MENGENAL SIFAT – SIFAT BETON

1. Pendahuluan

Agar dapat merancang kekuatan beton dengan baik artinya dapat memenuhi kriteria aspek ekonomi yaitu rendah dalam biaya dan memenuhi aspek teknik yaitu memenuhi kekuatan struktur, maka kita harus mengetahui sifat – sifat beton segar yaitu; (1) kemudahan dalam pengerjaan (workability), (2) segregations, dan (3) bleeding.
Beberapa sifat dan karakteristik beton yang perlu diperlihatkan antara lain adalah : (a) modulus elastisitas, (b) kekuatan beton, (c) permeabilitas, dan (d) sifat panas beton.

2. Sifat Beton Segar

2.1 Kemudahan pengerajaan (workability)

Kemudahan pengerjaan dapat dilihat dari nilai slump yang identik dengan keplastisan beton/kelecakan beton. Semakin plastis beton, semakin mudah pengerjaannya. Secara umum semakin encer beton segar maka semakin mudah beton segar dikerjakan.

Unsure-unsur yang mempengaruhi antara lain; (a). Jumlah air, Semakinn banyak air semakin mudah untuk dikerjakan, (b) Kandungan semen, Jika FAS tetap, semakin banyak semen berarti semakin banyak kebutuhan air sehingga keplastisannya akan lebih tinggi, (c) Gradasi campuran pasir-kerikil, (d) Jika memenuhi syarat dan sesuai dengan standar akan mudah dikerjakan, (d) Bentuk butir agregat kasar, Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah dikerjakan, (e) Butir maksimum agregat, Pemakaian butir agregat lebih besar tampak lebih encer sehingga mudah dikerjakan daripada butir maksimum yang lebih kecil
Percoban slump dilakukan untuk mengetahui tingkat kemudahan pengerjaan (workability). Pengujian ini dilakukan dengan alat berbentuk kurucut terpancung, diameter atas 10 cm diameter bawah 20 cm dan tingginya 30 cm, dilengkapi dengan kuping untuk mengangkat beton segar dan tongkat pemadat diameter 16 mm sepanjang 60 cm.

Langkah-langkah percobaan sbb; (1) Siapkan alat-alat slump, termsuk cetok untuk memasukan beton segar, (2) Bagi volume menjadi masing-masing 1/3 volume, (3) Jika dihitung, tinggi lapisan pertama ± 7 cm, tinggi lapisan kedua ± 9 cm dan sisanya menjadi lapisan ketiga, (4) Masukan beton dengan cetok secara hati-hati setinggi 1/3 volume, (5) Padatkan lapisan tersebut dengan tongkat pemadat dengan menusuk-nusuk sebanyak 25 kali, (6) Lakukan pekerjaan tersebut untuk lapisan kedu adan ketiga, (7) Biarkan selam 60 detik setelah lapisan terakhir dikerjakan, (8) Angkat slump secara hati-hati, perhatikan penurunan beton, (9) Letakan alat slump disisi beton segar, (10) Ukur tinggi slump, diukur dari tinggi permukaan alat sampai tinggi permukaan beton yang jatuh.

2.2 Segregation

Kecenderungan butir-butir agregat kasar untuk melepaskan diri dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan darang kerikil yang pada akhirnya akan menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan beberapa hal; (1) campuran kurus atau kurang semen, (2) terlalu banyak air, (3) besar agregat maksimum lebih dari 40mm, (4) permukaan butir agregat kasar (semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah segregasi).
Kecenderungan segregasi dapat dicegah jika ; (1) tinggi jatuh diperpendek, (2) penggunaan air sesuai standear, (3) cukup ruangan antara tulangan dan acuan, (4) ukurran agregat sesauia dengan syarat, (5) pemadatan baik.

3.3 Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir halus pasir, yang pada saat beton mengeras nantinya akan membnetuk selaput (laitance). Bleeding disebabkan; (1) susunan butir agregat, (2) banyaknya air, (3) kecepatan hidrasi, (4) proses pemadatan. Bleeding dapat dikurangi dengan cara; (1) member lebih banyak semen, (2) Penggunakan air sedikit mungkin, (3) menggunakan butir halus lebih banyak.

3   Sifat dan Karakteristik Campuran Beton

3.1 Modulus Elastisitas Beton

Modulus elastisitas atau modulus Youngadalah ukuran kekerasan (stiffness) dari suatu bahan tertentu. Modulus ini dalam aplikasi rekayasa didefinisikan sebagai perbandingan tegangan yang bekerja pada sebuah benda dengan regangan yang dihasilkan. Secara lebih rinci, modulus ini adalah suatu angka limit untuk regangan – regangan kecil yang terjadi pada bahan yang proporsional dengan pertambahan tegangan. Dan, secara eksperimental, modulus ini dapat ditentukan dari perhitungan atau pengukuran slope (kemiringan) kurva tegangan – regangan (stress – strain) yang dihasilkan dalam uji tekan.

Batas – batas proporsional elastis (ASTM C469 dan Eurocode – 92 : 0.40 fc’, modulus secant ) dalam estimasi atau perhitungan angka modulus sangat penting, sebab sifat bahan beton yang sebenarnya adalah non linear atau elasto – plastik, dimana akibat dari suatu pembebanan tetap yang sangat kecil sekalipun, disamping memperlihatkan kemampuan elastis bahan juga menunjukkan deformasi permanen. Angka modulus elastis yang didasarkan atas ketahanan bahan terhadap deformasi (uji kuat tekan) disebut modulus elastis statik .

Nilai modulus elastisitas berdasarkan berbagai standar dapat dilihat sebagai berikut : (1) Berdasarkan ACI 318-14-83 : Ec = 33 Wc1.5 fc0.5 dibatasai untuk fc ≤ 6000 Psi, (2) Berdasarkan ACI 363-M-90, Ec = 40000 fc0.5 untuk 3000 ≤ Fc ≤ 6000 Psi, (3) Berdasarkan Eurocode 2 – 1992 : Ec = 0.4fc / ε(0.4 fc”) [internal σ = 0 – σ = 0.4 fc’], (4) Berdasarkan ASTM T469 : Ec = 0.4fc’ – σ / ε(0.4fc’) – ε1, (5) Berdasarkan SKSNI T – 15 – 1991 : Ec = 0.43 Wc1.5 fc0.5 untuk 1500 ≤ Wc ≤ 2500 kgf/m3; E = 4700 fc0.5 untuk Wc = ± 23 kN/m3.

3.2  Kuat Tekan Beton

Kuat tekan beton mengindentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur, semakin tinggi pula mutu betonnya. Beton harus dirancang proporsi campurannya agar menghasilkan suatu kekuatan rata-rata yang disayaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton telah dirancang campurannya haru sdiproduksi sedemikan rupa sehingga memeperkecil terjadinya beton dengan kuat tekan lebih rendah dari fc’ seperti yang telah disyaratkan.

Beberapa factor yang memepengaruhi kekuatan tekan betonn ; (1) proporsi bahan-bahan penyusunya, (2) metode perancangan, (3) perawatan, (4) keadaan pada saat pengecorana.

Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan beton dinotasikan sebagai sebagai berikut (PB,1989:16).
f’c = Kekuatan tekan beton yang disyaratkan (MPa)
fck = Kekuatan tekan beton yang didapatkan hasil uji kubus 150 mm atau dari silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm (MPa).
fc = Kekuatan tarik dari hasil uji belah silinder beton (MPa).
f’cr = Kekuatan tekan beton rata-rata yang dibutuhkan, sebagai dasar pemilihan perancangan campuran beton (MPa).
S = Devisiasi standar (s) (Mpa).

Beton harus dirancang proporsi campuranya agar menghasilkan suatu kuat tekan rata-rata yang disyaratkan. Pada tahap pelaksanaan konstruksi, beton yang telah dirancang campurannya harus diproduksi sedemikian rupa sehingga memperkecil frekuensi terjadinya beton dengan kuat tekan yang lebih rendah dari f’c seperti yang telah disyaratka. Criteria penerimaan beton tersebut harus pula sesuai dengan standar yang berlaku. Menurut Standar Nasional Indonesia, kuat tekan harus memenuhi 0.85 f’c untuk kuat tekan rata-rata dua silinder dan memenuhi f’c +0.82 s untuk rata-rata empat buah benda uji yang berpasangan. Jika tidak memenuhi, maka diuji mengikuti ketentuan selanjutnya.

3.3   Permeabilitas

Beton ringan didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu kerikil (batu apung) atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
Salah satu faktor yang menentukan kemampuan suatu struktur dalam memikul beban, statis maupun dinamis, adalah kualitas dari bahan pembentuknya.

Dengan demikian pemahaman terhadap properti dan karakter dari bahan yang dipilih dalam merespons beban-beban yang bekerja pada struktur selayaknya dikuasai dengan baik oleh para rekayasawan. Hal ini dimaksudkan agar struktur yang direncanakan dapat memberikan kinerja yang optimal. Beton merupakan bahan bangunan yang sangat populer digunakan dalam dunia jasa konstruksi. Banyak penelitian tentang beton yang sudah dilaksanakan dan akan terus berlanjut sebagai upaya untuk menjawab tuntutan perkembangan zaman dan kondisi lingkungan.

