Monthly Archives: Agustus 2015

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 4)

amaq seruni*

merarik 8Aji Krame
Dengan masuknya agama Islam, pranata kehidupan sosial masyarakat Sasak disesuaikan menurut syari’at-syari’ayt islam termasuk didalamnya tentang aji krame dalam suku Sasak. Lambang-lambang adat yang telah disesuaikan dengan syari’at islam sangatlah banyak, namun khusus untuk aji karma ada 2 hal yang penting yaitu;
1. Nampak Lemah, dan
2. Olen.

Sesungguhnya aji krame merupakan nilai harapan dari sebuah kehidupan yang akan dating, dimana disetiap kelahiran agar memahami nilai minimal aspek-aspek penunjang kebaikan dunia akhirat. Harapan nilai minimal diukur dari nilai Nampak lemah, bahwa semakin tinggi nilai lampak lemah maka semakin tinggi pula nilai minimal yang hendak diraih.

Sedangkan olen merupakan pelengkap dari nilai-nilai pada Nampak lemah. Jika ditinjau dari segi duniawi, Nampak lemah artinya ” awal menyentuh tanah” yang berarti awal dari sebuah kelahiran, dimana kelahiran tersebut memiliki nilai (yaitu harkat dan martabat) sehingga ini merupakan dasar Nampak lemah tersebut dilambangkan dengan Emas, Perak, perunggu dan Uang.

Kelahiran tersebut sangat penting untuk dilindungi agar terhindar dari panas, dingin, debu dan tabu (aib) maka dibuatlah perlindungan yang disebut “OLEN”. Olen adalah lambing busana yang maksudnya adalah agar si lelaki yang telah berumah tangga (sebagai kepala keluarga) harung bertanggung jawab atas pengadaan busana untuk istri dan anaknya nanti,

Dari segi filosofi, Nampak lemah sebagai lambang kelahiran bahwa kelahiran tersebut yang diibaratkan sebagai kertas putih yang masih kosong tidak memiliki pengetahuan. Kekosongan ini harus diisi oleh setiap kelahiran sebagai bahan atau bekal pertanggungjawaban pada sang pencipta, tentunya dengan mempelajari kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim untuk dilakukan sehingga nilai-nilai minimal tersebut tercapai bahkan melebihi segalanya.
Selain dari yang bersifat wajib, dapat juga yang perlu dilakukan yang nantinya dinilai sebagai amal saleh dan ini yang dilambangkan dengan Olen. Jadi Olen sebagai pelengkap akan memiliki nilai sendiri dalam kehidupan duniawi menuju akherat.

Dari segi bahasa Aji Krama terdiri dari kata Aji berarti harga atau nilai, dan Krame berarti aturan. Jadi Aji Krame merupakan suatu nilai atau harga sosial masyarakat yang telah diatur dalam adat berdasarkan srata/tingkatan pada psoses perkawinannya.

Dalam menentukan aji krame, tidaklah mesti aji krame ini mengikuti aji krame pihak laki-laki atau aji krame pihak wanita tetapi mengikuti aji krame yang sudah berlaku yang menurut aturannya. Jenis aji krame berdasarkan nilainya, yaitu :
1. Raden (Utama) = 100
2. Permenak (Madya) = 66
3. Perbape Nyame (Madya) = 66
4. Perbape Perwangse (Madya) = 60
5. Jajar Karang (Nista) = 33
– Kawula = Selakse Samas
– Panjak Pirak = Pituq Telongatak.

Disamping itu juga, masyarakat Sasak mengenal yang namanya Tri Wangsa (3 Klasifikasi) Jajar Karang, yaitu :
1. Pemandes = Aji krame selakse samas.
2. Kawula = Aji krame selakse samas.
3. Panjak Pirak = Pituq telongatak.
Makna aji krame Selakse Samas, adalah
– Nampak lemah selakse = 10.000
– Pemegat samas = 400
– Olen-olen telu likur = 23
Makna aji krame Pituq telongatak, adalah
– Nampak lemah pituq = 7.000
– Pemegat telongatak = 300
– Olen-olen enam likur = 26

Nampak Tilas (Silaturahmi)
Nampak tilas (bahasa sasak = Bales ones nae) adalah acara silaturrahmi keluarga dekat dari kedua belah pihak mempelai. Dimana pihak keluarga penganten laki-laki mendatangi rumah penganten wanita dan dilakukan pada 2 – 3 hari setelah acara penyongkolan. Kedua keluarga saling mengenal lebih dekat lagi serta adanya pembahasan tentang kedua penganten tersebut dalam menempuh hidup baru.

*) Penyunting adalah sekretaris Pengemban Budaya Adat Sasak (PEMBASAK) Lombok Tengah

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 3)

amaq seruni*

merarik 6Upacara Sorong Serah Aji Krame

Dalam penyelenggaraan upacara sorong serah aji krame sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya dipimpin oleh juru wicara (pembayun jawi) yang berasal dari pihak lelaki dan Pembayun Jero yang berasal dari pihak perempuan. Pembayun Jero dibantu oleh seorang Pengurang dan pembanyun Jawi dibantu oleh seorang Pisolo.
Pengurang, merupakan utusan yang diperintah oleh pembayun dalam (Jero) untuk menyambut sekaligus mengajak/mempersilahkan masuk duta krame untuk masuk ke sidang adat (Lace – lace).

