Monthly Archives: Desember 2017

Profil Daerah Irigasi Katon Komplek Kabupaten Lombok Tengah – WS Lombok

A. Kondisi Geografis

sasaqgagah – Daerah Irigasi Katon Kompleks Kabupaten Lombok Tengah meliputi areal persawahan seluas 7.495 hektar, meliputi 2 Kabupaten, 4 kecamatan dan 14 Desa yang terletak di Kecamatan Janapria, Kecamatan Praya Timur, Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah dan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Secara geografis Kabupaten Lombok Tengah terletak pada kedudukan : Barat – Timur antara 116 o 05 ’ sampai 116 o 24 ’ bujur Timur; Utara – Selatan antara : 08 o 24 ’ sampai 08 o 57 ’ lintang Selatan.

B. Topografi

Berdasarkan kondisi topografi, Daerah Irigasi Katon Kompleks merupakan wilayah Kabupaten Lombok Tengah bagian timur dan selatan dengan karakteristik sebagian besar wilayah ini merupakan daerah dataran rendah. Potensi yang dimiliki antara lain adalah pertanian padi dan palawija, yang didukung oleh lahan persawahan yang luas dan sarana irigasi yang memadai. Wilayah yang membujur dari utara ke selatan tersebut mempunyai letak dan ketinggian yang bervariasi mulai dari nol (0) hingga 2000 meter dari permukaan laut. Secara garis besar topografi masih mirip dengan kabupaten lain di Pulau Lombok.

C. Iklim dan Curah Hujan

Daerah Irigasi Katon Komplek memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang kering. Musim hujan yang biasanya terjadi sekitar tujuh sampai delapan bulan pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi pada tahun 2012 terjadi sepanjang tahun yakni dari bulan Januari hingga Desember. Jumlah hari hujan perbulan di Kabupaten Lombok Tengah berkisar antara 1 hingga 24 hari. Jumlah hari terbanyak terjadi pada bulan Januari dan Desember dengan curah hujan 493 mm pada bulan Januari dan 389 mm pada bulan Desember. Sedangkan hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan Juni dan Agustus yang hanya terjadi hujan 1 hari. (Sumber : Bappeda Kab. Lombok Tengah Tahun 2013, Buku Profil Daerah Kab. Lombok Tengah Tahun 2013, Hal 6).

Perubahan iklim menjadi fenomena yang penting untuk dipertimbangkan. Pada wilayah pesisir, trend peningkatan elevasi laut pasang mulai menimbulkan abrasi tanah pantai, dan juga berpengaruh pada efektifitas system drainase pada Daerah Irigasi di wilayah datar dekat laut. Pada wilayah perbukitan, terjadi peningkatan intensitas curah hujan, yang mengakibatkan banjir pada sungai dan erosi tanah dalam DAS. Kedua hal in berpengaruh kepada kapasitas bendung-bendung irigasi yang ada, dan fasilitas pencegahan masuknya lumpur pada saluran induk (kantong lumpur).

Berdasarkan klasifikasi (Schmid dan Ferguson), memiliki iklim C dan iklim D, yaitu hujan tropis dengan musim kemarau kering, yaitu mulai bulan November sampai dengan Mei, sementara curah hujan berkisar antara 1.000 hingga 1750 mm per tahun.

Arah angin yang terjadi tiap tahun sebagai berikut : (a) pada bulan November sampai Maret angin bertiup dari arah Barat Laut, dan (b) pada bulan Juli sampai Agustus angin betiup dari arah Tenggara dengan kecepatan rata-rata 29,00 km/jam.

D. Sumber Air (WS)

Daerah Irigasi Katon Kompleks terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Renggung. Sungai Renggung memiliki panjang 47,45 km. Sumber air irigasi yang utama adalah air permukaan dari Sungai Renggung yang selama ini dimanfaatkan untuk mensuplai air irigasi pada musim kemarau ke DI Katon Kompleks dengan system interkoneksi HLD Renggung.

Di sungai renggung sendiri terdapat tiga bendung yaitu bendung Katon, bendung Mujur I dan Mujur II. Khusus untuk DI Katon Kompleks memanfaatkan bendung Katon dan Mujur I sedangkan bendung Mujur II untuk mengairi DI Mujur II. Bendung Katon airnya dimanfaatkan untuk mengairi sub-DI Katon dan Mujur I untuk mengairi sub-DI Mujur I dan Batu Ngapah. Bagian timur wilayah DI Katon Kompleks terdapat sub-DI Tibunagke dan sub-DI Kulem yang juga mendapatkan suplesi dari sistem HLD Babak – Renggung – Rutus.