Diketahui bahwa kekuatan beton banyak dipengaruhi oleh bahan pembentuknya (air, semen dan agregat) sehingga kontrol kualitas dari bahan-bahan tersebut harus diperhatikan dengan seksama agar diperoleh beton sesuai dengan yang diinginkan. Semen portland merupakan komponen utama dalam teknologi beton yang berfungsi sebagai perekat hidrolik untuk mengikat dan menyatukan agregat menjadi masa padat. Berbagai jenis semen portland, melalui pengaturan rancangan bahan dasar, telah dikembangkan sesuai dengan jenis bangunan dan persyaratan lingkungan dimana beton akan digunakan. Yang umum digunakan untuk membuat beton adalah semen portland tipe I (PPI). Semen jenis ini dipakai untuk bangunan-bangunan yang tidak memerlukan persyaratan khusus, seperti panas dan atau waktu hidrasi serta kondisi lingkungan agresif [SNI 15-2049-2004].

Dengan perkembangan teknologi dan juga usaha yang dilakukan untuk menghemat biaya dan energi produksi serta mengatasi permasalahan lingkungan, dewasa ini telah diproduksi semen portland pozzolan (PPC) yang merupakan campuran dari klinker semen portland dengan bahan yang mempunyai sifat pozzolan [SNI 15-0302-2004]. Pozzolan yang digunakan dapat bersumber dari alam seperti batu apung maupun berasal dari limbah industri seperti abu terbang (residu dari pembakaran batu bara pada pembangkit listrik). PPC ini diketahui memiliki karakter dan properti yang berbeda dibandingkan dengan semen portland umum [Lea, 1970; Mehta, 1986; Neville and Brooks, 1998].

Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana perbedaan karakter maupun properti dari PPC dibandingkan dengan PCI. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dibandingkan kuat tekan dan permeabilitas dari beton yang dibuat dengan menggunakan PPC dengan beton yang dibuat dengan menggunakan PCI pada umur hidrasi 3, 7, 28 dan 90 hari.

Permeabilitas merupakan kemampuan pori-pori beton ringan dilalui oleh air. Pasta semen yang telah mengeras tersusun atas banyak pertikel, dihubungkan antar permukaan yang jumlahnya relatif lebih kecil dari total permukaan partikel yang ada. Air memiliki viskositas yang tinggi namun demikian dapat bergerak dan merupakan bagian dari aliran yang terjadi (Neville, 1995).
Permeabilitas beton adalah kemudahan beton untuk dapat dilalui air. Kata permeable berarti dapat dilalui air, sedangkan impermeable berarti sebaliknya.

Untuk mengetahui dan mengukur permeabilitas beton perlu dilakukan pengujian. Uji permeabilitas ini terdiri dari dua macam : (1) uji aliran (flow test) yaitu pengujian untuk mengukur permeabilitas beton terhadap air bila air dapat mengalir melalui sampel beton. dan (2) uji penetrasi (penetration test) yaitu pengujian permeabilitas beton tidak ada air mengalir terhadap sampel.
Pengujian permeabilitas beton untuk mengetahui pengaruh variasi semen dan agregat atau pengaruh banyaknya ragam operasi pencampuran beton, pencetakan dan perawatan, memperhitungkan informasi dasar pada bagian dalam porositas beton yang relatif berhubungan langsung dengan penyerapan, saluran kapiler, ketahanan terhadap pembekuan, penyusunan, daya angkat dan lain-lain. Faktor yang mempengaruhi kekedapan adalah kualitas material, metode persiapan beton, dan perawatan beton (Brook K.M, Murdock L.J, 1991).
Permeabilitas benda uji beton dihitung dengan rumus:
Pr=(Aaw–Aak)/ 30 menit
Dimana :
1. Pr = Nilai Permeabilitas ( gr/menit)
2. Aaw = Massa awal (gr)
3. Aak = Massa akhir (gr)

Pengujian penetrasi permeabilitas beton sesuai SNI untuk beton kedap air disyaratkan bila air merembes ke dalam beton kurang dari 5 cm (syarat standar DIN 1045).

3.4  Sifat Panas

Menurut Sumardi (2000) kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa beton/mortar dengan dua macam mekanisme yakni pertama secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas.

Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. Kedua secara konveksi yaitu udara panas yang bertiup/bersinggungan dengan permukaan beton/mortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin semakin kencang, maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak. Tjokrodimuljo (2000) mengatakan bahwa beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250 oC. Akibat panas, beton akan mengalami retak, terkelupas (spalling), dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan komposisi kimia secara bertahap pada pasta semennya.

Selain hal tersebut di atas, panas juga menyebabkan beton berubah warna. Bila beton dipanasi sampai suhu sedikit di atas 300 oC, beton akan berubah warna menjadi merah muda. Jika di atas 600 oC, akan menjadi abu-abu agak hijau dan jika sampai di atas 900 oC menjadi abu-abu. Namun jika sampai di atas 1200 oC akan berubah menjadi kuning. Dengan demikian, secara kasar dapat diperkirakan berapa suhu tertinggi selama kebakaran berlangsung berdasarkan warna permukaan beton pada pemeriksaan pertama.

Selanjutnya, Ahmad (2001) membahas kelayakan balok beton bertulang pascabakar secara analisis dan eksperimen. Penelitian dilakukan terhadap lima benda uji berbentuk balok beton bertulang. Empat balok dibakar di dalam tungku pada temperatur 200 oC dan 400 oC selama ± 3 jam dan satu balok lain yang tidak dibakar sebagai pembanding. Hubungan tegangan-regangan memperlihatkan perubahan kemiringan kurva atau dengan kata lain terjadi penurunan kekakuan sejalan dengan kenaikan temperatur dan diikuti dengan penambahan regangan maksimum.

Adapun hasil penelitian Ahmad dan Taufieq (2006) menyatakan bahwa terjadi penurunan kekuatan pada bangunan beton yang telah dioven. Pada penelitian ini didapatkan kuat tekan pada beton yang tidak dioven sebesar 240,0624 kg/cm 2 . Kekuatan sisa beton yang dioven pada temperatur 200 oC dan 400 oC adalah 88,89 % dan 70,15 % dari kekuatan beton normal yang tidak dioven. Rahmah (2000) menggunakan silinder hasil core case berdiameter 5 cm dari suatu model balok beton bertulang yang dibakar pada temperatur 200 oC, 400 oC, 600 oC, dan 800 oC. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi perubahan kuat tekan tiap sentimeter kedalaman core case beton sebesar 0,4%; sedangkan perubahan modulus elastisitas tiap sentimeternya berkisar 1,2% – 2,2%.

Menurut Zacoeb dan Anggraini (2005), perubahan temperatur yang cukup tinggi, seperti yang terjadi pada peristiwa kebakaran, akan membawa dampak pada struktur beton. Karena pada proses tersebut akan terjadi suatu siklus pemanasan dan pendinginan yang bergantian, yang akan menyebabkan adanya perubahan fase fisis dan kimiawi secara kompleks.

Hal ini akan mempengaruhi kualitas/kekuatan struktur beton tersebut. Pada beton normal mutu tinggi dengan suhu 1200 oC terjadi penurunan kekuatan tekan sampai tinggal 40% dari kekuatan awal. Sedangkan pada beton mutu tinggi dengan Silikafume dan Superplasticizer akan mengalami perubahan yang cukup berarti pada suhu tinggi dimana kekuatannya tinggal 35%.

Penelitian yang dilakukan oleh Sirait (2009), menggunakan balok beton bertulang penampang empat persegi ukuran 15x25x320, terletak pada tumpuan sederhana, bertulangan lemah. Waktu pembakaran mulai dari 30, 60, 90 dan 120 menit dengan balok yang berbeda pada suhu 500°C sejak awal hingga akhir pembakaran dan tanpa pembebanan. Pembebanan pada uji lentur menunjukkan penurunan daya pikul sebesar 26%, demikian juga pada uji kuat tekan beton menunjukkan penurunan kuat tekan beton sebesar 65% dari kekuatan awal. (Aq.Seruni,18/05/2018)

PENGOLAHAN BETON

1. Latar Belakang

Perkembangan industri konstruksi semakin berkembang pesat. Perkembangan ini diikuti oleh penemuan – penemuan inovasi bahan bangunan. Untuk mendukung pembangunan teknologi konstruksi yang semakin maju diperlukan material/bahan bangunan yang bermutu dan berkualitas tinggi. Bahan – bahan bangunan utama yang memikul beban dan biasa digunakan pada konstruksi adalah beton.

Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tarimnya kecil. Oleh karena itu untuk struktur bangunan, beton selalu dikombinasikan dengan tulangan baja untuk memperoleh kinerja yang tinggi (Ida, 2010). Sebagai material Komposit, sifat beton sangat bergantung pada sifat unsur masing – masing serta interaksi mereka. Unsur penyusun beton terdiri dari pasta Semen, agregat halus (Pasir) dan agregat kasar (Kerikil).

Pada beton yang baik setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar, demikian pula dengan ruang antar agregat juga harus terisi mortar. Kualitas pasta semen/mortar menentukan kualitas beton dan memberikan komposisi 7 – 15 % dari campuran sedangkan komposisi agregat 61 – 76 %. Komposisi mortar kurang dari 7 % disebut beton kurus, sedangkan lebih dari 15 % disebut beton gemuk. Komposisi campuran beton dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sebagai bahan, beton memiliki keunggulan sebagai berikut; (1) ketersediaan material dasar (agregat halus, agregat kasar, air) didapatkan dengan mudah di lokasi setempat (local), (2) mudah dipergunakan karena bisa dipakai untuk berbagai struktur dan beton bertulang dapat dipakai untuk struktur berat, (3) bersifat monolit dan tidak memerlukan sambungan seperti baja, (4) dapat dicetak dengan ukuran dan bentuk berbeda, (5) dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar, (6) konsumsi energi minimal, dan (7) ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat, tidak perlu di cat dan tahan kebakaran.

