Monthly Archives: Mei 2016

PEDOMAN PENYUSUNAN PROPOSAL AGRIBISNIS BAGI PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR

A. Latar Belakang

sasaqgagah – P3A/GP3A memiliki peluang untuk berkembang dengan potensi sumberdaya yang dimilikinya baik berupa sumberdaya air, lahan, plasma nuftah dan sumber daya manusia itu sendiri. Sumberdaya yang dimiliki akan sangat mendukung kinerja organisasi jikalau sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk tujuan kesejahteraan anggota. Hanya sedikit P3A/GP3A yang mampu memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya karena keterbatasan modal dan teknologi.

Permasalahan pertanian secara umum adalah lemahnya kemampuan modal yang dimiliki petani dan kurangnya pengetahuan atas teknologi pemanfaatan sumberdaya lokal tersebut. Disini kehadiran program WISMP II – Kabupaten Lombok Tengah melalui mekanisme pemberdayaan dan fasilitasi yang diberikan oleh TPM untuk mendampingi petani dapat menggali potensi sumberdaya yang dimilikinya.

KPIU Dinas Pertanian dan Peternakan melalui WISMP II TA. 2016 berangkat dari permasalahan tersebut melakukan kegiatan Workshop/Pelatihan Pengusulan dan Pengelolaan Dana Agribisnis (DIA) dengan mengacu kepada naskah perjanjian hibah daerah tanggal 27 Februari 2012 untuk membiayai kegiatan WISMP II dengan mekanisme penganggaran pola penerusan hibah dari pusat ke daerah (on grating) dan Buku Project Management Manual (PMM) 6. Kegiatan Workshop sebagai langkah fasilitasi penguatan ekonomi produktif bagi P3A/GP3A di wilayah kerja program sebagai langkah simultan pemberdayaan masyarakat petani. Potret keberhasilan P3A/GP3A dibeberapa tempat dapat dijadikan sebagai acuan pemberdayaan ekonomi produktif.

Workshop ditujukan untuk menumbuh-kembangkan usaha ekonomi produktif di P3A/GP3A berbasis potensi lokal yang dimilikinya. Disamping itu juga kegiatan workshop bertujuan untuk menumbuhkan rasa entrepreneurship dikalangan pengurus dalam rangka meningkatkan pendapatan petani melalui kemampuan penyusunan proposal DIA. Diharapkan kegiatan fasilitasi pembentukan usaha ekonomi produktif bagi P3A/GP3A memberikan hasil sebagai berikut : (1) terbentuk dan tumbuhnya usaha ekonomi produktif di P3A/GP3A, (2) terbentuknya manusia entrepreneurship, (3) meningkatnya pendapatan organisasi, dan (4) terciptanya lapangan pekerjaan di desa.

B. Pendekatan Teoritis

2.1 Pengertian Proposal

Proposal berasal dari bahasa inggris to propose yang artinya mengajukan dan secara sederhana proposal dapat diartikan sebagai bentuk pengajuan atau permohonan, penawaran baik itu berupa ide, gagasan, pemikiran maupun rencana kepada pihak lain untuk mendapatkan dukungan baik itu yang sifatnya izin, persetujuan, dana dan lain – lain. Proposal juga dapat diartikan sebagai sebuah tulisan yang dibuat oleh si penulis yang bertujuan untuk menjabarkan atau menjelaskan sebuah rencana dan tujuan suatu kegiatan kepada pembaca.

Untuk mengetahui arti dari proposal, berikut saya sertakan pengertian proposal dari beberapa pandangan dari para ahli : Hasnun Anwar (2004 : 73) proposal adalah : rencana yang disusun utnuk kegiatan tertentu. Jay (2006 : 1) proposal adalah alat bantu manajemen standar agar menajemen dapat berfungsi secara efisien. Pengertian Proposal Menurut KBBI (2002) adalah rencana yang dituangkan dalam bentuk rancangan kerja, perencanaan secara sistematis, matang dan teliti yang dibuat oleh peneliti sebelum melaksanakan penelitian, baik penelitian di lapangan (field research) maupun penelitian di perpustakaan (library research). Keterampilan menulis proposal perlu dimiliki setiap insan berpendidikan agar mereka terbiasa berpikir sistematis-logis sebagaimana di dalam langkah-langkah penulisan proposal. Pengertian Proposal Dari sudut pandang dunia ilmiah, pengertian proposal ialah rancangan dari suatu usulan sebuah penelitian yang kemudian akan dilaksanakan oleh peneliti terhadap bahan penelitiannya. Dalam pengertian proposal ini itu berarti proposal sama halnya dengan usulan.Ada juga yang menyatakan bahwa pengertian proposal itu ialah suatu permintaan atau dapat juga dikatakan sebagai saran yang ditujukan kepada seseorang, instansi, organisasi, suatu badan, atau suatu kelompok untuk menjalankan atau melaksanakan suatu pekerjaan.

