Daerah Irigasi Jurang Sate Kompleks; Potensinya Menjadi Wisata Edukasi

sasaqgagah – Daerah Irigasi Jurang Sate Kompleks memiliki luas sawah 14.168 Ha, terbagi menjadi tiga jaringan utama yaitu Jurang Sate Hulu (4.229 Ha), Jurang Sate Hilir (6.439 Ha) dan Jurang Batu (3.500 Ha) merupakan daerah irigasi yang memiliki areal sawah terluas di NTB. Secara administratif meliputi 44 desa dengan karakteristik penduduk yang berbeda – beda.

Masyarakat desa yang mendiami bagian hulu dari DI. Jurang Sate mendapatkan jumlah air irigasi yang berlebihan sementara daerah bagian hilir mendapatkan air irigasi yang tidak cukup sehingga upaya – upaya efisiensi menjadi tipikal usaha budidaya pertanian mereka. Berlebihnya air irigasi di bagian hulu menjadi potensi dan sumber daya tersendiri sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan saluran induk (mainsistem) sebagai lokasi kegiatan ekonomi produktif mereka. Salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat adalah budidaya ikan sistem karamba.

Karamba merupakan sarana budidaya ikan yang telah dikenal luas oleh masyarakat pedesaan di Indonesia. Budidaya ikan dengan menggunakan karamba dianggap lebih ekonomis dan efisien dibandingkan dengan membuat kolam ikan atau kolam terpal. Pola aliran di saluran induk Jurang Sate Kompleks yang deras dan mengikuti kontur sangat cocok untuk budidaya ikan menggunakan karambna. Kegiatan ekonomi ini sangat potensial dan memiliki prospek yang baik terutama bagi masyarakat yang bermukim disepanjang saluran induk.

Terhadap jaringan irigasi pembuatan karamba di saluran induk membawa dampak yang buruk terhadap kinerja jaringan irigasi. Karamba berpotensi menghambat kecepatan aliran air yang menyebabkan sedimentasi di saluran terutama pada titik – titik belokan (R) saluran. Namun, secara alamiah masyarakat akan tetap memanfaatkan sumber daya air yang ada disekitar tempat tinggal mereka untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi keberlangsungan hidup mereka.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang membutuhkan tempat usaha dan kebutuhan akan keselamatan jaringan irigasi merupakan permasalahan yang tidak sederhana namun membutuhkan penyelesaian yang arif dan inovatif. Agar keduanya dapat berjalan selaras. Untuk itu maka kita harus melihat DI. Jurang Sate Kompleks secara lebih luas terutama potensi – potensinya yang dapat dikembangkan.

Sebagai bentang alam DI. Jurang Sate Kompleks tentunya memiliki rupa alam (landscap) yang beragam dan indah dipandang mata. Memanfaatkan rupa alam tersebut akan sangat menarik untuk pengembangan wisata alam bernuansa edukasi. Berikut ini beberapa ruang dan rupa alam DI. Jurang Sate yang dapat dijadikan wisata edukasi.

Karamba Ikan

Ketimbang karamba ikan yang banyak ini dianggap masalah dan jika dilarangpun masyarakat akan melakukan perlawanan sosial lebih baik dijadikan wisata edukasi “budidaya ikan sistem karamba”. Apalagi bentuk karambanya yang menyerupai kapal keruk dan terbuat dari besi akan menarik minat sebagian penikmat wisata alam untuk belajar budidaya ikan sistem karamba dan juga menikmati ikan bagar bumbu desa.

Beberapa langkah yang dapat diambil adalah; (1) merekonstruksi kembali desain karamba dan titik – titik pelepasan karamba sehingga tidak menghambat aliran air, (2) menambah fasilitas – fasilitas kuliner, (3) pengembangan buah – buahan seperti naga, jambu kristal, rambutan dan durian bangkok di lahan masyarakat sepanjang saluran induk, dan (4) menjaga kebersihan saluran sebagai icon utama pengembangan wisata.

Abangan

Abangan adalah istilah yang diberikan oleh masyarakat Lombok Tengah terhadap talang air yang dibangun oleh pemerintah kolonial belanda ini. Abangan yang terdapat di DI. Jurang Sate Kompleks ada dua buah yaitu abangan di desa Sepakek dan abangan di Gunung Agung desa Pringgarata. Abangan ini sudah dikenal luas dan telah dijadikan destinasi wisata oleh masyarakat lokal.

Bentuknya yang miring membuat aliran deras dipermukaannya sangat potensial untuk dijadikan wisata air. Didukung oleh pemandangan alam berupa persawahan di sekelilingnya yang indah membuat tempat ini menjadi favorit bagi masyarakat untuk melepas dahaga akan keindahan alam. Apalagi jika dikembangkan kembali menjadi kawasan agrowisata.

Siphon Tinjung

Selain abangan bangunan irigasi yang tidak kalah fenomenalnya untuk dijadikan wisata edukasi adalah bangunan siphon yang ada di Tinjung Desa Bunut Baok. Siphon Tinjung  merupakan bangunan irigasi berbentuk melengkung leter “U” yang melewati sungai Srigangga. Bangunan ini mengadopsi teori irigasi kuno zaman kekaisaran romawi dan sampai sekarang masih sangat kuat. Yang tidak kalah menarik dari tempat ini adalah pemandangan alam desa dengan berbagai jenis pohon yang tumbuh disepanjang palung sungai dan diatas palung terhampar pesawahan hijau.

Organik Farming

Organik farming mulai diperkenalkan kepada masyarakat di DI. Jurang Sate Kompleks sejak tahun 2004 melalui program pengembangan System of Rice Intensifications (SRI) oleh Program DISIMP I – NIppon Koey di Dusun Kuwang Jukut Desa Pringgarata. Pada perkembangan selanjutnya organik farming telah menjadi salah satu ciri budidaya oleh sebagian masyarakat petani.

Organik farming dan SRI sampai saat ini terus dikembangkan oleh masyarakat petani karena memberikan manfaat yang banyak. Organik farming secara berkelanjutan memberikan perbaikan bagi tanah dan memberikan hasil panen yang lebih banyak dibandingkan budidaya cara konvensional. Masyarakat pencinta wisata alam dapat belajar organik farming kepada petani setenpat.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi referensi semua pihak yang melihat permasalahan irigasi di DI. Jurang Sate Kompleks dengan arif. Marilah kita mencoba mengurai masalah menjadi keindahan dan dengan kreatif menjadikan kawasan ini menjadi sumber kekuatan ekonomi pedesaan yang selaras alam. (amaq seruni, 24/12/2017).

Tinggalkan komentar