Disamping kelebihan – kelebihannya beton juga memiliki kelemahan yaitu; (1) berat sendiri yang besar, 2400 kg/m3 , (2) kekuatan tariknya rendah, (3) beton cenderung untuk retak, (4) kualitas sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan, dan (5) struktur beton sulit untuk dipindahkan. Untuk mengatasi kelemahan – kelemahan tersebut dapat dilakukan beberapa cara yaitu membuat beton mutu tinggi, memakai beton bertulang, melakukan perawatan, memakai beton pracetak, dan mempelajari teknologi beton.

Untuk menghasilkan beton yang baik dan mempunyai kekuatan sesuai persyaratan konstruksi diperlukan pengetahuan tentang pengolahan beton dan sifat – sifat beton. Sebelum memulai pengolahan beton diperlukan pengetahuan yang baik tentang bahan – bahan penyusun beton. Bahan – bahan penyusun beton terdiri dari agregat, bahan perekat dan air. Selain pengetahuan tentang bahan bangunan penyusun beton, pengetahuan tentang bahan logam/baja juga sangat diperlukan untuk tulangan beton.

2. Bahan – Bahan Penyusun Beton
2.1. Semen

Semen adalah bahan yang bersifat adhesif dan kohesif, yaitu bahan pengikat/perekat. Definisi semen menurut SII 0013-1981, semen portland yaitu semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat – silikat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan – bahan yang biasa digunakan yaitu Gypsum.

Semen ketika bereaksi dengan air membentuk pasta semen yang berfungsi untuk merekatkan butir – butir antar agregat agar terjadi suatu masa yang kompak/padat. Selain itu pasta semen juga untuk mengisi rongga – rongga antara butir – butir agregat. Ada dua macam semen yaitu semen hidrolis dan non hidrolis. Semen hidrolis adalah semen yang akan mengeras bila beraksi dengan air, tahan terhadap air (water resistence) dan stabil di dalam air ketika mengeras. Semen non hidrolis adalah semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air.

Material semen mengandung empat senyawa kimia yang utama yaitu Trikalsium Silkat (C3S) atau 3CaO.SiO2, Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO6, Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3, dan Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4Ca.Al2O3.Fe2O3. Unsur C3S dan C2S biasanya merupakan 70 – 80 % dari unsur semen sehingga dominan dalam memberikan sifat semen.
Bilamana semen bersentuhan dengan air maka proses hidrasi berlangsung, dengan arah dari luar kedalam. Proses permulaan hidrasi tersebut berlangsung lambat antara 2 – 5 jam sebelum mengalami percepatan setelah kulit permukaan pecah. Pada saat hidrasi berikutnya, pasta semen menjadi gel (suatu butiran sangat halus hasil hidrasi, memiliki permukaan yang amat besar) dan sisa – sisa semen yang tak bereaksi misalnya Kalsium Hidroksida ( Ca (OH)2 ), air dan beberapa senyawa lain. Kristal – kristal dari berbagai senyawa yang dihasilkan membentuk rangkaian tiga-dimensi yang saling melekat secara random dan kemudian sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang mula – mula ditempati air, lalu menjadi kaku dan muncullah suatu kekuatan yang selanjutnya mengeras menjadi benda yang padat dan kaku. Pasta semen yang telah mengeras memiliki struktur yang berpori, dengan ukuran pori bervariasi dari yang sangat kecil sampai besar.

Semen Portland terbagi menjadi dua jenis yaitu semen portland dan semen portland pozzoland. Pada semen portland memiliki sifat yang berbeda – beda dari masing – masing komponennya. ASTM (American Standart for Testing Material) menentukan komposisi semen berbagai tipe yaitu : (1) Tipe I, adalah semen portland untuk konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, (2) Tipe II, adalah semen portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi, (3) Tipe III, adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal tinggi, (4) Tipe IV, adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah, dan (5) adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat.

Semen portland pozzoland (PPC) adalah suatu perekat hidrolis yang dibuat dengan menggiling klinker semen portland dan pozzoland, atau suatu campuran yang merata bubuk semen portland dan bubuk pozzoland selama penggilingan atau pencampuran. Pozzoland adalah bahan alami atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur – unsur silikat (SiO2) dan atau Aluminat (Al2O3) yang reaktif. Semen portland pozzoland menghasilkan panas hidrasi lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat ketahanan terhadap kotoran dalam air (misalnya kandungan garam) lebih baik. Semen portland pozzoland cocok jika dipakai pada; (1) bangunan di air payau atau laut yang selalu berhubungan dengan air yang mengandung sulfat, (2) bangunan beton yang memrlukan kekedapan tinggi misalnya dinding ruang basement, bak penyimpan air bersih dan bangunan sanitasi, (3) beton massa (dam, bendungan, fondasi besar) yang membutuhkan panas hidrasi rendah, dan (4) pekerjaan plesteran ( mortar ) yang memerlukan adukan mortar/beton yang plastis.

2.2 Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat mempunyai 70 – 75 % dari total volume beton maka kualitas agreragt sangat berpengaruh pada kualitas beton. Dengan kualitas agregat yang baik beton dapat dikerjakan dengan mudah (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis.

Agregat dibedakan berdasarkan ukuran butir-butirnya, agregat yang mempunyai ukuran yang lebih besar di sebut agregat kasar (kerikil, kericak, batu pecah atau split). Agregat yang ukuran butirannya lebih kecil disebut agregat halus (pasir). Di dalam teknologi beton nilai batas ukuran agregat antara 4,75 mm atau 4,8 mm. Agregat yang butirannya lebih besar dari 4,75 mm disebut agregat kasar sedangkan yang lebih kecil disebut agregat halus. Sedangkan butir yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay. Dalam praketk agregat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu; (1) Batu, ukuran lebih dari 40 mm, (2) Kerikil, ukuran antara 5 – 4 mm, dan (3) Pasir, ukuran antara 0,25 mm – 5 mm.

Untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat dibutuhkan informasi tentang berat jenis agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Jadi berat jenis agregat akan mempengaruhi kekuatan beton itu sendiri.
Berat jenis agregat ialah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume yang sama (tanpa satuan). Berat jenis agregat dibendakan menjadi; (1) Berat jenis mtlak, jika volume benda padatnya tanpa pori, dan (2) Berat jenis semu, jika benda padatnya termasukpori tertutupnya. Berdasarkan berat jenisnya agregat dibedakan menjadi agregat normal (Bj 2,5 – 2,7), agregat berat (BJ > 2,8, dan agregat ringan (Bj < 2,0).

Agar biaya pembuatan beton berkurang maka perlu diperhatikan ukuran butir – butir maksimum agregat kasar yang tidak terlalu besar dan faktor – faktor lain yang mempengaruhi antaranya jarak bidang samping cetakan, dimensi plat beton yang dibuat, dan jarak bersoh antara baja tulangan beton, yaitu : (1) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari ¼ kali jarak bersih antar baja tulangan, (2) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat, dan (3) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 jarak terkecil antara bidang samping cetakan.
Dengan pertimbangan diatas, maka ukuran maksimum butir agregat untuk beton bertulang umumnya sebesar 10 mm, 20 mm, atau 40 mm. Untuk beton masa biasa dipakai ukuran maksimum sebesar 75 mm atau 150 mm.

2.3 Bahan Tambah

Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan kedalam pencampuran beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. Pemberian bahan tambah pada beton dimaksudkan untuk memperlambat waktu pengerasan, mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah daktalitas (mengurangi sifat getas), mengurangi retak – retak pengerasan, mengurangi panas hidrasi, menambah kekedapan, dan menambah keawetan.

Bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (cemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah kimiawi digunakan pada saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran, sedangkan bahan tambah mineral diberikan pada saat pengadukan. Dalam proses pembuatan beton, juga diberikan bahan tambah pembantu untuk memperoleh sifat – sifat khusus dalam pengerjaan adukan, waktu pengikatan, waktu pengerasan, dan maksud – maksud lainnya. Bahan tambah mineral yang umum digunakan untuk memperbaiki kinerja beton adalah pozzoland, fly ash, slag dan silca fume.

3. Pengolahan Beton
3.1 Persiapan

Sebelum penuangan beton dilaksanakan, hal – hal berikut ini harus dahulu harus diperhatikan (PB, 1989:27).
1. Semua peralatan untuk pengadukan dan pengangkutan beton harus bersih.
2. Ruangan yang akan diisi dengan beton harus bebas dari kotoran – kotoran yang mengganggu.
3. Untuk memudahkan pembukaan acuan, permukaan dalam acuan boleh dilapisi dengan bahan khusus, antaralain lapisan minyak mineral, lapisan bahan kimia (form reeleas agent) atau lembaran polyurethene.
4. Pasangan dinding bata yang berhubungan langsung dengan beton harus dibasahi air sampai jenuh.
5. Tulangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari segala lapisan penutup yang dapat merusak beton atau mengurangi lekatan antara beton dengan tulanggan.
6. Air yang terdapat pada ruangan yang akan diisi beton harus dibuang , kecuali apabila penuangan dilakukan dengan tremi atau telah seijin pengawas ahli.
7. Semua kotoran, serpihan beton dan material lain yang menempel pada permukaan beton yang telah mengeras harus dibuang sebelum beton yang baru dituangkan pada permukaan beton yang mengeras tersebut.
Pada kasus – kasus tertentu, persiapan lebih detail harus juga dilakukan. Untuk pengerjaan beton pre-stressing misalnya, persiapan bahan –bahan kimia seperti bonding agent untuk perekat antara lapisan beton yang baru dengan beton yang lama, ataupun cement grouting untuk memperbaiki bagian – bagian yang keropos akibt kurangnya pemadatan atau karena terjadinya segregasi harus dilakukan.