Tujuan Proposal adalah memperoleh bantuan dana, memperoleh dukungan atau sponsor, dan memperoleh perizinan.

2.2 Analisis Agroekosistem

Analisis bentang alam dan kehidupan atau dalam konteks program WISMP II adalah analisis agroekosistem adalah analisis situasional antara investasi proyek agribisnis dengan lingkungan sosial sekitarnya serta lingkungan alam untuk mengidentifikasi resiko dan peluang, yang dapat menginformasikan desain proyek dan implementasi, serta meningkatkan hasil yang berkelanjutan.

Menurut Euroconsult Mott Macdonalt (2015), analisis diperlukan untuk : (1) memastikan intervensi sosial untuk memaksimalkan sumber daya manusia, sosial dan modal alam, (2) perlindungan terhadap konsekuensi yang tidak diinginkan karena kurang informasi sosial dan lingkungan, (3) mengidentifikasi dan mengurangi resiko kecemburuan sosial yang memecah-belah masyarakat lokal karena merasa dikecualikan dari proyek, dan (4) memberi masukan penting bagi desain proyek (proposal) serta memastikan keberlanjutan proyek.

Contoh dari bentang alam (agroekosistem) adalah; Daerah Aliran Sungai (DAS), Daerah Irigasi (DI), kondisi lahan sawah, batasan kewenangan administrasi (dusun, desa, kecamatan). Bentang alam dibagi menjadi dua yaitu; bentang alam investasi (lokasi dimana proyek investasi agribisnis melakukan kegiatan misalnya wilayah kerja P3A/GP3A) dan bentang alam pembangunan (lingkungan sekitar yang terkena dampak atau memberi dampak pada investasi agribisnis).

2.3 Kerangka Logis (logical framework)

Kerangka logis (logical framework) adalah merupakan : (1) alat perencanaan proyek berupa matriks yang sederhana untuk menggambarkan kerangka pemikiran rancangan suatu proyek, (2) jembatan antara pemikiran strategis dan kegiatan praktis; menggambarkan strategi proyek dan bagaimana cara mewujudkannya, (3) menguraikan bagaimana kita mengetahui bahwa tujuan-tujuan proyek tercapai, (4) menjelaskan prasyarat eksternal yang harus ada agar proyek berhasil.

Kelebihan dari kerangka logis adalah; mudah difahami, orientasi pada hasil, bisa digunakan untuk berbagai jenis proyek pada berbagai skala, rancangan proyek mudah dievaluasi, dan diterima secara luas antara lembaga-lembaga kerjasama pembangunan nasional dan internasional. Kekurangan dari kerangka logis adalan; cenderung top-down & mekanistis, berdasarkan logika linier – menyederhanakan dan “merapihkan” realita yang sesungguhnya rumit dan dinamis, evaluasi berdasarkan model yang kaku bisa jadi masalah antara pemberi modal (avalis) dan penerima modal.

Contoh :
Kerangka Logis Dana Investasi Agribisnis Mini Combain

Graphic1

2.3 Merumus Tujuan –tujuan

• Tujuan Umum (Goal) : gambaran ideal keadaan umum yang ingin dicapai dalam bidang/konteks tertentu,
• Sasaran (outcome) : hal yang harus dicapai untuk mewujudkan tujuan umum yang telah dirumuskan,
• Hasil (output) : hasil – hasil kegiatan yang diperlukan untuk mencapai sasaran,
• Kegiatan (activities) : hal-hal yang harus dilakukan untuk mencapai hasil yang diharapkan,
• Masukan (inputs) : sumberdaya yang diperlukan agar kegiatan berhasil.

C. Langkah – Langkah Penyusunan Proposal

Langkah 1 : Merumuskan Dasar Pemikiran Proyek

Dasar pemikiran proyek memuat : (1) latar belakang informasi kondisi agroekosistem wilayah kerja GP3A, (2) Analisa situasi umum kondisi sosial, ekonomi dan kaum perempuan di wilayah kerja, (3) Deskripsi ; pernyataan masalah, mengapa kegiatan ini dibutuhkan, bagaimana proyek yang diusulkan akan menangani masalah-masalah tersebut.

Isi rumusan masalah pokok dapat berasal dari hasil analisis agroekosistem dengan menjelaskan akibat penting dan langsung dari masalah pokok (sebab – akibat) dengan cara : (a) mengarahkan pembahasan kepada akibat yang dapat mengidentifikasi indikator pencapaian, (b) ubahlah permasalah tersebut menjadi pernyataan positif yang memberikan tujuan proyek, dan (3) pembahasan mengarah kepada penyebab masalah untuk mengidentifikasi kegiatan dan keluaran.