Parigan (Ucapan) Pengurang

Pengurang harus memberi salam agama kepada para tamu yang dilanjutkan dengan panambrame dan dilanjutkan lagi dengan parigan pengurang, yaitu ;
Singgih, karungu suare gong beri datan pegat, gerah gumirih wong negare sami amemoye. Sinten paran kang rauh puniki lan paran karye jeng andike sami.

Dawek pajarne titiang sayowekti denage titiang wruhe.
Singgih, yen jeng andike sami minangke tetami agung skadi pabétre karuhum, nenten jembar titiang humature nanging titiang endawegang jeng andike sami denage sami malebuh.

Singgih sadéréng jeng andike sami malebuh, agung sinampure . . . . ., mapan titiang ngelungsur gaman dise/pembuka jebak rumuhun.

  • Keterangan :
    1) Gaman Dise tersebut dapat berupa tumbak atau uang yang nilainya sama dengan pemenggel.
    2) Tujuan/maksud gaman dise/pembuka jebak ini adalah sebagai bukti kedamaian hingga pihak dari penganten wanita harus menjamin keamanan dan keselamatan semua duta krame dari pihak penganten laki-laki.

Pisolo, merupakan utusan yang diperintah oleh pembayun luar (Jawi) untuk memberitahu tentang kedatangan duta krame dari pihak penganten laki-laki dan sekaligus memohon izin agar duta krame diizinkan untuk masuk ke sidang adat.

Parigan (Ucapan) Pisolo

Ass. . . . . Wr. . . . Wb. . .
Parigan panambrame . . . . . . . .
Parigan aksami . . . . . . . . . . . . .
Singgih, mapan awinané titiang sareng sami humarek, sadye humatur pawikan.
Mapan Dané pembayun mesareng prasamie Dané linggih krame, pacang humarek, sampun rawuh, duk mangké samie ngantos hing jawi.
Ngelungsur daweg, baye kasidén yen pembayun make miwah sarengé jagi humarek mangkin.

Singgih, yen kasidén, titang sareng sami puniki anede hamit, pacing humature maring pembayun titiang, Singgih, need Lurgahe..
Wassalamualaikum, wr . . . wb. . . .

Lambang-lambang adat yang biasa muncul dalam upacara sorong serah aji krame dan bersifat umum, antara lain : Léwéng (Piring dari kuningan), Sirah adat (Kain hitam), Sirah agama (Kain putih),
Aji krame, terdiri dari; (1) Sirah aji/otaq bebeli, yaitu sabuk yang mempunyai képéng béreng, (2) Nampak lemah, yaitu dapat berupa uang, emas, perak, selake, dan Olen – olen, yaitu kain / busana, (3) Tedung ngaret, terdiri dari; Penjaruman, Cemeti, Pelombok, Pemonggol, (4) Salin dédé, (5) Cerakén. (6) Tepak (Kecil), (7) Periuk (Kecil), (8) Pemurung, (9) Pemenggel / pemegat, (10) Gaman dise, (11) Kebo turu / keris, (12) Gong alit (Kemong), dan (13) Kotaq, Dll.

Makna Lambang Adat

Makna lambang adat dalam Pudak Sekar, adalah :
1. Salin Dédé
Salin = Ganti / pergantian.
Dédé = Asuh / pengasuhan.
Salin Dédé, berarti kedua mempelai yang dulunya diasuh oleh kedua orang tuanya kini harus berakhir, mereka berdua harus saling asuh, asih, asah sekaligus harus bersiap untuk mengasuh anak keturunannya nanti.
2. Kebo Turu.
Kebo = Kerbau
Turu = Tidur.

Kebo Turu, berarti Kebo merupakan lambang istri yang sehari – hari mengunyah/makan, sementara makanan didatangkan oleh yang Empunya.

Jadi posisi istri adalah menerima nafkah yang didatangkan oleh suami, maka sudah pasti suami bertanggungjawab atas makan minum dalam rumah tangga.

Kebo Turu dilambangkan dengan Keris yang terdiri dari Bilah dan Sarung. Bilah keris dilambangkan sebagai lambang suami sedangkan sarung keris dilambangkan sebagai lambang istri.

Bilah keris yang terbuat dari maléla kenanga, besi, dll adalah sangat bertuah dan mujarab. Ini memberikan makna bahwa suami adalah sebagai kepala rumah tangga, apapun yang dikatakan harus ditaati oleh sang istri. Suami memiliki hak dalam memutuskan sesuatu masalah dalam rumah tangga.

Sedangkan sarung keris sebagai lambang sang istri bermakna bahwa istri harus bisa / pandai menutup segala kekurangan suaminya. Tidak dibenarkan jika istri memamerkan kekurangan, cela / aib suaminya.