3.2 Penakaran

Penakaran bahan –bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam pasal (3.3.2) SK.SNI.T-28-1991-03 tentang Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ASTM C.685 Standard Made By Volumetric Batching and Continous Mixiting serta ASTM.94 sebagai berikut: (1) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih besar dari atau sama dengan 20 MPa proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat, (2) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih kecil dari 20 MPa proporsi penakarannya boleh menggunakan teknik penakaran volume. Tekniknya harus didasarkan atas penakaran berat yang dikonveksikan kedalam penakaran volume setiap campuran bahan penyusunnya.

3.3 Pengadukan Beton

Proses pencampuran bahan – bahan dasar beton yaitu semen, air, pasir dan kerikil dalam perbandingan tertentu. Proses pencampuran/pengadukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengadukan dengan tangan dan pengadukan dengan mesin (mekanis).

Pengadukan dengan tangan dilakukan apabila jumlah beton yang digunakan hanya sedikit. Dalam proses pengadukan ini, mula – mula agregat kasar dan halus dicampur secara kering diatas tempat yang rata, bersih, keras dan tidak menyerap air, kemudian dicampurkan dengan semen. Pencampuran dilakukan sampai merata terlihat warnanya sama. Alat untuk mencampur berupa cangkul, cetok, atau sekop. Kemudian ditengah adukan dibuat cekungan dan ditambahkan air kira – kira 75 % dari jumlah air yang direncanakan. Adukan diulang dan ditambahkan sisa air sampai adukan merata.

Pengadukan dengan mesin dilakukan untuk pekerjaan yang besar menggunakan beton yang banyak. Pengadukan dengan mesin dilakukan agar beton lebih homogeny dan cepat. Mesin pengaduk beton juga diperlukan jika dukan beton yang dibuat sangat kental, karena sulit diaduk dengan tangan.

Mula – mula sebagian air (± 75% dari jumlah yang ditetapkan) dimasukkan kedalam bejana pengaduk, lalu agregat halus dan agregat kasar dan semen portland. Setelah diaduk rata, kemudian sisa air dimasukkan ke bejana. Pengadukan dilanjutkan sampai warna adukan tampak rata dan campurannya juga homogen.Waktu pengadukan akan mempengaruhi sifat beton, jika terlalu sebentar pencampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan naikknya suhu beton, keausan agregat sehingga agregat jadi pecah, terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, bertambahnya nilai slump, dan menurunnya kekuatan beton.

Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus menerus dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan jarak pengankutan harus dilakukan. Mesin pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah-pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil (mixer atau molen) serta alat aduk stationer yang mempunyai kapasitas besar (batbhing plant).

Jika ditinjau dari sisi ekonomi, penggunaan mesin aduk untuk pengerjaan beton yang besar justru akan menurunkan biaya (cost). Campuran beton yang dihasilkan pun biasanya akan bersifat lebih homogen dan plastis. Pengadukan dengan mesin ini dilakukan sesuai dengan manual alat aduknya. Untuk beton siap pakai (PB, 1989:27) pengadukan dan pengangkutan harus mengikuti persyaratan dari “Specification for Ready Mixed Concrete” ASTM.C94 atau “specification for Concrete Made by Volumetric Batching and Continous Mixing” ASTM C.685.
Waktu Pengadukan Minimal Kapasitas dari Mixer (m3)  0,8 – 31  : 1 menit (ASTM C.94 dan ACI 318),  3,8 – 4,6 : 2 menit, dan 7,6 ” 3 menit

Menurut SK.SNI.T-28-1991-03 Ps. (3.3.3), waktu pengadukan minimal untuk campuran beton yang volumenya lebih kecil atau sama dengan 1 m3 adalah 1,5 menit, dan ditambahkan selama 0.5 menit untuk penambahan 1 m3 beton serta pengadukan ditambahkan selama 1,5 menit setelah semua bahan tercampur.
Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan : (1). Naiknya suhu beton, (2). Keausan pada agregat sehingga agregat pecah, (3). Terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, (4). Bertambahnya nilai slump dan (5). Menurunya kekuatan beton.
Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan pencatatan data selama pengadukan harus dilakukan, meliputi: (1). Waktu dan tanggal pengadukan dan pengecoran, (2). Proporsi bahan yang digunakan, (3). Jumlah batch adukan yang dihasilkan, dan (4). Lokasi akhir pengecoran. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah – pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil dinamakan mixer atau molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar (dinamakan batching plant).

Jika dilihat dari arah perputaran batch – nya, alat aduk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu, alat aduk yang berputar vertical (vertical mixing or reversing drum mixer), alat aduk yang berputar mendatar (horizontal drum mixing or pan drum mixer), dan alat aduk yang berputar miring (tilting drum mixing). Mesin pengaduk vertical dan yang berputar miring biasanya dipakai untuk pengerjaan di lapangan dan yang berputar horizontal biasanya digunakan di laboratorium.
Syarat Pengadukan SK.SNI.T-28-1991-03, semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan beton harus dilengkapi dengan : (1) Sertifikasi mutu dari produsen, (2) Jika tidak terdapat sertifikasi mutu, harus tersedia data uji dari laboratorium yang diakui, dan (3) Jika tidak di lengkapi dengan sertifikasi mutu atau data hasil uji, harus berdasarkan bukti dari hasil pengujian khusus atau pemakaian nyata yang dapat menghasilkan beton yang kekuatan, ketahanan, dan keawetan memnuhi syarat.

Selain hal – hak diatas, bahan – bahan yang digunakan harus memenuhi ketentuan dari Standar Nasional Indonesia SK.SNI.S-04-1989-F tentang Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan BUkan Logam). Jika menggunakan bahan tambah, harus sesuai syarat SK.SNI.S-18-1990-03 atau SK.SNI.S-19-1990-03.

Peralatan yang digunakan untuk mengaduk harus pula memenuhi syarat standar. Standar pelaksanaan harus mengikuti ketentuan, syarat adminstrasi yang dinyatakan dalam rencana kerja dan syarat – syarat (RKS) dan harus tersedia rencana campuran beton serta rencana pelaksanaan pengecoran. Ketentuan lain mengenai peralatan adalah alat harus dalam keadaan bersih dan baik, putarannya sesuai dengan rekomendasi, peralatan angkut dan pengecoran dalam kondisi baik dan lancar.

3.4 Pengangkutan Beton

Setelah pengadukan selesai. Campuran beton dibawa ketempat penuangan atau ketempat dimana konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga tempat penyimpanan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pemisahan agregat. Alat pengangkutan harus mampu menyediakan beton ketempat penyimpanan akhir dengan lancar tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan – bahan yang telah dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas beton antar pengangkutan yang berurutan.

Alat angkut dibedakan menjadi dua yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut manual menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (ember, gerobak dorong, talang) dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin dibutuhkan untuk pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara pengolahan beton dan tempat pengerjaan struktur jauh, contoh truk mixer, pompa, dan tower crane.

3.5 Penuangan Beton

Untuk menghindari terjadinya segresi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penuangan beton yaitu; (1) Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1,5 meter, jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa, (2) Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika pengecoran dibawah atap, (3) Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimum 30 – 45 cm agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah, dan (4) Penuangan berhenti pada titik momen sama dengan nol.

Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa – pipa sangat menguntungkan apabila cara lainnya tidak bisa dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan jika hal – hal berikut terpenuhi : (a) gunakan campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak lebih dari 40 mm, (b) pengawasan yang ketat selama pelaksanaan, dan (c) gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Jenis – jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatic dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa – pipa penghantar beton. Penggunaan cara – cara pemompaan memiliki keuntungan diantaranya adalah pengurangan tenaga kerja, hasilnya baik jika persiapan baik, dan produksi kerja akan tinggi jika kapasitas pompa juga besar dan baik.

