazil (Muchji, 1979). Tanaman ini mempunyai daya adaptasi yang cukup luas, baik terhadap kondisi iklim yang kurang baik maupun lahan yang kurang baik (Wargiono, 1987). Ubi kayu dipanen bila ukuran umbi dan kadar patinya sudah mencapai tingkat maksimum. Kesiapan ubi kayu untuk dipanen tergantung dari varietas, jenis tanah, jarak tanam, kondisi iklim dan lain-lain (Hendershott, et al, 1072).

Struktur Ubi Kayu

Secara botani ubi kayu merupakan umbi akar yang berubah fungsinya menjadi bagian tanaman tempat penimbunan cadangan makanan yaitu karbohidrat dalam bentuk pati. Secara anatomis susunan ubi kayu yaitu kulit, daging umbi dan tulang umbi. Kulit terdiri dari kulit luar (epidermis) dan kulit dalam (korteks). Kulit luar berwarna coklat muda, mudah terkelupas dan banyak mengandung sel-sel gabus serta felogen. Dibagian bawah kulit luar terdapat kulit dalam yang tebal terdiri dari feloderm dan floem (Rembit Pathi, 1990). Sedangkan daging umbi terdiri dari umbi dan kambium yang merupakan bagian terluar daging umbi. Bagian ini mengandung granula pati dengan ukuran besar. Tulang umbi merupakan bagian yang paling dalam terdiri dari Xilem yang mengandung jaringan berkas pengangkut. Tulang umbi pada umumnya lebih keras daripada bagian yang lain dan mengandung granula pati dalam ukuran kecil.

Komposisi Kimiawi dan Sifat-Sifat Ubi Kayu

Ubi kayu merupakan bahan makanan yang mempunyai komponen pati dalam jumlah yang besar. Selain komponen pati masih ada komponen-komponen lain yang terdapat dalam ubi kayu seperti air, protein, lemak dan lain-lainnya sebagai berikut; pati 25-32%, air 63-72%, serat 4-8%, protein 0,8-1,2%, gula 5,13%, lemak 0,3-0,4% dan abu 0,4-0,5% (Saraswati, 1981).

Pati Ubi Kayu

Pati merupakan karbohidrat cadangan makanan pada tumbuh-tumbuhan berbentuk granula pada bagian plastida sel yang terpisah dari sitoplasma. Pati merupakan penyusun utama ubi kayu yang berjumlah 64-72% dari bahan kering (Hendershott, 1972). Pati ubi kayu merupakan granula berwarna putih, berukuran 5 – 35 mikron, yang disintesa dari tanaman melalui polimerisasi dari sejumlah besar glukosa dan tersedianya sebagai persediaan makanan cadangan selama masa pertumbuhan, untuk memenuhi kebutuhan metabolisme. Polimer glukosa saling mengikat melalui ikatan oksigen pada rantai 1,4 glikosidik pada rantai lurus dan 1,6 pada rantai cabang (Meyer, 1973).

Sedangkan menurut Whistler and Paschall (1967), pati merupakan senyawa kimia yang mempunyai formula empiris (C6H10O5)n atau dapat dikatakan bahwa pati adalah polisakarida yang tersusun oleh unit-unit D-glukosa. Dalam tanaman, pati merupakan cadangan yang terdapat sebagai granula dalam sel didalam plastida yang disebut amiloplas atau leukoplas. Pati dari berbagai sumber mempunyai sifat fisik dan kimia yang tidak sama, tetapi mempunyai komposisi kimia yang mirip satu sama lainnya.

Sifat Pati Ubi Kayu

Pati merupakan karbohidrat yang berbentuk polisakarida yang merupakan polimer dari monosakarida dengan rumus umum (C6H12O5)n. Pati terdiri atas dua molekul yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa dapat membentuk senyawa kompleks dengan asam lemak dan alkohol. Kemampuan pati membentuk pasta dan gel untuk setiap sumber pati yang berbeda. Amilosa diyakini dapat membentuk gel lebih cepat disebabkan bentuk linier molekulnya yang diperkirakan akan dapat dengan mudah membentuk jaringan tiga dimensi. Molekul amilopektin dengan struktur rantainya yang bercabang-cabang sulit mengalami kristalisasi dibandingkan molekul amilosa dapat bergabung dan mengkristal dengan mudah.