3. Ceraken
Ceraken berarti bagian – bagian.
Ceraken adalah sebuah wadah yang dibuat sebagai wadah/tempat obat-obatan / rempah-rempah, artinya tanggungjawab kesehatan bukan lagi pada orang tua melainkan menjadi tanggungjawab keduai mempelai untuk saling memperhatikan kesehatannya serta kesehatan anak cucunya suatu hari nanti.
Ceraken ini terbagi menjadi 9 bagian dan masing-masing bagian berisi rempah-rempah, seperti :
3.1. Jeringo.
3.2. Jahe
3.3. Lada /Merica (bahasa sasak = Sang).
3.4. Kencur/Temu (bahasa sasak = Sekuh/Sekur).
3.5. Cengkeh.
3.6. Cabe tandan (bahasa sasak = Sébie tandan).
3.7. Ketumbar
3.8. Jinten
3.9. Pala / sapulaga.

Ceraken juga menjadi lambang lingkungan yang terdiri beberapa tokoh yang berfungsi sebagai penyelesai masalah, seperti ;
1.1. Keliang/kepala lingkungan, adalah penanggungjawab pemerintahan diwilayahnya.
1.2. Penghulu, adalah penanggungjawab dibidang agama baik itu tentang pendidikan agama maupun pelaksanaannya.
1.3. Penglingsir, adalah penanggungjawab tata aturan social masyarakat dan pembelajarannya.
1.4. Juru arah, adalah yang ditugaskan untuk menyebar informasi kepada masyarakat tentang segala tugas, hak dan kewajiban masyarakat.
1.5. Lang–lang, adalah sebagai penanggungjawab keamanan dalam masyarakat.
1.6. Pembekel, adalah yang diberikan tugas untuk penanggungjawab terkait dengan ekonomi masyarakat.
1.7. Sedahan, adalah yang diberi kuasa bertanggungjawab atas hak tanah masyarakat beserta upetinya.
1.8. Kyai, adalah diberi tugas untuk memimpin acara – acara keagamaan.
1.9. Pekasih, adalah yang bertanggungjawab pada bidang pertanian.
Jadi tokoh – tokoh tersebut diatas dapat diartikan sebagai obat dalam kehidupan masyarakat, karena jika ada suatu masalah dalam kehidupan masyarakat maka tokoh-tokoh tersebut yang mereka hubungi untuk memperoleh penyelesaian/soalusi.
4. Tepaq (wadah terbuat dari tanah).
Merupakan sebuah wadah / tempat air untuk memandikan bayi. Disini ada upaya pengenalan secara alami terhadap unsure – unsure kehidupan, seperti : Api, Air, Angin dan Tanah.
5. Periuk
Sebagai alat untuk mengambil air, yang pengenalan unsurnya sama dengan Tepaq. Hanya saja periuk diibaratkan sebagai sang ayah sedangkan tepaq diibaratkan sebagai ibu.
6. Pemurung / Semprong
Pemurung merupakan lambang memasak. Pemurung digunakan untuk meniup api dan diberikan pada wanita/istri. Dengan demikian wanita/istri adalah yang bertanggungjawab dalam hal masak memasak.

*) Penyunting adalah Sekretaris Pengemban Budaya Adat Sasak (PEMBASAK) Lombok Tengah

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (BAGIAN 2)

amaq seruni*

merarik 2Parigan (ucapan) Pesejati

sasaQgagah – Assalamu’alaikum Warahmatullahhiwabarokatuh
Sadurung titiang humatur jembar panjang singgih . . . . . . minangke wiwitan titiang humatur panambrame “ Nede Lurgahe “ dumateng jeng andike sami.
Mengkane huge hing kang nyareng titiang puniki, titiang nyuwunen “ Nede Lurgahe “ dumateng jeng andike sami.
Mapan awinané titiang sareng sami puniki humarek, dene sampun kedawuh aken antuk Dané pamengku rat ring . . . . . negare, make miwah antuk Dane pangembn krame . . . . . kekeliangan/lingkungan lan serte Dane linggih krame samiring . . . . . negare, jagi humatere.
Mapan Ni dyah / Ni Dewi / Dedare, ingkang peparabé / Mepansengan / Kekasih / Kang mawaste . . . . . Bejanipun / Putri nipun / Kapernah hire / Anak hire . . . . . . Nenten nilaring wisme nojeng separan-paran utawi katiyu béng pawané agung . . . . . . . Nanging sang su dewi / sang putri nunggaling kayun / nunggaling karse pacing bejangkep / apale krame / merarik sareng / kalawan . . . . . . . béjanipun / putre nipun / kapernah hire / anak hire . . . . . . . saking . . . . . kekeliangan . . . . . negare.
Singgih, wantah puniki dumun, titiang ngantos pawekas jeng andike.

Pelaksanaan pesejati ini merupakan awal perjalanan adat, pemberitahuan kepada pemimpin adat tempt (asal) calon pengantin wanita. Pelaksanaan pesejati ini dilakukan 1x atau bisa lebih tergantung proses pelaksanaan kedua belah pihak (pihaklaki-laki dan wanita). Jika pesejati ini telah diterima oleh pemimpin adat (pihak wanita), maka dilanjutkan dengan pelaksanaan selabar.