Langkah 2 : Dari Pohon Tujuan Ke Kerangka Logis

Dari tujuan yang telah dirumuskan jika dimasukkan ke kerangka logis maka dapat disusun rangkuman naratif dan deskripsi kegiatan. Untuk memudahkan pemahaman terhadap langkah 2 ini, maka perhatikan contoh dibawah ini :
Rangkuman Naratif

Tujuan Umum (Goal). Meningkatkan Kesejahteraan pengurus Organisasi GP3A Dewi Anjani Daerah Irigasi Danau Segara Anak

Sasaran (outcome). Beberapa sasaran (antara) yang harus dicapai untuk mewujudkan Tujuan Umum yang telah dirumuskan, misalnya (1) Mengembangkan Usaha Jasa Alsintan Mini Combain oleh GP3A, dan (2) Mengupayakan keberlanjutan sistem irigasi untuk meningkatkan luas tanam dan produksi

Hasil (output). Hasil apa saja yang harus diusahakan agar sasaran-sasaran tercapai, misalnya :
1.a GP3A memiliki Alsintan Mini Combain
2.a GP3A dapat menyelenggarakan OP partisipatif
2.b Penyelenggaraan kerjasama OP

Kegiatan (activity). Kegiatan apa yang diperlukan untuk mencapai hasil – hasil tersebut, misalnya :
1.a.1 Pengajuan usulan Dana Investasi Agribisnis (DIA) alsintan Mini Combain,
2.a.1 Gotong royong pembersihan saluran
2.b.1 rehabilitasi saluran irigasi secara swakelola

Langkah 3 : Merumuskan Indikator

Indikator kegiatan dirumuskan secara SMART : Simple = Sederhana, Measurabel = Terukur, Achievable = Dapat dicapai, Realistic = Relevan, Time bound = Waktu tertentu. Definisi indikator seharusnya dapat memberikan informasi mengenai : Who? (target kelompok, pelaku lain, dll); What? (produk/proses); How much? (Kuantitas); How well? (Kualitas); When? (Waktu/Periode); Where? (lokasi).

Contoh :
Deskripsi Indikator Objectife
Tujuan (Goal) Meningkatkan Kesejahteraan pengurus Organisasi GP3A Dewi Anjani Daerah Irigasi Danau Segara Anak Petanda tercapainya tujuan; hal-hal yang dapat diamati dan diukur, misalnya :
• + tingkat pendapatan organisasi (KAS GP3A)
• % pembiayaan OP dari GP3A

Langkah 4 : Menyusun Rencana Pelaksanaan Proyek

Contoh :
April Mei Juni Juli
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Keluaran :
Kegiatan2 :

Keluaran
Kegiatan2 :

Langkah 5 : Menyusun Analisa Ekonomi (Arus Kas dan ERR)

Dalam kasus proyek pengadaan alsintan Mini Combain, dalam menyusun arus kas dan perhitungan economic rate of return (ERR) harus disertai dengan data dan asumsi yang digunakan sesuai dengan apa yang telah dijelaskan. Penting juga untuk mencantumkan framework (aktivitas, output, outcome) yang dikaitkan dengan benefit yang dicantumkan, sehingga terlihat hubungan aktivitas dengan benefit.

Contoh sederhana analisa ekonomi untuk alsintan mini-combain diilustrasikan dalam perhitungan rumus-rumus sebagai berikut :
(a) Menghitung biaya (biaya tetap + biaya operasional + biaya tenaga kerja)
(b) Menghitung pendapatan (sewa jasa alsintan) per musim panen
(c) Menghitung keuntungan = Hasil penyewaan – Total Biaya
(d) Break event point (BEP) = Total biaya : Harga sewa
(e) B/C Ratio = Pendapatan (hasil penyewaan) : Total Biaya
(f) Return of Investmen (ROI) = Keuntungan : Total Biaya x 100%

D. Penutup

Panduan penyusunan proposal dana investasi agribisnis (DIA) ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan bagi P3A/GP3A dalam rangka menyusun usulan kegiatan (proposal) kepada SKPD terkait dan pihak mitra swasta lainnya. Untuk program WISMP II TA. 2016 acuan proposal sebagai berikut :

(1) Proposal minimal memuat hal-hal sebagai berikut :
• Dasar pemikiran
• Tujuan umum (Goal)
• Tujuan khusus
• Hasil (output)
• Sasaran (outcome)
• Kegiatan (activity)
• Waktu pelaksanaan kegiatan
• Analisa ekonomi
• Penutup