Dalam melakukan penuangan beton, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain (PB,1989:28): (1) Campuran yang akan dituangkan harus ditempatkan sedekat mungkinn dengan cetakan akhir untuk mencegah segregasi karena penanganan kembali atau pengaliran adukan, (2) Pembetonan harus dilaksanakan dengan kecepatan penuangan yang diatur sedemikian rupa sehingga campuran beton selalu dalam keadaan plastis dan dapat mengalir dengan mudah ke dalam rongga di antara tulangan, (3) Campuran beton yang telah mengeras atau yang telah terkotori oleh material asing tidak boleh dituang ke dalam strktur, (4) Campuran beton yang setengah mengeras atau telah mengalami penambahan air tidak boleh dituangkan, kecuali telah disetujui oleh pengawas ahli, (5) Setelah penuangan campuran beton dimulai, pelaksanaan harus dilakukan tanpa henti hingga diselesaikan penuangan suatu panel atau penampang, yang dibentuk oleh batas – batas elemennya atau batas penghentian penuangan yang ditentukan, kecuali diijinkan atau dilarang dalam pelaksanaan siar pelaksanaan (contruction joint), (6) Permukaan atas dari acuan yang diangkat secara vertical pada umumnya harus terisi rata campuran beton.
(7) Bila diperlukan, siar pelaksanaan harus dibuat sesuai dengan ketentuan : (a). Permukaan beton pada siar pelaksanaan harus bersih. (b). Sebelum pengecoran harus dibasahi. (c). Tidak mengurangi kekuatan konstruksi. (d). Siar pelaksanaan yang terletak pada lantai ditempatkan sepertiga dari bentang bagian tengah plat, balok anak, balok induk. Siar pelaksanaan pada balok induk harus ditempatkan menjauhi daerah persilangan antara balok induk tersebut dengan balok lainnya sejarak tidak kurang dari dua kali lebar balok yang menyilang. (e). Balok anak, balok induk atau pelat yang didukung oleh kolom tidak boleh dituang sebelum hilang sifat keplastisannya. (f). Balok anak, balok induk, penebalan miring balok dan kepala kolom harus dituang secara monolit dengan pelat sebagai suatu bagian dari system pelat tersebut, kecuali ditentukan lain dalam perencanaanya, (8) Beton yang dituangkan harus dipadatkan dengan alat yang tepat secara sempurna dan harus diusahakan secara maksimal agar dapat mengisi semua rongga beton.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : (1). Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1.50 meter. Jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa. (2). Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika pengecoran dilakukan dibawah atap. (3). Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimal 30 – 40 cm, agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah. (4). Penuangan hanya berhenti dititik momen sama dengan nol.

a. Penuangan yang Tertunda
Batas penundaan yang masih dapat ditoleransi adalah sesuai dengan lamanya waktu pengikatan beton. Lamanya waktu pengikatan awal beton selama 2 jam dan pengikatan akhir selam 4 jam. Dengan penundaan selama 2-2.5 jam kuat tekan beton masih dapat tercapai (lihat Gambar 9.4). penundaan akan mengakibatkan kehilangan Faktor Air Semen akibat penguapan beton segar serta akibat terserap oleh agregat.

b. Penuangan Beton dalam Air
Untuk penuangan beton atau pengecoran dalamair, dapat ditambahkan sekitar 10% semen untuk menghindari kehilangan pada saat penuangan. Penuangan ini dapat dilakukan dengan alat-alat bantu, yaitu: (1). Karung (protective sandbag walling), (2). Bak khusus, (3). Tremi, (4). Katup hydro (hydro valve) dan (5). Beton pra-susun (prepacked concrete).

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing – masing :
a. Penuangan menggunakan karung dilakukan dengan mengisi karung-karung dengan beton segar, kemudian memasukkaknya kedalam air.Untuk konstruksi yang padat dan massif, karung-karung tersebut dipantek satu dengan yang lainnya. Penuangan dengan cara ini memerlukan bantuan penyelam sehingga biasanya mahal.
b. Pada penuangan beton dengan bak khusus, campuran beton diisikan dalam sebuah bak. Campuran tersebut akan keluar melalui pintu yang otomatis terbuka sendiri. Setelah pintu terbuka, bak diangkat secara perlahan – lahan sehingga beton mengalir.
c. Penuangan dengan pipa tremi banyak digunakan karena efisien dan efektif. Penuangan dilakukan dengan cara mengisikan campuran beton ke dalam pipa tremi, kemudian mengangkat pipa tremi secara perlahan sampai beton mengalir keluar. Ujung pipa bagian bawah harus selalu terbenam dalam beton yang dituangkan.
d. Katup hydro terdiri dari pipa nylon diameter 600 mm yang fleksible untuk menuangkan beton. Ujung bawahnya dilengakpi pelindung kaku berbentuk silinder. Cara pengerjaannya sama dengan tremi.
e. Penuangan dengan beton pra-susun dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu agregat kasar yang lebih besar dari 28 mm, kemudian melakukan grouting (grout colodial). Grout dibuat dengan mencampurkan semen, pasir dan air atau dapat juga ditambah bahan tambah plastisizer pada alt pengaduk khusus.

c. Penuangan Beton dengan Pemompaan
Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-pipa sangat menguntungkan apabila cara lainnya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan jika hal-hal berikut dipenuhi : (1) gunakan suatu campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak lebih dari 40 mm, (2) pengawasan yang ketat selama pelaksanaan, dan (3) gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Keuntungan cara ini adalah: (1). Pengurangan tenaga kerja, (2). Hasilnya baik jika persiapannya baik dan (3). Produksi kerja akan tinggi jika pompa yang digunakan berkapasitas besar dan baik. Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatik dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa- pipa pengahntar beton.

3.6 Pemadatan Beton

Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang dan kebutuhan akan alat pemadatan disesuaikan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan dilakukan sebelum terjadinya initian setting time pada beton. Dalam prakteknya, pengindikasian initian setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat tanpa kekuatan. Jika masih dapat ditusuk sedalam 10 cm berarti setting time belum tercapai. Pemadatan dilakukan untuk menghilangkan rongga – rongga udara yang terdapat dalam beton segar. Rongga – rongga dalam beton dapat menyebabkan kekuatan beton berkurang.

Pada pengerjaan beton dengan kapasitas kecil, alat pemadatan beton dapat berupa kayu atau besi tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas besar lebih dari 10 m3 , alat pemadat mesin harus digunakan. Alat pemadat ini dikenal dengan vibrator atau alat getar. Pemadatan dilakukan dengan penggetaran, campuran beton akan mengalir dan memadat karena rongga – rongga akan terisi dengan butir – butir yang lebih halus.

Alat getar dibagi menjadi; (a) alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan digerakkan dengan mesin. Alat ini dimasukkan kedalam beton pada waktu tertentu, (b) alat getar cetakan (external vibrator), yaitu alat getar yang menggunakan form work sehingga betonnya bergetar dan memadat.

Beberapa pedoman umum dalam proses pemadatan adalah: (1) Pada jarak yang berdekatan/pendek, pemadatan dengan alat getar dilaksanakan dalam waktu yang pendek, (2) Pemadatan dilaksanakan secara vertikal dan jatuh dengan beratnya sendiri, (3) Tidak menyebabkan adanya bleeding, (4) Pemadatan merata, (5) Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan bekisting, dan (6) Alat getar tidak berfungsi untuk mengalirkan, mengangkut atau memindahkan beton.

3.7 Pekerjaan Akhir (Finishing)

Pekerjaan finishing dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan mulus. Pekerjaan ini dilakukan pada saat betol belum mencapai final setting, karena pada masa ini beton dapat dibentuk. Alat yang digunakan untuk pekerjaan finishing ini adalah ruskam, jidar, dan alat perata yang lain.

3.8 Perawatan Beton (Curing)

Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting berarti beton telah mengeras. Perawatan dilakukan agar proses hidrasi dalam beton tidak mengalami gangguan. Hal ini dilakukan agar beton terjaga kelembaban sehingga beton terhindar dari keretakan kareana kehilangan aira yang begitu cepat. Perawatan beton dilakukan minimal selam 7 hari.

Perawatan ini dimaksudkan untukk mendapatkan kekuatan beton tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kkedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur. Apabila beton berukuran kecil; mis silinder beton, gentengg beton, balok beton, maka perawatan dapat dilakukan yaitu menaruh beton segar dalam ruangan lembab, menaruh beton segar di dalam air, dan menaruh beton segar dii atas air

Apabila beton berukuran besar, mis kolom, plat lantai, balok beton , maka perawatan dapat dilakukan; (a) Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, (2) Menggenangi permukaan beton dengan air, dan (3) c. Menyiramii permukaan beton secara terus-menerus.

a. Perawatan yang di Percepat
Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosferik, pemanasan dan pelembapan atau proses n yang dapat diterima, boleh digunakan untuk mencapai kekuatan tekan dan mengurangi waktu perawatan. Perawatan ini harus mampu menghasilkan kekuatan tekan sesuai dengan renacana, dan prosesnya harus mampu menghasilkan beton.
Untuk cuaca yang panas perlu diperhatikan bahan – bahan penyusunnya, cara produksi, penanganan dan pengangkutan, penuangan, perlindungan dan perawatan untuk mencegah suhu beton atau penguapan air yang berlebihan sehingga dapat mengurangi kekuatan tekannya dan mempengaruhi kekuatan struktur.

b. Macam Perawatan
Perawatan beton ini dapat dilakukan dengan pembasahan atau penguapan (steam) serta dengan menggunakan membran. Pemilihan cara mana yang digunakan semata – mata mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan.

(1) Perawatan dengan pembasahan
Pembasahan dilakukan di laboratorium ataupun dilapangan. Pekerjaan perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : (a) Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab, (b) Menaruh beton segar dalam genangan air, (c) Menaruh beton segar dalam air, (d) Menyelimuti permukaan beton dengan air, (e) Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, (f) Menyirami permukaan beton secara kontinyu, dan (g) Melapisi permukaan beton dengan air dengan melakukan compound.