Selabar

Selabar berasal dari kata Abar yang artinya ; pemberitahuan kepada keluarga calon pengantin wanita. Selabar dilakukan sebanyak 3 kali dengan rincian sebagai berikut : 1) ditujukan kepada keluarga penganten wanita., 2) sekedar memukul gong alit dipersimpangan desa atau gerbang penganten, 3) langsung ke keluarga penganten wanita, untuk pembahasan lebih lanjut.
Saat ini dianggap telah ada kesepakatan pihak penganten wanita atau telah selesai melakukan musyawarah untuk mengambil keputusan/kesimpulan.
Pelaksanaan selabar ini sama dengan pesejati baik itu jumlah anggota ataupun parigannya, bedanya adalah : Pesejati, ditujukan kepada kepala desa atau keliang/kepala lingkungan. Peselabar, ditujukan kepada keluarga calon pengantin wanita.
Pelaksanaan pesejati dan peselabar dirangkum menjadi satu yaitu “Perebak Pucuk“. Jika pelaksanaan peselabar ini sudah diterima oleh pihak keluarga calon pengantin wanita, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan “Nuntut Wali“.

Nuntut Wali

Nuntut wali, dilakukan oleh tokoh agama ditemani oleh tokoh adat. Disaat ini dilakukan pembahasan tentang pernikahan, baik tentang yang akan menjadi wali, besaran mas kawin serta waktu pelaksanaan (Hari, Tanggal, Jam).

Penobatan

Pernikahan (Penobatan), proses pernikahan dilakukan mengikuti syariat Islam yang dipimpin oleh penghulu dalam pelaksanaan “ijab-kabul” dilengkapi dengan saksi – saksi.

Trasne Kayun

Trasne Kayun, paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan pernikahan , kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang trasne kayun. Pelaksanaan trasne kayun ini dilakukan oleh 2 – 6 orang, tetapi harus ada orang yang bertanggungjawab walaupun hanya 1 orang.
Dalam pelaksanaan ini kadang tidak membahas trasne kayun, tapi mungkin sekedar pemberitahuan untuk bersabar dulu karena ada beberapa faktor penyebab hingga tidak dilaksanakan penyelesaian segera.
Dalam pembahasan trasne kayun, ada beberapa hal yang kadang muncul, seperti Gantiran, Mahar, dan Kebijakan.

Gantiran, besarnya gantiran ini tergantung pada strata yaitu; Utama, Madya dan Nista. Gantiran Utama, terdiri dari Kerbau 2 ekor berumur 5 tahun, Beras 200 catu (± 5 kwintal), Kelapa 200 butir, Kayu 200 ikat, Bumbu-bumbu secukupnya, dan Minyak goreng (minyak kelapa) 20 botol. Gantiran Madya, terdiri dari Kerbau 2 ekor berumur 3 tahun, Beras 100 catu (± 2,5 kwintal), Kelapa 100 butir, Kayu 100 ikat, Bumbu-bumbu secukupnya, dan Minyak goreng (minyak kelapa) 10 botol. Gantiran Nista, terdiri dari Sapi 1 ekor berumur 3 tahun, Beras 50 catu (± 1,25 kwintal), Kelapa 50 butir, Kayu 50 ikat, Bumbu-bumbu secukupnya, dan Minyak goreng (minyak kelapa) 5 botol.

Mahar, cara ini jarang dilakukan karena standarnya mengikuti harga terdahulu (harga ibu), baik menyangkut nilai/besar mas kawin ataupun nilai pertanggungjawaban (trasne kayun).
Kebijakan, cara ini dilakukan apabila gantiran tidak dilakukan atau gantiran dinilai dengan uang. Dan kebijakan dilakukan apabila yang bersangkutan tidak mampu menjalankan gantiran. Faktor-faktor tidak dijalankan sistim gantiran adalah ketidakmampuan materi, Salah satu pihak tidak paham tentang gantiran, tidak memiliki massa untuk melakukan gantiran, dan karena jarak yang cukup jauh antara pihak laki-laki dan wanita.

Angkat Janji (Bait Janji)

Yang dimaksud dengan Angkat Janji (Bait janji) adalah pelaksanaan menentukan hari sorong serah aji krame dan nyongkolan, sekalian juga membahas lambing-lambang adat dan berapa besar biaya pelaksanaan sorong serah aji krame.
Selain itu juga membahas tentang prosesi penyongkolan dan apa saja yang akan dibawa pada saat penyongkolan. Jika dilakukan penyambutan (Mendakin), maka atribut-atribut mendakin harus diketahui juga oleh kedua belah pihak. Adapun kelengkapan mendakin adalah Karas 2 buah, Pekemit 4 orang, Panji (Pembayun) 1 orang, Kebon odek 2 buah, Ongsongan (Tegantung kemampuan), Tumbak secukupnya, Juli jempane (Bagi yang mampu). Buah-buahan, Payung agung, dan Gong gendang.
Sedangkan kesiapan dari pihak penampi (Mendakin) adalah Karas 2 buah, Pekemit 4 orang, Tumbak secukupnya, Paying agung 2 buah, Buah-buahan, Gong gendang, Juru pikul pengganti, Pendampin penganten laki 2 orang, dan Pendamping penganten wanita 2 orang.