E. Data Teknis Daerah Irigasi Katon Kompleks

Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier serta kuarter. Ditinjau dari letaknya saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan menjadi saluran garis tinggi/kontur dan saluran garis punggung (Mawardi. E, 2007).

Saluran primer dan sekunder DI. Katon Kompleks yaitu saluran pasangan dan saluran tersier mayoritas merupakan saluran tanpa pasangan atau saluran tanah. Data teknis saluran irigasi Katon Kompleks terdiri dari jaringan irigasi (induk, sekunder, tersier) dan bangunan irigasi. DI Katon Kompleks memiliki panjang saluran induk 2.884 meter, saluran sekunder 26.572 meter.

Berikut daftar saluran yang ada di DI Katon Kompleks:
1. Daerah Irigasi Katon
Saluran (196661 m) :
a. Saluran induk Katon : 3700 m
b. Saluran sekunder Katon  : 1586 m
c. Saluran sekunder Sengkerang : 6304 m
d. Saluran sekunder Beleka : 1109 m
e. Saluran sekunder Aik Paek : 1111 m
f. Saluran Sekunder Penambang : 3655 m
g. Saluran Sekunder Sambi Mati : 2196 m

2. Daerah Irigasi Tibunangke
Saluran ( 28676,47 m) :
a. Saluran induk Tibunangke : 1441 m
b. Saluran Sekunder Tibunangke : 2470,6 m
c. Saluran Sekunder Ganti : 5808,4 m
d. Saluran Sekunder Legu : 6601,21 m
e. Saluran Sekunder Lengkok Lauk : 7880,1 m
f. Saluran Sekunder Montong Lisung : 3057,2 m
g. Aluran Sekunder Batu Belah : 1717,96

3. Daerah Irigasi Kulem
Saluran (14938 m) :
a. Saluran Induk Kulem : 3864 m
b. Saluran Induk Matek Maling : 746 m
c. Saluran Sekunder Kulem Bilelando : 3916 m
d. Saluran Sekunder Kulem Pengantap : 2852 m
e. Saluran Muka Kulem Pengantap : 1700 m
f. Sauran Sekunder Selayar : 1438 m
g. Saluran Muka Selayar : 422 m

4. Daerah Irigasi Mujur 1
Saluran (8642 m) :
a. Saluran Induk Mujur 1 : 1994 m
b. Saluran Sekunder Sengkerang : 3119 m
c. Saluran Sekunder Nyampe : 3349 m

5. Daerah Irigasi Batungapah
Saluran (5480 m) :
a. Saluran Induk Batungapah : 2230 m
b. Saluran Sekunder Pengantap : 850 m
c. Saluran Sekunder Semoyang : 1650 m
d. Saluran Muka Semoyang : 750 m

6. Daerah Irigasi Embung Pare
Saluran (2400 m) :
a. Saluran Induk Embung Pare : 2400 m

7. Daerah Irigasi Bileremong
Saluran (2286 m) :
a. Salurran Induk Bileremong : 1300 m
b. Saluran Sekunder Montong Kelelik : 986 m

Bangunan irigasi dalam jaringan irigasi teknis Katon Kompleks mulai dari awal sampai akhir dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu; 1) bangunan pada saluran pembawa yaitu bangunan pengambilan/penyadapan, pengukuran dan pembagian air, 2) bangunan pelengkap untuk mengatasi halangan sepanjang saluran dari bangunan lain, 3) rumah dinas, 4) jalan inspeksi.

F. Inventarisasi Kondisi Daerah Irigasi Katon Kompleks

Jaringan irigasi pada DI Katon Kompleks terdiri dari saluran pembawa, saluran pembuang dan bangunan pelengkap lainnya. Saluran pembawa terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan tersier serta kwarter. Berdasarkan letaknya saluran pembawa pada DI Katon Kompleks adalah saluran garis tinggi/kontur. Selain saluran pembawa juga terdapat saluran pembuang yang mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dan berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk mencegah terjadinya genangan yang dapat merusak akar tanaman. Dalam budidaya SRI saluran pembuang memberikan fungsi yang besar untuk menjaga kestabilan air secara intermitten.