(2) Ketentuan khusus :
• Surat permohonan dialamatkan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Tengah;
• Proposal ditandatangani oleh : Pengurus GP3A, Kepala Desa, PPL, UPTD BKP3, UPTD HPT dan Keswan Setempat;

(3) Persyaratan GP3A Pengaju :
• Memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah ditandatangani sampai camat;
• Telah ber Akta Notaris;

PARTISIPASI P3A/GP3A DALAM RANGKA PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI PARTISIPATIF

A. PENDAHULUAN

sasaqgagah – Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) merupakan kelembagaan pengelola irigasi yang wajib dibentuk oleh petani pemakai air secara demokratis pada setiap daerah layanan/petak tersier atau desa. Dalam pembentukan P3A ini, kelembagaan petani lokal yang sudah ada perlu dijadikan basis pengembangan P3A. P3A tersebut dapat membentuk Gabungan P3A (GP3A) pada suatu daerah layanan/blok sekunder atau beberapa blok sekunder. Sehingga GP3A merupakan gabungan beberapa P3A yang ada pada suatu daerah layanan sekunder atau lebih. GP3A tersebut dapat membentuk suatu Induk P3A (IP3A) pada suatu daerah irigasi. Sehingga IP3A adalah suatu asosiasi dari beberapa GP3A yang ada pada satu daerah irigasi atau yang tergabung pada suatu intake pengambilan air.

Partisipasi masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dimaksudkan untuk meningkatkan rasa memiliki, rasa tanggung jawab dan kemampuan perkumpulan petani pemakai air dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan sistem irigasi partisipatif dimaksudkan untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan yang memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas. Partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi meliputi :

1) Partisipasi dalam kegiatan pengelolaan jaringan irigasi;
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengelolaan jaringan irigasi meliputi partisipasi pada operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi serta partisipasi pada rehabilitasi jaringan irigasi.

2) Partisipasi dalam kegiatan pengembangan jaringan irigasi;
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan jaringan irigasi meliputi partisipasi pada pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi.

Bentuk partisipasi dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi antara lain : (1) Diwujudkan mulai dari pemikiran awal, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan kegiatan dalam pembangunan, operasi, pemeliharaan, dan rehabilitasi; (2) Diwujudkan dalam bentuk sumbangan pemikiran, gagasan, waktu, tenaga, material dan dana; (3) Dilakukan secara perseorangan atau melalui P3A; (4) Didasarkan atas kemauan dan kemampuan masyarakat petani serta semangat kemitraan dan kemandirian; dan (5) Dapat disalurkan melalui P3A diwilayah kerjanya.

Peran serta masyarakat petani dapat pula dalam hal pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi primer dan sekunder yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah, sedangkan pembiayaan operasi dan pemeliharaan sistem irigasi tersier menjadi tanggung jawab petani dan dapat dibantu oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah.

Bantuan pemerintah/pemerintah daerah yang diberikan kepada P3A/GP3A/IP3A dituangkan dalam dokumen operasi dan pemeliharaan partisipatif yang memuat kesepakatan pembagian pembebanan (sharing) dalam pelaksanaan kegiatan maupun penyediaan pembiayaannya yang ditandatangani oleh kepala dinas kabupaten/kota yang membidangi irigasi dan ketua P3A/GP3A/IP3A serta disahkan oleh bupati/walikota.

Bentuk bantuan yang diberikan kepada P3A/GP3A/IP3A dapat berbentuk program/kegiatan irigasi, stimulans berupa natura, dan uang tunai. Mekanisme penyaluran bantuan adalah sebagai berikut : (1) Rapat P3A/pemerintah desa untuk membicarakan perlunya bantuan pemerintah atasan (Pemerintah, Provinsi, Kabupaten), (2) Penelusuran jaringan irigasi tersier/desa untuk menentukan perkiraan kebutuhan nyata pengelolaan irigasi, (3) Hasil penelusuran dikonsultasikan dengan komisi irigasi kabupaten/kota melalui subdinas yang membidangi irigasi atau pengamat pengairan, (4) Permintaan bantuan diajukan kepada pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah diatasnya melalui pemerintah kabupaten, (5) Pemerintah atau pemerintah daerah yang dimintai bantuan melakukan penelitian untuk menilai layak tidaknya permintaan bantuan dan ketersediaan anggarannya didalam dokumen anggaran, (6) Apabila disetujui dipilih bantuan yang sesuai (program/kegiatan, natura, uang tunai), (7) Bantuan disalurkan kepada P3A/pemerintah desa yang mengajukan, (8) Pelaksanaan bantuan pemerintah dan/atau pemerintah daerah dilaporkan secara berjenjang sesuai dengan kewenangannya.