Sorong Serah Aji Krame dan Penyongkolan

Yang dimaksud Sorong serah aji krame adalah ; upacara peresmian pernikahan secara adat sasak, dimana pihak keluarga penganten laki mendorong kedua orang tua pengantin laki agar melakukan penyerahan. Orang tua harus menyerahkan anaknya kepada penganten wanita untuk berumah tangga.

Demikian juga sebaliknya dengan pihak keluarga penganten wanita mendorong kedua orang tua penganten wanita agar menyerahkan anaknya kepada penganten laki-laki untuk dijadikan istri dalam rumah tangga, sehingga orang tua tidak perlu lagi campur tangan dalam rumah tangga anaknya. Pada upacara sorong serah aji krame ini dihadiri oleh beberapa tokoh adat dan tokoh agama yang sekaligus menjadi saksi peresmian pernikahan secara adat sasak.

*) Naskah ini ditulis oleh Lembaga Pengemban Budaya Adat Sasak (Pembasak) dan penyunting adalah sekretaris Pembasak

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 1)

amaq seruni*

merarik 4

Pengantar

sasaQgagah – Sebelum agama islam masuk di pulau Lombok (Gumi Lombok), proses perkawinan adat Sasak dilakukan melalui proses “Rerembuk “. Dimana dalam acara perembuk ini dihadiri oleh para tetua (Sesepuh, Penglingsir serta tokoh lainnya), selain itu kedua belah pihak (pihak laki dan pihak wanita) serta keluarga yang lainnya juga dihadirkan dalam acara ini.

Rerembuk merupakan acara peresmian perkawinan dengan sistim penyaksian yang disertai dengan acara syukuran/selamatan (Bahasa sasak : Begawe/Rowah) dengan maksud memohon berkah dari yang dianggap keramat baik berupa benda ataupun pepohonan.
Setelah ajaran agama Islam masuk ke Gumi Sasak yang dibawa oleh rombongan dari Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Prapen (Sunan Prapen) sekitar tahun 1450 SM, maka perubahan besarpun terjadi di gumi Sasak dengan menyebarnya ajaran Islam ke seantero gumi Sasak.

Untuk mempercepat perkembangan Islam, maka penyebarannyapun dilakukan dengan merangkul semua kesenian-kesenian dan budaya-budaya adat Sasak terlebih dahulu sehingga melahirkan “ Adat Bersendikan Syara’ dan Syara’ Bersendikan AL-Qur’an (Agama) “
Tidak luput dari pengaruh ajaran agama Islam, maka prosesi pernikahan adat Sasakpun disesuaikan sehingga semua seni budaya adat Sasak tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Jika diibaratkan dengan sepasang kaki, maka kaki kanan adalah agama sedangkan kaki kiri adalah adat. Sehingga jika suku Sasak hidup dengan salah satu kaki saja, maka betapa lelah dan lama untuk mencapai suatu tujuan.

Berdasarkan pengibaratan itulah maka terbentuk lambang agama dan lambang adat yang disatukan dalam satu ikatan kain putih sebagai lambang agama dan kain hitam sebagai lambang adat.
Proses penyatuan kain putih dan kain hitam ini menjadi awal mula penggunaan “SESIRAH “ . Kata Sesirah berasal dari kata “Sirah” yang berarti kepala. Disamping lambing agama dan lambing adat dalam sesirah tersebut, ada juga yang disebut dengan “Leweng (Piring Kuningan)” sebagai lambing pemberitahuan kehilangan.
Dengan demikian sesirah tersebut terdiri dari 3 jenis, yaitu : Kain Putih, Kain Hitam, dan Leweng.

Sesirah ini selalu dibawa manakala sedang melakukan prosesi perkawinan, seperti : Pesejati, Peselabar, Nunas patutan, dan Sorong serah aji krame.

Karena suku Sasak yang dalam proses perkawinannya tidak melakukan sistim melamar akan tetapi suku sasak melakukan proses perkawinan dengan sistim “Kawin Lari“. Cara atau sistim ini disetujui/disepakati oleh masyarakat suku Sasak dengan alasan sebagai berikut ; 1) Yang memiliki rencana berumah tangga adalah anak laki-laki dan anak perempuan sehingga mereka bebas menentukan pilihan hatinya tanpa ada tekanan dari siapapun. 2) Adanya kekhawatiran jika orang tua perempuan akan bersifat materialistis bila melakukan lamaran, karena semua orang tua berharap mendapat calon menantu yang mapan. Pada kondisi ini cenderung terjadi pemaksaan untuk mengikuti pilihan orang tua padahal belum tentu sesuai menurut anak perempuannya., 3) Adanya kekhawatiran jika yang melakukan lamaran berasal dari keluarga sendiri ataupun orang lain namun orang tua lebih memilih orang lain sehingga menimbulkan perpecahan keluarga.

Dari contoh kasus diatas yang dijadikan dasar utama suku Sasak untuk lebih memilih proses perkawinan dengan cara kawin lari. Kata “mencuri” ini diambil dari proses pengambilan calon penganten wanita yang tanpa memberitahu orang tua dan keluarganya. Ini terjadi berdasarkan rencana dari kedua calon penganten untuk berumah tangga, sehingga tidak ada orang yang harus disalahkan jika suatu saat nanti mereka mendapat ujian dalam berumah tangga.