G. Jadwal Pengairan

Jadwal pengairan sudah ditetapkan untuk wilayah DI Katon Kompleks selama 6 (enam) hari dimulai pada tanggal 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 setiap bulan dengan debit rata-rata 2,6 m³. Estimasi kebutuhan air untuk DI Katon Kompleks dengan luas areal kurang lebih 7.495 hektar dengan angka kebutuhan standar 1 liter/detik adalah 7.495 ha x 1 liter/detik = 7.495 lt/det. Dari estimasi tersebut maka DI Katon Kompleks masih kekurangan air sebesar 7.495 – 2600 lt/det = 4.895 lt/det. Dari debit rata-rata yang tersedia maka distribusi air ke masing-masing petak tersier belum merata terutama wilayah hilir. Untuk memenuhi kekurangan air yang ada maka dilakukan koordinasi dengan GP3A dan Pengamat DI Jurang Batu untuk mendaparkan bantuan air dan dari koordinasi tersebut DI Katon Kompleks mendapatkan tambahan air sebesar 1 m2 pada tanggal 1 – 2 setiap bulannya.

H. Pola Tanam

Rencana pola tanam di DI Katon Kompleks adalah Padi – Padi/Palawija – Palawija/Bero dengan rincian sebagai berikut : (1) Katon : 1885/0/0 – 658/1227/0 – 0/658/1227, (2) Tibunangka : 2275/0/0 – 117/2158/0 – 0/87/2171, (3) Kulem : 1118/0/0 – 8/1110/0 – 0/8/1110, (4) Embung Pare : 600/0/0 – 341/377, (5) Mujur I : 718/0/0 – 341/377/0 – 0/341/377, dan (6) Batu Ngapah : 583/0/0 – 48/535/0 – 0/48/535. (sumber : Bidang SDA Kab. Lombok Tengah, 2016). Dari data diatas, luas areal pertanaman padi pada MT-1/MH adalah 7179 Ha (100%) dan pada MT-2/MK-1 adalah 1172 Ha (16,3%). Indeks pertanaman padi di DI Katon Kompleks sebesar 116,3%.

I. Kelembagaan Petani Pemakai Air

Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan salah satu lembaga pengelola irigasi yang pembentukannya diatur melalui Peraturan Menteri. Kelembagaan ini dibentuk berdasarkan pendekatan hidrologis sehingga terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu ;(1 )Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ; Jaringan Terier, (2) Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) : Jaringan Sekunder, dan (3) Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) : Jaringan Primer

Berdasarkan kondisi eksisting pada DI Katon Kompleks terdapat sebanyak ; 34 P3A; 8 GP3A dan 1 IP3A. Dimana sebagian besar dari lembaga tersebut belum memiliki legalitas hukum pembentukan. Status hukum P3A/GP3A/IP3A terdiri dari tiga tingkatan yaitu ; (1) AD/ART sudah disahkan oleh kepala daerah, (2) sudah memiliki akta notaris, dan (3) sudah terdaftar di pengadilan negeri setempat. (amaq & inaq seruni, 25/12/2017)

 

Daerah Irigasi Jurang Sate Kompleks; Potensinya Menjadi Wisata Edukasi

sasaqgagah – Daerah Irigasi Jurang Sate Kompleks memiliki luas sawah 14.168 Ha, terbagi menjadi tiga jaringan utama yaitu Jurang Sate Hulu (4.229 Ha), Jurang Sate Hilir (6.439 Ha) dan Jurang Batu (3.500 Ha) merupakan daerah irigasi yang memiliki areal sawah terluas di NTB. Secara administratif meliputi 44 desa dengan karakteristik penduduk yang berbeda – beda.

Masyarakat desa yang mendiami bagian hulu dari DI. Jurang Sate mendapatkan jumlah air irigasi yang berlebihan sementara daerah bagian hilir mendapatkan air irigasi yang tidak cukup sehingga upaya – upaya efisiensi menjadi tipikal usaha budidaya pertanian mereka. Berlebihnya air irigasi di bagian hulu menjadi potensi dan sumber daya tersendiri sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan saluran induk (mainsistem) sebagai lokasi kegiatan ekonomi produktif mereka. Salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat adalah budidaya ikan sistem karamba.

Karamba merupakan sarana budidaya ikan yang telah dikenal luas oleh masyarakat pedesaan di Indonesia. Budidaya ikan dengan menggunakan karamba dianggap lebih ekonomis dan efisien dibandingkan dengan membuat kolam ikan atau kolam terpal. Pola aliran di saluran induk Jurang Sate Kompleks yang deras dan mengikuti kontur sangat cocok untuk budidaya ikan menggunakan karambna. Kegiatan ekonomi ini sangat potensial dan memiliki prospek yang baik terutama bagi masyarakat yang bermukim disepanjang saluran induk.