Cara a, b, dan c digunakan untuk contoh uji. Cara d, e , f digunakan untuk beton di lapangan yang permukaannya mendatar, sedangkan cara f dan g digunakan untuk yang permukaannya vertikal. Fungsi utama dari perawatan beton adalah untuk menghindarkan beton dari : (a) Kehilangan air – semen yang banyak pada saat – saat setting time concrete, (b) Kehilangan air akibat penguapan pada hari – hari pertama, dan (c) Perbedaan suhu beton dengan lingkungan yang terlalu besar.

Untuk menanggulangi kehilangan air dalam beton ini dapat dilakukan langkah – langkah perbaikan dengan perawatan. Pelaksanaan Curing Compound, sesuai dengan ASTM C.309, dapat diklasifikasikan menjadi : (a) Tipe I, Curing Compound tanpa Dye, biasanya terdiri dari parafin sebagai selaput lilin yang dicampur dengan air, (b) Tipe I-D, Curing Compound dengan Fugitive Dye (Warna akan hilang selama beberapa minggu), dan (c) Tipe II, Curing Compound dengan zat berwarna putih.

Dipasaran, kita dapat menjumpai beberapa merek sikament, misalnya Antisol Red (termasuk tipe I-D), Antisol White (termasuk tipe II) dan Antisol E (termasuk Tipe I, Non Pigmented Curing Compound). Curing compound ini selain berguna untuk perawatan pada daerah vertiksl juga berguna untuk daerah yang mempunyai temperature yang tinggi, karena bersufat memantulkan cahaya (terutama Tipe I).

(2) Perawatan dengan penguapan
Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan dengan tekanan rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah berlangsung selama 10 – 12 jam pada suhu 400-550 C, sedangkan penguapan dengan suhu tinggi dilaksanakan selama 10-16 jam pada suhu 650-950 C, dengan suhu akhir 400-550C. Sebelum perawatan dengan penguapan dilakukan, beton harus dipertahankan pada suhu 100-300C selama beberapa jam.

Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai musim dingin. Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan dengan pembasahan setelah lebih dari 24 jam, minimal selama umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai sesuai dengan rencana pada umur 28 hari.

(3) Perawatan dengan membrane
Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik untuk menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam waktu 4 jam (sesuai final setting time), dan membentuk selembar film yang kontinyu, melekat dan tidak bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari lubang – lubang halus dan tidak membahayakan beton.

Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan dengan sangat efisien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna untuk perawatan pada lapisan perkerasan beton (rigid pavement). Cara ini harus dilaksanakn sesegera mungkin setelah waktu pengikatan beton. Perawatan dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau sebelum perawatan dengan pembasahan.

(4) Perawatan lainnya
Perawatan pada beton lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan dengan menggunakansinar infra merah, yaitu dengan melakukan penyinaran selama 2 – 4 jam pada suhu 900C. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penguapan air pada beton mutu tinggi. Selain itu ada pula perawatan hidrotermal (dengan memanaskan cetakan untuk beton – beton pra-cetak selama 4 jam pada suhu 650C) dan perawatan dengan karbonisasi. (Aq.Seruni, 18/05/2018)

Tinjauan Rencana Pembentukan Sistem Irigasi Lombok Kompleks Terhadap 5 Pilar Pembangunan Irigasi

Latar Belakang

Rencana Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk membentuk system irigasi Lombok Kompleks dalam kegiatan Focuss Group Discussion di Aula Dinas PUPR Kabupaten Lombok Tengah (6/4/2018), diselenggarakan oleh Tim Modernisasi Irigasi Direktorat Irigasi dan Rawa (IRWA) Kementerian PUPR.

Bagi masyarakat, tentunya menimbulkan pertanyaan bahwa apakah rencana ini sudah masuk dalam perencanaan strategis daerah atau hanya sebatas wacana.
Sistem irigasi di Pulau Lombok merupakan sistem irigasi yang sangat rumit terutama di sistem Hight Level Divertions (HLD) interkoneksi Lombok Selatan. Sistem ini meliputi empat wilayah administratif kabupaten/kota yaitu Lombok Barat, Kota Mataram, Lombok Tengah dan Lombok Timur.Masing – masing wilayah administratif ini memiliki karakteristik lahan dan kondisi air yang berbeda – beda. Lombok Barat dan Kota Mataram memiliki ketersediaan air permukaan yang berlebih, Lombok Tengah dan Lombok Timur sangatlah kurang dan mengalami defisit setiap tahunnya terutama periode bulan April s/d Oktober.

System HLD dan interkoneksi sebenarnya dirancang untuk menyuplai air dari das basah menuju das kering yang dijalankan dengan sistem operasi interkoneksi – interbasin, sehingga setiap sungai yang ada merupakan saluran irigasi (saluran alam). Dalam prakteknya sistem HLD interkoneksi ini belum dapat mendistribusikan air secara adil. Penyebab utamanya adalah kelembagaan pengelola yang masih sektoral. Masing – masing kabupaten memiliki kebijakan sendiri – sendiri yang tidak saling terkait (ego sektoral) satu sama lainnya.
Pada waktu Musim Tanam (MT) ke-2 dan ke-3 telah terjadi ketidakimbangan distribusi air antar kabupaten/kota. Lombok Barat dan Kota Mataram mengalami surplus air sehingga pola budidaya pertaniannya dapat melakukan pertanaman padi selama tiga musim tanam. Kondisi sebaliknya terjadi di Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Tmur bagian selatan yang pada saat – saat pemupukan dan masa pertumbuhan generatif tanaman mengalami kekurangan air.

Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai upaya telah dilakukan baik dengan membentuk Water Operations Centre (WTO) yang sekarang berubah menjadi Water Trip Centre (WTC), Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air (TKPSDA), Dewan Sumber Daya Air, Komisi Irigasi (Komir) Provinsi/Kabupaten, dan Forum Komusikasi Das Babak, namun upaya ini belum dapat mengatasi permasalahan yang ada.
Dengan wacana atau rencana pembentukan sistem irigasi Lombok Kompleks ini apakah dapat menyelesaikan masalah?, untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita coba melihat sarana prasarana irigasi dan kelembagaan pengelola irigasi yang ada berdasarkan Lima Pilar Pembangunan Irigasi berdasarkan Nawa Cita Pemerintahan JOKOWI – JK adalah; (1) ketersediaan air, (2) Prasarana Irigasi, (3) Pengelolaan, (4) Kelembagaan, dan (5) Sumber Daya Manusia.

Pilar ke-1 : Ketersediaan Air

WS Lombok merupakan wilayah sungai strategis nasional memiliki luas 4.738,65 km2 (Kepres No. 12/2012) terdiri atas 197 DAS. Dari 187 DAS, 56 merupakan DAS utilitas dan 142 DAS non utilitas. Terdapat dua jenis kategori sungai yaitu 196 sungai kecil dengan rincian; luas (A) ≤ 10 km2 sebanyak 127 buah, luas 10 km2 ≤ A ≤ 50 km2 sebanyak 48 buah, luas 50 km2 ≤ A ≤ 100 km2 sebanyak 12 buah, dan luas 100 km2 ≤ A ≤ 500 km2 sebanyak 9 buah. Sungai besar dengan luas A ˃ 500 km2 hanya 1 buah (BWS NT I, 2014).

Ketersediaan dan keberlangsungan sumber daya air ditentukan oleh keberadaan mata air dalam wilayah DAS tersebut. WS Lombok memiliki 198 mata air yang tersebar di Lombok Barat 20 buah, Lombok Utara 46 buah, Lombok Tengah 44 buah, dan Lombok Timur 88 buah.

Potensi ketersediaan air permukaan tahunan dengan tingkat keandalan 80% di WS Lombok adalah 90,18 m3/dtk. Ketersediaan tersebut telah dipergunakan untuk keperluan irigasi 77,50%, untuk kebutuhan rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI) sebesar 15,72%, dan kebutuhan perikanan dan peternakan sebesar 6,61%. (BWS NT I, 2010).

Pemanfaatan air di WS Lombok terus mengalami peningkatan setiap tahunnya dan dapat dilihat berdasarkan tiga skenario; pertumbuhan ekonomi rendah, pertumbuhan ekonomi sedang, pertumbuhan ekonomi tinggi.

Menurut Kepmen PU No. 589/KPTS/M/2010 tentang Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Pulau Lombok, pemanfaatan air periode 2015 – 2020 berdasarkan skenario ekonomi rendah adalah untuk keperluan irgasi 46,16 m3/dtk, perikanan 4,77 m3/dtk, peternakan 0,09 m3/dtk, domestik 11,13 m3/dtk, industri 0,13 m3/dtk. Berdasarkan skenario ekonomi sedang adalah untuk keperluan irigasi 48,15 m3/dtk, perikanan 4,89 m3/dtk, peternakan 0,09 m3/dtk, domestik 11,42 m3/dtk, dan industri 0,13 m3/dtk. Dan skenario ekonomi tinggi adalah untuk keperluan irigasi 49,38 m3/dtk, perikanan 5,00 m3/dtk, peternakan 0,09 m3/dtk, domestik 11,67 m3/dtk, dan industri 0,14 m3/dtk.