Proses Adat Dalam Perkawinan Suku Sasak

Masyarakat suku Sasak dalam proses pernikahannya menjalani sistem Kawin Lari atau yang sering disebut dengan Merarik/Mencuri, karena proses pengambilan wanita ( calon isteri ) tanpa diketahui orang tua dan keluarga (tidak diminta ) dan itu tergantung pada calon pengantin laki-laki dan calon pengantin wanita, kapan saja mereka siap untuk menikah yang tentunya diawali dengan hubungan cinta dan janji mereka berdua. Kawin lari yang dilegalkan oleh masyarakat sasak adalah, jika : 1) Telah terjalin hubungan asmara/cinta antara mereka (laki-laki dan wanita), 2) Adanya pembuktian cinta yang berupa materi ataupun jasa, 3) Adanya kesanggupan mereka berdua (laki-laki dan wanita) untuk berumah tangga, 4) Pengambilan calon pengantin wanita hendaknya dilakukan pada malam hari dan dirumah wanita itu sendiri (rumah orang tuanya).

Apabila ke – 4 poin tersebut tidak dipenuhi/dilanggar, maka itu berarti tidak legal atau melanggar aturan. Dalam pelanggaran ini penting untuk di musyawarahkan sejauh mana pelanggaran itu terjadi guna menentukan langkah selanjutnya baik itu berupa sanksi yang akan diberikan atau kebijakan lain sesuai hasil musyawarah.
Selain dari sistem kawin lari yang dilegalkan oleh masyarakat, ada juga sistem perkawinan yang terjadi pada masyarakat sasak, seperti; Emugah, Perekep, dan Salah Tingkah.

Emugah, yang dimaksud dengan Emugah adalah Pengambilan wanita (calon pengantin) yang dilakukan secara paksa dimana saja dan kapan saja (siang ataupun malam).
Pengambilan secara paksa ini terjadi dapat disebabkan karena wanita yang sering ingkar janji untuk menikah.
Pemaksaan ini biasanya terjadi tatkala wanita sedang berada diluar rumah misalnya dijalan atau ditempat lain yang bukan rumahnya sendiri. Selain itu Emugah ini bisa juga terjadi karena sudah terlalu banyak materi yang dikeluarkan oleh laki-laki tetapi tidak pernah dijanjikan untuk menikah.

Perekep / Peruput, proses perkawinan dengan cara ini jarang terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan dengan cara perekep adalah adalah; 1) Karena ada kekhawatiran pada keluarga wanita atau keluarga laki-laki akan menikah dengan orang lain agama (tidak seiman), 2) Karena ada kekhawatiran tidak sekupu (tidak sederajat), 3) Wanita yang pernah kawin lari tetapi tertangkap oleh keluarganya yang kemudian dibawa pulang kembali lalu dinikahkan secara paksa.

Jadi perkawinan cara ini terlaksana atas kehendak keluarga (terjadi pemaksaan kehendak) tanpa mempertimbangkan hubungan asmara/cinta. Berdasarkan 3 item tersebut diatas, keluarga lebih mengutamakan pernikahan secepat mungkin, sedangkan perasaan cinta diharapkan akan tumbuh seiring berjalannya waktu.
Salah Tingkah, yang dimaksud dengan pernikahan Salah Tingkah adalah pernikahan yang terjadi tanpa disengaja ataupun yang sengaja dilakukan tanpa pernah ada niat untuk menikah dan tidak pernah ada perasaan cinta.

Contoh pernikahan salah tingkah yang tidak disengaja: 1) Menjumpai seorang wanita dijalan atau disuatu tempat kemudian mengantarkannya pulang tetapi ketika sampai dirumah wanita sudah malam sedangkan keluarga wanita tidak terima karena pulang malam, dan 2) Jika ketahuan berdua (laki-laki dan wanita) berada di suatu tempat yang sepi misalnya seperti; sungai, kebun, sawah, dll padahal mereka tidak saling mengenal satu sama lain tetapi menjadi perbincangan umum.

Contoh pernikahan salah tingkah yang disengaja : 1) Masuk kedalam rumah seorang wanita, padahal dia tahu tidak ada orang lain dirumah tersebut sehingga menjadi perbincangan, dan 2) Mengganggu seorang wanita (melanggar etika) sehingga menjadi perbincangan umum.

Prosedur Perkawinan Masyarakat Sasak

Prosedur pernikahan yang umum terjadi pada masyarakat sasak antara lain : (1) Emidang ( Pacaran ), (2) Merarik ( Mengambil Wanita ), (3) Merangkat ( Makan Malam I ), (4) Pesejati ( Membenarkan ), (5) Selabar ( Pemberitahuan , (6) Nuntut Wali ( Meminta Wali ), (7) Penobatan ( Menikahkan ), (8) Trasne Kayun (Pembahasan Materi ), (9) Angkat Janji ( Penetapan Hari – H ), (10) Sorong Serah Aji Krama ( Upacara peresmian ) dan Penyongkolan, (11) Nampak Tilas ( Silaturahmi Keluarga Kedua Belah Pihak ).