Bila pati dipanaskan sampai tercapai suhu gelatinisasi, energi panas akan memutuskan ikatan-ikatan antar granula pati, sehingga terjadi pembengkakan (swelling). Pada saat ini viskositas akan naik dengan naiknya suhu. Granula pati dalam keadaan biasa bersifat stabil terhadap zat kimia dan enzim serta mempunyai kapasitas mengikat air rendah tetapi dalam keadaan pembengkakan, granula mudah terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh fisika, kimia, aktivitas enzim dan kapasitas mengikat airnya meningkat. Pada saat titik gelatinisasi tercapai molekul amilosa berantai pendek akan larut dan mendifusi keluar dari granula sedangkan yang berantai panjang akan memperkuat struktur granula, dengan struktur rantainya yang bercabang-cabang sulit mengalami kristalisasi dibandingkan molekul amilosa dapat bergabung dan mengkristal dengan mudah.

Menurut Meyer (1973), secara mikroskopis dari campuran granula pati dengan air yang dipanaskan terjadinya perubahan bertahap yaitu; tahap pertama, sebelum dipanaskan terjadi imbibisi air kedalam granula-granula pati sebesar 25-30%. Proses ini bersifat reversibel yaitu granula pati dikeringkan kembali tidak terjadi perubahan strukturnya. Kedua, pemanasan pada suhu 65 derajat celcius granula pati mulai mengembang secara cepat dan menyerap air 300%, pada suhu 70 derajat celcius menyerap air 1000% dan kemampuan menyerap air maksimum 2500%. Pada tahap ini bagian pati yang dapat mulai larut dan keluar dari granula. Tahap ini tidak reversibel lagi (Meyer, 1973). Ketiga, adalah pembesaran maksimum dari granula pati yang akhirnya granula pecah dan molekul-molekul pati keluar dan berada pada cairan sekelilingnya. Pada tahap ini viskositas campuran akan naik dengan cepat. Pembentukan gel terjadi jika terbentuk suatu jaringan tiga dimensi dari molekul-molekul pati terutama rantai panjang dari molekul amilosa. Beberapa hal yang mempengaruhi pembentukan gel adalah konsentrasi fase perlakuan mekanik (Aurand dan Woods, 1973) dan sumber patinya, amilosa lebih mudah membentuk gel karena bentuk rantainya yang lurus (Meyer, 1973).

Penggelembungan pati pada proses gelatinisasi pati karena terjadinya penempelan molekul air pada molekul-molekul pati dalam granula molekul-molekul amilosa dan amilopektin saling berikatan satu dengan yang lainnya dengan ikatan hidrogen. Bila temperatur campuran air dan pati dinaikkan ikatan hidrogen antara molekul-mole         kul pati dan molekul pati dan molekul air dengan molekul air akan putus. Dengan putusnya ikatan hidrogen molekul air tersebut mengakibatkan ukuran partikel air mengecil sehingga dapat menyusup diantara molekul pati maka terjadi pengembangan granula pati, pati yang berada dalam keadaan ini mudah diserang oleh enzim.

Pengolahan Ubi Kayu

Pada produksi ubi melimpah kadang menimbulkan masalah bagi petani, baik dalam hal pemasaran hasil maupun dalam memperpanjang umur simpannya. Salah satu usaha yang banyak dilakukan adalah mengupas dan mengeringkannya untuk dibuat gaplek sehingga ubi kayu menjadi awet untuk bahan baku industri maupun bahan pangan, namun harga gaplek relatif sangat murah sehingga petani merasa rugo karena hasil yang mereka peroleh tidak sesuai dengan jerih payah yang dilakukan.

Dari kenyataan itu maka diusahakan pemanfaatan ubi kayu sehingga dapat mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan ubi kayu sebagai bahan baku dalam penganekaragaman pangan. Usaha yang telah dilakukan oleh masyarakat adalah mengolah ubi kayu menjadi produk keripik singkong, kue bolu, kerupuk patilo, rengginang, dan sebagainya.

amaq & inaq seruni