Permasalahan yang paling utama dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi saat ini adalah masalah kelembagaan dan pembiayaan. Dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan irigasi dari sisi kelembagaan perlu adanya penguatan kelembagaan dalam pengelolaan irigasi mulai dari instansi pemerintah/dinas instansi terkait, komisi irigasi, dan P3A/GP3A. (Sofjan, 2006). Dalam kaitannya dengan pengembangan kelembagaan pengelolaan irigasi khususnya P3A/GP3A berbagai kendala dalam pengelolaan irigasi khususnya menyangkut pendanaan pengelolaan irigasi, antara lain adalah :

1) Kemauan untuk membayar (Willing to pay);
P3A/GP3A seringkali menemui hambatan pada kemauan petani untuk membayar iuran irigasi (sweneh) rendah. Faktor – faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi seperti adanya pengalaman masa lalu dalam hal IPAIR yang tidak jelas peruntukannya, kesadaran petani masih rendah akan pentingnya iuran irigasi bagi pendanaan pengelolaan jaringan irigasi, dan adanya ketidakpercayaan anggota kepada pengurus P3A/GP3A/IP3A.

2) Kemampuan untuk membayar (Abbility to pay);
Kemampuan petani untuk membayar iuran irigasi secara faktual memang bervariasi, tapi secara umum seringkali para petani merasa tidak mampu untuk membayar atau berpartisipasi dalam pendanaan pengelolaan irigasi. Hal ini disebabkan : (a) hasil produksi usahatani yang rendah sehingga pendapatanpun rendah, (b) sulitnya pemasaran hasil-hasil pertanian, (c) produktivitas rendah karena adanya serangan hama penyakit dan lahan yang semakin menurun tingkat kesuburannya, (d) harga saprodi cukup mahal dan kurang tersedia dilokasi tepat waktu, (e) harga produk yang dihasilkan terutama gabah rendah dan memiliki bergaining posision lemah.

3) Aspek managerial dari pengurus P3A/GP3A
Aspek manajerial pengurus P3A/GP3A menjadi peran kunci bagi peningkatan kepercayaan anggota terhadap kinerja pengurus. Hal ini penting mengingat kepercayaan anggota pengurus seringkali menjadi alasan mengapa mereka mau untuk berpartisipasi dalam pengelolaan irigasi termasuk pendanaan irigasi. Kelemahan kemampuan manajerial pengurus juga akan sangat menentukan terhadap kinerja P3A seperti dari sisi; manajemen usaha, teknis, organisasi, administrasi kelembagaan serta pendekatan sosial cultural terhadap anggotanya dengan menerapkan prinsip demokratis, partisipatif, transparansi dan akuntable.

B. PERAN PENTING PROSES PEMBERDAYAAN DAN PENDAMPINGAN P3A/GP3A/IP3A DALAM RANGKA PPSIP

Untuk dapat mengimplementasikan pengembangan kelembagaan pengelolaan irigasi, maka perlu dilakukan proses pengembangan dan pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A. Secara umum pemberdayaan kelembagaan P3A/GP3A adalah memandirikan lembaga/organisasi tersebut dalam perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, pengorganisasian dan pengawasan serta meningkatkan kemampuan dalam bidang teknik, sosial, ekonomi dan kelembagaan sehingga mampu berperan dalam kegiatan PPSIP.

P3A/GP3A/IP3A memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam pengelolaan irigasi di petak tersier dan berpartisipasi pada jaringan sekunder dan primer. Sehingga P3A/GP3A/IP3A harus memberikan kontribusi dalam pendanaan pengelolaan irigasi yang menjadi wewenangnya.

Peningkatan kapasitas kelembagaan P3A/GP3A/IP3A menurut Ditjen Bina Bangda (2007) meliputi hal-hal : (1) Pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A; a) pembentukan dan penguatan P3A/GP3A, b) legalisasi badan hukum, pendampingan dan pelatihan teknis irigasi – pertanian – organisasi, c) pelatihan dan penyusunan dan pelaksanaan rencana pengelolaan irigasi per daerah irigasi; (2) Pemberdayaan petani tingkat usahatani dan jaminan keberlanjutan ketersediaan air irigasi; a) pengembangan teknologi usaha tani yang adaptif dan mudah diterapkan sesuai dengan kondisi lokal, b) penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif untuk mencegah alih fungsi lahan beririgasi, c) mendorong adanya penegakan hukum untuk mencegah alih fungsi lahan beririgasi teknis; (3) Keberlanjutan dan fungsi operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi; penyusunan, penetapan dan sosialisasi dana pengelolaan irigasi (DPI).