Terhadap jaringan irigasi pembuatan karamba di saluran induk membawa dampak yang buruk terhadap kinerja jaringan irigasi. Karamba berpotensi menghambat kecepatan aliran air yang menyebabkan sedimentasi di saluran terutama pada titik – titik belokan (R) saluran. Namun, secara alamiah masyarakat akan tetap memanfaatkan sumber daya air yang ada disekitar tempat tinggal mereka untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi keberlangsungan hidup mereka.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang membutuhkan tempat usaha dan kebutuhan akan keselamatan jaringan irigasi merupakan permasalahan yang tidak sederhana namun membutuhkan penyelesaian yang arif dan inovatif. Agar keduanya dapat berjalan selaras. Untuk itu maka kita harus melihat DI. Jurang Sate Kompleks secara lebih luas terutama potensi – potensinya yang dapat dikembangkan.

Sebagai bentang alam DI. Jurang Sate Kompleks tentunya memiliki rupa alam (landscap) yang beragam dan indah dipandang mata. Memanfaatkan rupa alam tersebut akan sangat menarik untuk pengembangan wisata alam bernuansa edukasi. Berikut ini beberapa ruang dan rupa alam DI. Jurang Sate yang dapat dijadikan wisata edukasi.

Karamba Ikan

Ketimbang karamba ikan yang banyak ini dianggap masalah dan jika dilarangpun masyarakat akan melakukan perlawanan sosial lebih baik dijadikan wisata edukasi “budidaya ikan sistem karamba”. Apalagi bentuk karambanya yang menyerupai kapal keruk dan terbuat dari besi akan menarik minat sebagian penikmat wisata alam untuk belajar budidaya ikan sistem karamba dan juga menikmati ikan bagar bumbu desa.

Beberapa langkah yang dapat diambil adalah; (1) merekonstruksi kembali desain karamba dan titik – titik pelepasan karamba sehingga tidak menghambat aliran air, (2) menambah fasilitas – fasilitas kuliner, (3) pengembangan buah – buahan seperti naga, jambu kristal, rambutan dan durian bangkok di lahan masyarakat sepanjang saluran induk, dan (4) menjaga kebersihan saluran sebagai icon utama pengembangan wisata.

Abangan

Abangan adalah istilah yang diberikan oleh masyarakat Lombok Tengah terhadap talang air yang dibangun oleh pemerintah kolonial belanda ini. Abangan yang terdapat di DI. Jurang Sate Kompleks ada dua buah yaitu abangan di desa Sepakek dan abangan di Gunung Agung desa Pringgarata. Abangan ini sudah dikenal luas dan telah dijadikan destinasi wisata oleh masyarakat lokal.

Bentuknya yang miring membuat aliran deras dipermukaannya sangat potensial untuk dijadikan wisata air. Didukung oleh pemandangan alam berupa persawahan di sekelilingnya yang indah membuat tempat ini menjadi favorit bagi masyarakat untuk melepas dahaga akan keindahan alam. Apalagi jika dikembangkan kembali menjadi kawasan agrowisata.

Siphon Tinjung

Selain abangan bangunan irigasi yang tidak kalah fenomenalnya untuk dijadikan wisata edukasi adalah bangunan siphon yang ada di Tinjung Desa Bunut Baok. Siphon Tinjung  merupakan bangunan irigasi berbentuk melengkung leter “U” yang melewati sungai Srigangga. Bangunan ini mengadopsi teori irigasi kuno zaman kekaisaran romawi dan sampai sekarang masih sangat kuat. Yang tidak kalah menarik dari tempat ini adalah pemandangan alam desa dengan berbagai jenis pohon yang tumbuh disepanjang palung sungai dan diatas palung terhampar pesawahan hijau.

Organik Farming

Organik farming mulai diperkenalkan kepada masyarakat di DI. Jurang Sate Kompleks sejak tahun 2004 melalui program pengembangan System of Rice Intensifications (SRI) oleh Program DISIMP I – NIppon Koey di Dusun Kuwang Jukut Desa Pringgarata. Pada perkembangan selanjutnya organik farming telah menjadi salah satu ciri budidaya oleh sebagian masyarakat petani.

Organik farming dan SRI sampai saat ini terus dikembangkan oleh masyarakat petani karena memberikan manfaat yang banyak. Organik farming secara berkelanjutan memberikan perbaikan bagi tanah dan memberikan hasil panen yang lebih banyak dibandingkan budidaya cara konvensional. Masyarakat pencinta wisata alam dapat belajar organik farming kepada petani setenpat.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi referensi semua pihak yang melihat permasalahan irigasi di DI. Jurang Sate Kompleks dengan arif. Marilah kita mencoba mengurai masalah menjadi keindahan dan dengan kreatif menjadikan kawasan ini menjadi sumber kekuatan ekonomi pedesaan yang selaras alam. (amaq seruni, 24/12/2017).