Emidang, adalah mendatangi rumah wanita berulang – ulang kali dengan maksud memperkenalkan diri kepada wanita dan keluarganya. emidang dilakukan pada malam hari ( pada waktu ba’da Isya sampai jam 22.00 malam). Masa emidang ini cukup lama, karena pada masa ini menjadi saat saling menilai, memahami sifat dan karakter masing-masing. Pada masa ini juga seorang lelaki dapat membuktikan kesungguhannya baik dari segi materi maupun jasa.
Adapun pemberian materi yang diberikan seorang lelaki pada masa emidang ini dapat berupa; uang, makanan, pakaian, dan lain – lain. Sedangkan pemberian yang berupa jasa adalah keikhlasan seorang lelaki dalam membantu wanita dengan menggunakan tenaga yang dimilikiny, misalnya seperti: ngaro (saat menanam padi), mataq (Saat panen padi), dan taliq pare (Saat mengikat padi).

Merarik adalah proses pengambilan wanita (calon pengantin wanita) yang dilakukan pada malam hari. Pengambilan ini dilakukan oleh teman yang menjadi perantara pada masa pacaran dan teman tersebut disebut sebagai Subandar yang ditemani oleh beberapa wanita dewasa (biasanya yang sudah menikah / ibu-ibu).
Merangkat maksudnya adalah acara makan bersama yang dilakukan setelah calon pengantin wanita datang. Dikatakan merangkat karena menyajikan makanan dengan menggunakan perangkat (Dulang Tinggang) yang terbuat dari kayu sedangkan makanan didalam perangkat tersebut dikhususkan bagi kedua calon pengantin. Adapun jenis makanan yang disajikan antara lain : 1) 2 piring nasi putih, 2) 2 butir telur ayam, dan 3) 1 ekor ayam panggang.
Pesejati berasal dari kata “Jati” yang artinya; sungguh – sungguh. Pesejati adalah sekelompok utusan yang melaksanakan tugas untuk memberitahu kepada Dané Pamengku Rat / Dané Pengamong Krame yaitu Kepala Desa atau pejabat yang mewakili. Pesejati juga dapat dilakukan ke Dané Pengemban Krame / Pangréh Warate yaitu Keliang (Kepala Lingkungan).

Dalam kelompok pesejati ini dipimpin oleh satu orang yang ditunjuk sebagai juru bicara (Panji). Adapun jumlah anggota pesejati ini diatur menurut strata dari calon pengantin laki-laki, yaitu; a) Utama : 20 orang sampai dengan tak terbatas, b) Madya : 6 sampai dengan 18 orang, dan c) Nista : 2 sampai dengan 4 orang.

*) Naskah ini merupakan tulisan dari Lembaga Pengemban Budaya Adat Sasak, dan Penulis adalah Sekretaris Lembaga

Evaluasi Perbup Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Tanam Global (RTTG) Tahun 2014/2015

Amaq seruni*

DSCF0746Dasar Pemikiran
Saat ini persaingan antar pemakai air baik di tingkat Daerah Irigasi (DI) maupun di tingkat sungai sangat ketat dan sudah sangat mengkhawatirkan, sehingga semakin penting untuk membuat perencanaan kebutuhan air bagi setiap pemakai. Rencana tata tanam mempunyai arti penting terutama dalam keadaan-keadaan sebagai berikut; 1) Di daerah dengan luas lahan yang diairi melebihi debit air yang dapat disediakan. Dalam hal ini perlu dilakukan pergiliran air untuk jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan. 2) Bila waktu penanaman harus diatur dan ditentukan berdasar pertimbangan – pertimbangan untuk mengatasi serangan hama atau memutus siklus hidup suatu hama, 3) Bila daerah irigasi dibagi dalam golongan-golongan giliran air, 4) Bila tenaga kerja baik orang, hewan maupun peralatan mesin pertanian yang tersedia tidak mencukupi kebutuhan pengolahan tanah secara serentak. Selain itu, rencana tata tanam juga diperlukan untuk kebutuhan penentuan waktu bagi kegiatan pemeliharaan jaringan irigasi. Setahun sekali biasanya bangunan dan saluran jaringan irigasi dikeringkan untuk diperiksa. Saat yang baik untuk pemeriksanaan tersebut adalah akhir musim kemarau, namun justru pada musim tersebut kebutuhan air meningkat. Dengan perencanaan tata tanam yang baik, dapat disepakati kapan waktu yang tepat agar kepentingan – kepentingan tersebut dapat dipertemukan.

Pemerintah telah memberikan peran yang lebih luas kepada masyarakat dalam pengembangan pengelolaan system irigasi partisipatif di daerah. Partisipasi masyarakat khususnya dalam penyelenggaraan operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Keterlibatan masyarakat melalui P3A/GP3A/IP3A dalam perencanaan dan pelaksanaan operasi, dengan proses sebagai berikut; 1) P3A/GP3A/IP3A mengusulkan rencana tanam dan luas areal tanam dan luas areal kepada Dinas yang membidangi irigasi, 2) Dinas yang membidangi irigasi bersama – sama Dinas yang membudangi Pertanian menyusun rencana tanam dan luas areal tersebut, 3) Komisi irigasi yang beranggotakan instansi terkait dari wakil perkumpulan petani pemakai air membahas pola dan rencana tata tanam, rencana tahunan penyediaan air irigasi, rencana tahunan pembagian dan pemberian air irigasi dan merekomendasikan kepada Bupati/Walikota dan Gubernur sesui dengan kewenangannya, dan 4) Dinas yang membidangi irigasi atau dapat dilakukan dengan melibatkan peran P3A/GP3A/IP3A.