Sedangkan indikator yang ingin dicapai dalam peningkatan kapasitas kelembagaan P3A/GP3A/IP3A adalah sebagai berikut : 1) adanya profil data daerah irigasi dan organisasi P3A/GP3A/IP3A, 2) adanya dokumen Profil Sosial Ekonomi Teknis Kelembagaan (PSETK) daerah irigasi, 3) adanya legalisasi badan hukum P3A/GP3A/IP3A, 4) adanya peningkatan iuran P3A/GP3A, 5) adanya partisipasi petani dalam “operasi dan pemeliharaan (OP)”, 6) adanya “memorandum of understanding (MoU)” antara P3A/GP3A dengan Bupati, dan 7) terbentuknya kader petani pemandu (fasilitator).

C. METODE PENDEKATAN PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A

Dalam pelaksanaan pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A perlu dilakukan pendekatan (approach) yang sesuai dengan keberadaan P3A/GP3A/IP3A. Beberapa pendekatan yang perlu ada untuk pemberdayaan petani pemakai air adalah : 1) berdasarkan kebutuhan yang diperlukan oleh petani pemakai air, 2) menggunakan sumberdaya local yang dimiliki, dan 3) berdasarkan prinsip gender mainstreaming.

Selain itu pemberdayaan kepada petani pemakai air harus didasarkan pada institusi lokal petani yang ada, berbasis pada permasalahan yang dipahami oleh petani, dan dilakukan dengan bentuk pendampingan. Sehingga pemberdayaan yang dilakukan instansi pemerintah kabupaten kepada P3A/GP3A/IP3A berbasis kemampuan dari institusi petani tersebut. Bagi institusi petani yang masih kurang kemampuannya maka pendampingan perlu dilakukan secara intensif. Akan tetapi jika institusi petani sudah mempunyai kemampuan maka pemberdayaan yang dilakukan bisa dalam bentuk melakukan kerjasama operasi atau kerjasama pengelolaan irigasi di suatu wilayah jaringan irigasi.

D. PROSES PEMBERDAYAAN P3A/GP3A/IP3A

Pemberdayaan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan dan kemandirian P3A/GP3A/IP3A sampai memiliki status hukum dan mempunyai kemampuan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dibidang organisasi, teknis pertanian dan jaringan irigasi. Secara khusus tujuan pemberdayaan P3A/GP3A/IP3A adalah :
1) Menguatkan kelembagaan P3A/GP3A/IP3A menjadi mandiri sehingga dapat berperan aktif dalam kegiatan pengembangan dan pengelolaan irigasi terutama jaringan tersier secara partisipatif;
2) Memperkuat kelembagaan P3A/GP3A/IP3A sampai memiliki status hukum dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di bidang organisasi, teknis pertanian dan jaringan irigasi serta keuangan, sehingga mampu mengelola suatu sistem irigasi secara mandiri dalam upaya keberlanjutan sistem irigasi;
3) Memfasilitasi organisasi untuk mengembangkan kemampuan sendiri di bidang teknis, keuangan, manajerial, administrasi dan organisasi agar dapat mengelola daerah irigasi secara mandiri dan berkelanjutan dalam proses dinamis dan bertanggung jawab;

Sasaran pemberdayaan adalah tumbuhnya P3A/GP3A/IP3A yang mandiri baik dalam aspek organisasi, teknis, keuangan dan partisipasinya dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang didukung oleh peran pemerintah sebagai fasilitator dan dinamisator melalui program yang sesuai dengan kebutuhan P3A/GP3A/IP3A pada aspek teknis irigasi yaitu : (1) Diarahkan untuk peningkatan dan penguasaan keterampilan praktis pada bidang keirigasian dalam rangka pembangunan, pengembangan dan pengelolaan jaringan irigasi sehingga terpelihara dan berfungsi baik, (2) Mampu membuat Rencana Tata Tanam Detail (RTTD) dan Rencana Pembagian Air (RPA) setiap tahun, (3) Dapat memberi rasa keadilan dalam pembagian air kepada anggota baik di daerah hulu, tengah, dan hilir, (4) Dapat memecahkan masalah, meredakan konflik pembagian air diantara anggota dan atau dengan pihak luar, (5) Mampu mengelola dan melaksanakan pembangunan, operasi dan pemeliharaan serta rehabilitasi pada jaringan tersier secara berkelanjutan;

E. PARTISIPASI P3A/GP3A/IP3A DALAM PPSIP

Partisipasi masyarakat petani/P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi dimaksudkan untuk meningkatkan rasa memiliki, rasa tanggung jawab dan kemampuan perkumpulan petani pemakai air dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas dan keberlanjutan sistem irigasi. Disamping itu, pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif dimaksudkan untuk mewujudkan sistem penyelenggaraan yang memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas.