Jumlah terbesar air irigasi terkonsentrasi di Lombok Barat, Lombok Utara, dan Lombok Timur bagian utara. Ketersediaan air yang berada di Lombok Utara tidak dapat dimanfaatkan oleh kabupaten lain karena keadaan bentang alam yang terisolasi oleh pegunungan Punikan dan Rinjani. Lombok Timur bagian utara masih memungkinkan untuk dialirkan airnya ke wilayah bagian selatan asalkan dapat dibangun sistem interkoneksi melalui Waduk Pandan Duri. Sedangkan kelebihan air Lombok Barat telah dikelola melalui sistem HLD interkoneksi Jangkok – Babak. Selain itu juga dibangun sistem HLD Babak – Renggung untuk membawa air di wilayah utara Lombok Tengah dengan sistem pengendalian distribusi antar bendung (headwork).

Pilar ke-2 : Prasarana Irigasi

Prasarana sumber daya air yang terdapat di WS Lombok terdiri dari bendungan 3 bh, embung 191 bh, embung rakyat / crashprogram 2.237 bh, bendung 212 bh, bendung karet 1 bh, pos hujan ARR dan MRG 80 bh, pos muka air 28 bh, pos klimatologi 5 bh, dan sumur bor 366 bh. Embung yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sebanyak 64 bh dengan tampungan bruto 40.080.018 m3, tampungan efektif 27.309.001 m3, terget layanan irigasi 18.064 ha dan air baku 6.313 kk.

WS Lombok terdiri dari 494 daerah irigasi (DI), berdasarkan kewenangannya terdapat 16 DI kewenangan pemerintah pusat dengan luas total 70.874 ha, 35 DI kewenangan Provinsi dengan luas total 58.105 ha, dan 440 DI kewenangan kabupaten dengan luas total 101.780 ha. Dari prasarana irigasi yang ada untuk meningkatkan pelayanan dan keseimbangan air antara DAS basah dengan DAS kering masih membutuhkan penambahan pembangunan stasiun hujan, pembangunan bendung Meninting, dan Bendung Mujur.

Prasarana irigasi yang ada berdasarkan kondisi eksistingnya banyak mengalami kerusakan terutama di DI. Jurang Sate Kompleks (14.710 ha), rusaknya Embung Srigangge yang berdampak pada terganggunya sistem irigasi DI. Surabaya (3.258 ha), telah terjadi alih fungsi lahan yang tinggi di DI. Rumemeng Kompleks, tidak berfungsinya embung – embung regulator (E. Goa, E. Pejanggik, E. Gerantung, E.Bual, dan E. Enem) di dalam sistem DI, Jurang Batu.

Kondisi prasarana irigasi yang sebagian besar menunjukkan indeks kinerja rendah menjadi penyumbang dari sebab – sebab terganggunya sistem HLD dan interkoneksi Lombok Selatan yang selama ini telah mengatur pembagian air antar kabupaten dan antara DAS basah dengan DAS kering.

Pilar ke-3 : Pengelolaan Irigasi

Pengelolaan irigasi dilakukan oleh Kelembagaan Pengelola Irigasi (KPI) terdiri atas SKPD/Dinas yang membidangi irigasi (Bappeda, Dinas PUPR, Dinas Pertanian) dan masyarakat petani pemakai air (P3A/GP3A/IP3A). Masing – masing KPI memiliki tugas dan tanggung jawab berdasarkan kewenangannya yang telah diatur melalui peraturan Menteri PUPR Republik Indonesia.
Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, daerah irigasi terbagi menjadi tiga kewenangan yaitu DI yang luasnya > 3000 ha merupakan kewenangan pemerintah pusat, DI yang luasnya 1000 – 3000 ha merupakan kewenangan pemerintah provinsi, dan DI yang luasnya < 1000 ha merupakan kewenangan pemerintah kabupaten.

Secara umum, pengelolaan sumber daya air di WS Lombok dilakukan oleh BWS Nusa Tenggara I meliputi sistem sungai, waduk, bendung, embung dan HLD interkoneksi. Untuk dapat mengoperasikan sistem HLD interkoneksi balai menggunakan mekansime DIRTO (Direct Instruktions Real Time Operations). Operasional daerah irigasi dilakukan oleh kabupaten melalui staf OP UPTD/Pengamat dan dibantu oleh GP3A/IP3A.

Beberapa permasalahan dalam pengoperasian sistem HLD interkoneksi – interbasin adalah sebagai berikut : (1) lemahnya kontrol terhadap pelaksana OP di masing – masing kabupaten, (2) masih terjadinya ego – sektoral antara kabupaten, (3) penyusunan tata pola tanam yang belum terintegrasi antar DI dan antar kabuipaten, (4) lemahnya pengawasan, monitoring & evalusai terhadap pelaksanaan kebutusan TKPSDA dan Komir, (5) masih kurang tenaga OP ditingkat lapangan seperti Juru Pintu Air (JPA) dan staf OP Pengamat, dan (6) fasilitas OP yang masih sangat kurang.

Pilar ke-4 : Kelembagaan Pengelola Irigasi

Secara kelembagaan pengelola irigasi, sistem irigasi di WS Lombok ditangani oleh; Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara I, Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR Provinsi NTB, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air (BKSDA), Bidang SDA Dinas PUPR Kabupaten/Kota, Komisi Irigasi Provinsi, Komisi Irigasi Kabupaten, dan P3A/GP3A/IP3A. Beragamnya instansi / kelembagaan dalam pengelolaan irigasi tentunya membutuhkan perangkat untuk dapat berkoordinasi dengan baik. Wadah – wadah koordinasi yang telah terbentuk di WS Lombok adalah TKPSDA WS Lombok, Komir Provinsi, Komir Kabupaten, Dewan Sumber Daya Air dan IWAF (Integrated Water Alocations Forum).
Lemahnya kinerja kelembagaan pengelola air baik yang berasal dari unsur pemerintah maupun non pemerintah (P3A/GP3A/IP3A) menjadi permasalahan utama dalam pengelolaan air irigasi. Koordinasi antara lembaga pengelola walaupun sering dilakukan namun belum dapat mewujudkan suatu tata kelola yang berkeadilan antara das basah dan das kering. Semua Instansi pengelola terkesan bekerja sendiri – sendiri, misalnya ketika BWS telah menyusun Rencana Alokasi Air Tahunan (RAAT) dan Rencana Alokasi Air Rinci (RAAR) tahapan proses dan waktu penyusunan Rencana Tata Tanam Global (RTTG) di Kabupaten masih belum sinkron.

Permasalahan lainnya adalah lemahnya sistem koordinasi antar kabupaten, walaupun telah terbentuk wadah atau forum yang menjembatani koordinasi tersebut. Otonomi daerah telah memicu masing – masing daerah untuk menyusun kebijakannya sendiri – sendiri yang tentunya harus disesuaikan dengan visi dan misi Bupati. Visi dan Misi sebuah kabupaten disusun secara spasial dengan melihat potensi dan kekayaan alam daerah. Termasuk juga dalam penyusunan kebijakan daerah tentang pengelolaan sumber daya air dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).

Untuk mendorong kedaulatan pangan di masing – masing kabupaten, maka pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya air menjadi begitu dominan. Kabupaten yang cenderung ketersediaan sumber daya airnya surplus akan menerapkan kebijakan intensifikasi yang ketat dengan target indeks pertanaman 300%. Ditingkat masyarakat akan memicu budaya penanaman padi sampai tiga kali dalam setahun terutama di wilayah hulu.

Pada kabupaten yang defisit air irigasi akan menyusun RTTG yang mendukung kearah pengembangan intensifikasi palawija pada MT-2. Kebijakan pengaturan tata pola tanam ini pada akhirnya memicu perlawanan sosial dan budaya masyarakat untuk tidak mengikuti aturan tersebut, maka terjadilah pelanggaran tata pola tanam.

Kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan baik di TKPSDA, Dewan Sumber Daya Air, IWAF, dan Komir akhirnya menjadi karya tulis semata karena masih lemahnya sosialisasi dan pengawalan/pemantauan dan monitoring terhadap kebijakan tersebut.

Pilar ke-5 : Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan komponen penting dalam pengelolaan sumber daya air dan prasarana irigasi. Kemampuan SDM pengelola irigasi di WS Lombok umumnya baik yang ditingkat melalui pelatihan – pelatihan yang diselenggarakan oleh Balai, Provinsi dan kabupaten. Pendidikan pelaksana OP dinas juga bervariasi dari SD sampai berpendidikan S2, begitu juga P3A/GP3A/IP3A juga telah berpendidikan minimal SD sampai S1.

Permasalahan utama dari SDM ini adalah jumlahnya yang berkurang terutama di tingkatan JPA dan petugas OP embung. Selain itu lambannya regenerasi di kepengurusan P3A/GP3A telah menurunkan kinerja organisasi ini. Saat ini rata – rata pengurus P3A/GP3A telah bekerja selama lebih dari 40 tahun.

Penutup

Setelah melihat rencana pembentukan sistem irigasi Lombok kompleks dari sudut pandang 5 pilar pembangunan irigasi, maka penulis mencoba untuk memberikan sumbang saran kepada pihak – pihak yang terkait dengan sumber daya air. Sumbang saran ini diharapkan akan menjadi bahan perenungan dan untuk dilanjutkan dengan melakukan kajian – kajian. Data – data hasil kajian tersebut selanjutnya dapat menjadi dasar dalam pengambilan kebijakan.