Setelah melalui proses Penyusunan Rencana Tata Tanam Tahunan yang diatur pada Bab 2 lampiran PerMen PU No, 33/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi, Komisi Irigasi (Komir) Kabupaten Lombok Tengah telah menetapkan Peraturan Bupati Lombok Tengah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Tata Tanam dan Pola Tanam Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2014/2015. Sesuai dengan tugas pokok Komir yang diatur dalam PerMen PU Nomor 31/PRT/M/2007 tentang Pedoman Mengenai Komiri Irigasi Bab III Pasal 5 Ayat (1) huruf d yaitu untuk merumuskan rencana tata tanam yang telah disiapkan oleh dinas instansi terkait dengan mempertimbangkan data debit air yang tersedia pada setiap daerah irigasi, pemberian air serentak atau golongan, kesesuaian jenis tanaman, rencana pembagian dan pemberian air.

Memasuki Musim Tanam (MT) ke-2 Tahun 2015, permasalahan yang kemungkinan muncul melihat trend tahun – tahun sebelumnya adalah tingginya jumlah areal tanam dibandingkan jumlah debit (Q) air yang tersedia. Kondisi ini terjadi karena tingginya pelanggaran pola dan tata tanam di Kabupaten Lombok Tengah. Untuk mengoptimalkan pelayanan air maka diperlukan suatu bentuk peraturan dalam menyeimbangkan alokasi air (balanching water alocations) menghadapi MT-2/MK-1 dan MT-3/MK-1 Tahun 2015. Agar dapat dipedomani bersama maka Peraturan Bupati Lombok Tengah Nomor 24 Tahun 2014 tersebut harus disosialisasikan kepada masyarakat petani dan stakeholders pengelola jaringan irigasi.

Sosialisasi
Kegiatan sosialisasi Peraturan Bupati Kabupaten Lombok Tengah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Tanam dan Pola Tanam Tahun 2014/2015 dimaksudkan untuk mengoptimalkan pelayanan air irigasi berdasarkan ketersediaan air (debit andalan) dengan mempertimbangkan usulan rencana tata tanam dan rencana kebutuhan air tahunan, dan kondisi hidroklimatologi.

Sedangkan tujuan kegiatan sosialisasi Peraturan Bupati Kabupaten Lombok Tengah Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Tanam dan Pola Tanam Tahun 2014/2015 adalah : 1) Agar masyarakat petani dan stakeholders pengelola jaringan irigasi mengetahui Rencan Tata Tanam dan Pola Tanam Kabupaten Lombok Tengah Tahun 2014/2015, 2) Menumbuhkan partisipasi dan kesadaran masyarakat petani dalam penyelenggaraan operasi jaringan irigasi, 3) Menekan terjadinya pelanggaran pola tanam dan tata tanam di kabupaten Lombok Tengah, dan 4) mewujudkan kondisi tertib tanam di masyarakat petani.

Evaluasi
Implementasi Peraturan Bupati Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Tanam dan Pola Tanam Tahun 2014/2015 dapat dilihat pada data rencana dan realisasi tanam MT 1 / MH 1 dan MT 2 / MK 1 tahun tanam 2014/2015. Luas rencana tanam pada MT 1 / MH Padi sebesar 54.562 hektar dan realisasi tanam 55.686 hektar, terjadi over tanam 1124 hektar. Luas rencana tanam pada MT 2 / MK 1 Padi sebesar 15.986 hektar dan Palawija 29.530 hektar dan realisasi tanam Padi 31.064 hektar dan Palawija 0 hektar, terjadi over tanam Padi 15.078 hektar (Komir Lombok Tengah, 2015). Dari angka realisasi tanam tersebut realisasi panen mencapai 30. 851 hektar dan yang mengalami puso 213 hektar. Angka provitas tanaman mencapai 57,41 kw/hektar (BKP3 Lombok Tengah, 2015). Hasil ubinan BPS angka provtas mencapai 48 kw/hektar sedangkan perhitungan pola sub-round Mei – Agustus mencapai 56,77 kw/hektar (Dinas Pertanak, 2015).

Tingginya selisih tanam antara rencana dengan realisasi berdasarkan informasi dari masyarakat petani disebabkan oleh beberapa faktor adalah ; 1) terlambatnya sosialisasi Perbup Nomor 24 Tahun 2014 tentang Rencana Tata dan Pola Tanam Tahun 2014/2015, 2) adanya anjuran dari Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Lombok Tengah bagi petani untuk menanam Padi guna mengejar target produksi nasional, dan 3) kebiasaan petani untuk menanam Padi pada MT 2 / MK 1 setiap tahunnya.

Sumber Pustaka :
1. Konsultan IDPim WISMP 2 Nusa Tenggara Barat, 2014
2. Sekretariat Komir Kabupaten Lombok Tengah, 2015
3. Soft Component BWS Nusa Tenggara I, 2015