Bentuk partisipasi dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi antara lain berupa pemikiran, gagasan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan kegiatan, sumbangan waktu, tenaga, material dan dana.
Partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi meliputi :

1. Partisipasi dalam kegiatan pengembangan jaringan irigasi
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengembangan jaringan irigasi meliputi partisipasi pada pembangunan dan peningkatan jaringan irigasi dengan ketentuan sebagai berikut :

1.1 Partisipasi dalam kegiatan pembangunan jaringan irigasi
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pembangunan jaringan irigasi dilaksanakan pada tahap kegiatan perencanaan, pembebasan lahan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan.

Kegiatan perencanaan adalah; (a) Memberi masukan, sanggahan dan usulan dalam proses survey, investigasi, desain dan study kelayakan melalui konsultasi publik, dan (b) menyepakati hasil konsultasi publik.

Kegiatan pembebasan lahan adalah; (a) memberikan informasi atas hilang atau berkurangnya fungsi hak atas tanah, bangunan, tanaman, benda lain karena adanya pembangunan jaringan irigasi, (b) memberikan informasi adanya hak ulayat/adat, (c) mendampingi tim survai lapangan, dan (d) masyarakat petani secara perseorangan atau kolektif dapat berpartisipasi berupa pelepasan hak miliknya tanpa meminta ganti kerugian.

Kegiatan konstruksi adalah; (a) dapat melaksanakan pembangunan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai kebutuhan dan kemampuannya, (b) melakukan kerjasama dengan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan bagian pekerjaan seperti galian dan timbunan tanah, gebalan rumput, (c) mengikuti proses penyerahan pekerjaan selesai; dan (d) melaksanakan pengawasan sosial oleh masyarakat.

Kegiatan O & P adalah; (a) mengikuti proses pengembangan dan pemantapan organisasi P3A/GP3/IP3A, dan (b) mengikuti secara aktif pelatihan, rapat,dan penyuluhan.

1.2 Partisipasi dalam kegiatan peningkatan jaringan irigasi
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam peningkatan jaringan irigasi meliputi partisipasi pada tahap kegiatan perencanaan, pembebasan lahan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan.

Tahapan perencanaan : (a) memberi masukan, sanggahan dan usulan dalam proses survai, investigasi, desain dan studi kelayakan melalui konsultasi publik, dan (b) menyepakati hasil konsultasi publik.

Tahapan pembebasan lahan; (a) memberikan informasi atas hilang atau berkurangnya fungsi hak atas tanah, bangunan, tanaman, benda lain karena adanya peningkatan jaringan irigasi, (b) memberikan informasi adanya hak ulayat/adat, (c) mendampingi tim survai lapangan; dan (d) masyarakat petani secara perseorangan dapat berperanserta berupa pelepasan hak miliknya tanpa meminta ganti kerugian.

Tahapan pelaksanaan konstruksi; (a) dapat melaksanakan peningkatan jaringan irigasi primer dan sekunder sesuai kebutuhan dan kemampuannya, (b) melakukan kerjasama dengan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan bagian pekerjaan seperti galian, timbunan tanah, gebalan rumput, pembuatan tanggul, dan pekerjaan pasangan batu, (c) mengikuti proses penyerahan pekerjaan selesai, dan (d) melaksanakan pengawasan sosial oleh masyarakat.

Tahapan pelaksanaan O & P; (a) mengikuti proses pengembangan dan pemantapan organisasi, dan (b) mengikuti secara aktif pelatihan, rapat, penyuluhan.

2. Partisipasi dalam kegiatan pengelolaan jaringan irigasi

Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pengelolaan jaringan irigasi meliputi partisipasi pada operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi serta partisipasi pada rehabilitasi jaringan irigasi, masing-masing dengan ketentuan sebagai berikut:

2.1 Partisipasi dalam kegiatan operasi jaringan irigasi:
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam kegiatan operasi jaringan irigasi meliputi kegiatan pada tahap pengumpulan data, perencanaan, pelaksanaan operasi monitoring dan evaluasi operasi.
Tahap pengumpulan data meliputi kegiatan; (a) menginformasikan data luas tanam, dan luas panen, dan (2) menginformasikan kondisi kekurangan/kelebihan air setiap periode operasi.

Tahap perencanaan operasi meliputi kegiatan; (a) menyepakati secara tertulis rencana tahunan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, (b) menerima alokasi air irigasi, mengusulkan peninjauan kembali apabila alokasi air tidak sesuai dengan rencana penyediaan air irigasi yang telah disepakati, (c) menyampaikan usulan rencana tata tanam, (d) menyampaikan usulan rencana pembagian dan pemberian air irigasi, (e) menyepakati rencana pembagian dan pemberian air irigasi, (f) membantu melaksanakan pekerjaan operasi seperti membuka, menutup pintu, memberikan pelumasan pintu air, dan (g) menyampaikan usulan kebutuhan air irigasi berdasarkan luas dan jenis tanaman setiap periode operasi.

Monitoring & Evaluasi dengan bentuk kegiatan; (a) melaporkan adanya pengambilan air irigasi secara tidak resmi, (b) melaporkan kejadian pengrusakan bangunan, saluran, pintu air, dan (c) melaporkan konflik air dan mengupayakan penyelesaiannya.

2.2 Partisipasi dalam kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam pemeliharaan jaringan irigasi meliputi partisipasi pada tahap kegiatan perencanaan, pelaksanaan pemeliharaan, dan monitoring pemeliharaan.
Tahapan kegiatan perencanaan meliputi; (a) menyepakati secara tertulis rencana tahunan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi, (b) mengikuti penelusuran jaringan irigasi yang dilakukan bersama petugas dinas sesuai kebutuhan, (c) menyampaikan usulan perbaikan jaringan irigasi tersier.

Tahapan pelaksanaan pemeliharaan; (a) melakukan kerjasama dengan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan bagian pekerjaan seperti galian dan timbunan tanah, gebalan rumput, pembuatan tanggul, dan pekerjaan pasangan batu, (b) melaksanakan pekerjaan pemeliharaan dengan penugasan secara swakelola, (c) mengikuti proses penyerahan pekerjaan selesai, dan (d) melaksanakan pengawasan sosial oleh masyarakat.
Tahapan kegiatan monitoring; (a) mengikuti proses pengembangan dan pemantapan organisasi P3A/GP3A/IP3A, dan (b) mengikuti secara aktif pelatihan, rapat, dan penyuluhan.

2.3 Partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi
Bentuk partisipasi P3A/GP3A/IP3A dalam rehabilitasi jaringan irigasi meliputi partisipasi pada tahap kegiatan perencanaan, pembebasan lahan, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan.

Kegiatan perencanaan; (a) melakukan penilaian kondisi jaringan irigasi bersama dinas kabupaten/kota, provinsi sesuai kewenangannya, (b) memberi masukan, sanggahan dan usulan dalam proses survai, investigasi, desain dan studi kelayakan melalui konsultasi publik, dan (c) menyepakati hasil konsultasi publik.

Kegiatan pembebasa lahan; (a) memberikan informasi atas hilang atau berkurangnya fungsi hak atas tanah, bangunan, tanaman, benda lain karena adanya rehabilitasi jaringan irigasi, (b) memberikan informasi adanya hak ulayat/adat, (c) mendampingi tim survai lapangan, dan (d) masyarakat petani secara perseorangan dapat berpartisipasi berupa pelepasan hak miliknya tanpa meminta ganti kerugian.

Pelaksanaan konstruksi; (a) melakukan kerjasama dengan penyedia jasa konstruksi untuk melaksanakan bagian pekerjaan seperti galian dan timbunan tanah, gebalan rumput, (b) mengikuti proses penyerahan pekerjaan selesai, dan (c) melaksanakan pengawasan masyarakat.

Pelaksanaan O & P; (a) mengikuti proses pengembangan dan pemantapan organisasi, dan (b) mengikuti secara aktif pelatihan, rapat, penyuluhan.

G. MEKANISME PARTISIPASI

Mekanisme partisipasi masyarakat/ P3A/GP3A/IP3A dalam pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif dibangun dari saling percaya, saling membutuhkan, dan saling peduli diantara berbagai pihak terkait irigasi dari aspek teknis dan sosial dalam semua tahap kegiatan sejak perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan termasuk monitoring dan evaluasi.

H. CATATAN AKHIR

Pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang diuraikan di atas diselenggarakan secara partisipatif, terpadu, berwawasan lingkungan, transparan, akuntabel dan berkeadilan, dengan kata lain penyelenggaraan pelayanan publik ini ditujukan untuk menciptakan penyelenggaraan urusan kepemerintahan dalam pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi yang baik (good governance) dengan ciri-ciri : 1) Partisipasi secara konstruktif yaitu keterlibatan masyarakat secara langsung maupun melalui P3A/GP3A/IP3A dalam pembuatan keputusan; 2) Transparansi, dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat diperoleh oleh mereka yang membutuhkan; 3) Kebertanggungjawaban (responsiveness), lembaga pengelola irigasi cepat dan tanggap dalam melayani stakeholders; 4) Kesepakatan berorientasi pada kepentingan dan kemanfaatan umum yang lebih luas, tidak terbatas untuk irigasi saja; 5) Keadilan, setiap masyarakat petani memiliki kesempatan yang sama dalam pemanfaatan sistem irigasi; 6) Efisiensi dan efektivitas pengelolaan sistem irigasi dilakukan secara efisien dan efektif; dan 7) Akuntabel, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.