Pokok – pokok pikiran yang penulis ingin sampaikan adalah sebagai berikut : (1) penyusunan RTTG di WS Lombok harus terintegrasi dan tidak lagi menjadi kebijakan kabupaten yang bersifat spasial, (2) perlunya pembentukan tim monitoing dan evaluasi di tingkat daerah irigasi terhadap implementasi kebijakan Dewan Sumber Daya Air, TKPSDA, dan Komir Provinsi/Kabupaten, (3) melakukan modernisasi irigasi secara holistik di WS Lombok, (4) melakukan revisi keanggotaan terhadap TKPSDA dan Komir agar keterwakilan daerah irigasi tetap terjaga, dan (5) mempercepat terbentuknya Sistem Informasi Pengelolaan Aset Irigasi (SIPAI), dan (6) mendorong percepatan penandatanganan MoU (memorandum of Understanding) antara Gubernur/Bupati dan Balai dengan P3A/GP3A/IP3A. (Aq-Seruni, 9/4/2018).

Profil Daerah Irigasi Katon Komplek Kabupaten Lombok Tengah – WS Lombok

A. Kondisi Geografis

sasaqgagah – Daerah Irigasi Katon Kompleks Kabupaten Lombok Tengah meliputi areal persawahan seluas 7.495 hektar, meliputi 2 Kabupaten, 4 kecamatan dan 14 Desa yang terletak di Kecamatan Janapria, Kecamatan Praya Timur, Kecamatan Praya Tengah Kabupaten Lombok Tengah dan Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur. Secara geografis Kabupaten Lombok Tengah terletak pada kedudukan : Barat – Timur antara 116 o 05 ’ sampai 116 o 24 ’ bujur Timur; Utara – Selatan antara : 08 o 24 ’ sampai 08 o 57 ’ lintang Selatan.

B. Topografi

Berdasarkan kondisi topografi, Daerah Irigasi Katon Kompleks merupakan wilayah Kabupaten Lombok Tengah bagian timur dan selatan dengan karakteristik sebagian besar wilayah ini merupakan daerah dataran rendah. Potensi yang dimiliki antara lain adalah pertanian padi dan palawija, yang didukung oleh lahan persawahan yang luas dan sarana irigasi yang memadai. Wilayah yang membujur dari utara ke selatan tersebut mempunyai letak dan ketinggian yang bervariasi mulai dari nol (0) hingga 2000 meter dari permukaan laut. Secara garis besar topografi masih mirip dengan kabupaten lain di Pulau Lombok.

C. Iklim dan Curah Hujan

Daerah Irigasi Katon Komplek memiliki iklim tropis dengan musim kemarau yang kering. Musim hujan yang biasanya terjadi sekitar tujuh sampai delapan bulan pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi pada tahun 2012 terjadi sepanjang tahun yakni dari bulan Januari hingga Desember. Jumlah hari hujan perbulan di Kabupaten Lombok Tengah berkisar antara 1 hingga 24 hari. Jumlah hari terbanyak terjadi pada bulan Januari dan Desember dengan curah hujan 493 mm pada bulan Januari dan 389 mm pada bulan Desember. Sedangkan hari hujan paling sedikit terjadi pada bulan Juni dan Agustus yang hanya terjadi hujan 1 hari. (Sumber : Bappeda Kab. Lombok Tengah Tahun 2013, Buku Profil Daerah Kab. Lombok Tengah Tahun 2013, Hal 6).

Perubahan iklim menjadi fenomena yang penting untuk dipertimbangkan. Pada wilayah pesisir, trend peningkatan elevasi laut pasang mulai menimbulkan abrasi tanah pantai, dan juga berpengaruh pada efektifitas system drainase pada Daerah Irigasi di wilayah datar dekat laut. Pada wilayah perbukitan, terjadi peningkatan intensitas curah hujan, yang mengakibatkan banjir pada sungai dan erosi tanah dalam DAS. Kedua hal in berpengaruh kepada kapasitas bendung-bendung irigasi yang ada, dan fasilitas pencegahan masuknya lumpur pada saluran induk (kantong lumpur).

Berdasarkan klasifikasi (Schmid dan Ferguson), memiliki iklim C dan iklim D, yaitu hujan tropis dengan musim kemarau kering, yaitu mulai bulan November sampai dengan Mei, sementara curah hujan berkisar antara 1.000 hingga 1750 mm per tahun.

Arah angin yang terjadi tiap tahun sebagai berikut : (a) pada bulan November sampai Maret angin bertiup dari arah Barat Laut, dan (b) pada bulan Juli sampai Agustus angin betiup dari arah Tenggara dengan kecepatan rata-rata 29,00 km/jam.

D. Sumber Air (WS)

Daerah Irigasi Katon Kompleks terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Renggung. Sungai Renggung memiliki panjang 47,45 km. Sumber air irigasi yang utama adalah air permukaan dari Sungai Renggung yang selama ini dimanfaatkan untuk mensuplai air irigasi pada musim kemarau ke DI Katon Kompleks dengan system interkoneksi HLD Renggung.

Di sungai renggung sendiri terdapat tiga bendung yaitu bendung Katon, bendung Mujur I dan Mujur II. Khusus untuk DI Katon Kompleks memanfaatkan bendung Katon dan Mujur I sedangkan bendung Mujur II untuk mengairi DI Mujur II. Bendung Katon airnya dimanfaatkan untuk mengairi sub-DI Katon dan Mujur I untuk mengairi sub-DI Mujur I dan Batu Ngapah. Bagian timur wilayah DI Katon Kompleks terdapat sub-DI Tibunagke dan sub-DI Kulem yang juga mendapatkan suplesi dari sistem HLD Babak – Renggung – Rutus.

E. Data Teknis Daerah Irigasi Katon Kompleks

Saluran irigasi di daerah irigasi teknis dibedakan menjadi saluran irigasi pembawa dan saluran pembuang. Ditinjau dari jenis dan fungsinya saluran irigasi pembawa dapat dibedakan menjadi saluran primer, sekunder, tersier serta kuarter. Ditinjau dari letaknya saluran irigasi pembawa dapat pula dibedakan menjadi saluran garis tinggi/kontur dan saluran garis punggung (Mawardi. E, 2007).

Saluran primer dan sekunder DI. Katon Kompleks yaitu saluran pasangan dan saluran tersier mayoritas merupakan saluran tanpa pasangan atau saluran tanah. Data teknis saluran irigasi Katon Kompleks terdiri dari jaringan irigasi (induk, sekunder, tersier) dan bangunan irigasi. DI Katon Kompleks memiliki panjang saluran induk 2.884 meter, saluran sekunder 26.572 meter.

Berikut daftar saluran yang ada di DI Katon Kompleks:
1. Daerah Irigasi Katon
Saluran (196661 m) :
a. Saluran induk Katon : 3700 m
b. Saluran sekunder Katon  : 1586 m
c. Saluran sekunder Sengkerang : 6304 m
d. Saluran sekunder Beleka : 1109 m
e. Saluran sekunder Aik Paek : 1111 m
f. Saluran Sekunder Penambang : 3655 m
g. Saluran Sekunder Sambi Mati : 2196 m

2. Daerah Irigasi Tibunangke
Saluran ( 28676,47 m) :
a. Saluran induk Tibunangke : 1441 m
b. Saluran Sekunder Tibunangke : 2470,6 m
c. Saluran Sekunder Ganti : 5808,4 m
d. Saluran Sekunder Legu : 6601,21 m
e. Saluran Sekunder Lengkok Lauk : 7880,1 m
f. Saluran Sekunder Montong Lisung : 3057,2 m
g. Aluran Sekunder Batu Belah : 1717,96

3. Daerah Irigasi Kulem
Saluran (14938 m) :
a. Saluran Induk Kulem : 3864 m
b. Saluran Induk Matek Maling : 746 m
c. Saluran Sekunder Kulem Bilelando : 3916 m
d. Saluran Sekunder Kulem Pengantap : 2852 m
e. Saluran Muka Kulem Pengantap : 1700 m
f. Sauran Sekunder Selayar : 1438 m
g. Saluran Muka Selayar : 422 m

4. Daerah Irigasi Mujur 1
Saluran (8642 m) :
a. Saluran Induk Mujur 1 : 1994 m
b. Saluran Sekunder Sengkerang : 3119 m
c. Saluran Sekunder Nyampe : 3349 m

5. Daerah Irigasi Batungapah
Saluran (5480 m) :
a. Saluran Induk Batungapah : 2230 m
b. Saluran Sekunder Pengantap : 850 m
c. Saluran Sekunder Semoyang : 1650 m
d. Saluran Muka Semoyang : 750 m

6. Daerah Irigasi Embung Pare
Saluran (2400 m) :
a. Saluran Induk Embung Pare : 2400 m

7. Daerah Irigasi Bileremong
Saluran (2286 m) :
a. Salurran Induk Bileremong : 1300 m
b. Saluran Sekunder Montong Kelelik : 986 m

Bangunan irigasi dalam jaringan irigasi teknis Katon Kompleks mulai dari awal sampai akhir dibagi menjadi 4 (empat) kelompok yaitu; 1) bangunan pada saluran pembawa yaitu bangunan pengambilan/penyadapan, pengukuran dan pembagian air, 2) bangunan pelengkap untuk mengatasi halangan sepanjang saluran dari bangunan lain, 3) rumah dinas, 4) jalan inspeksi.

F. Inventarisasi Kondisi Daerah Irigasi Katon Kompleks

Jaringan irigasi pada DI Katon Kompleks terdiri dari saluran pembawa, saluran pembuang dan bangunan pelengkap lainnya. Saluran pembawa terdiri dari saluran primer, saluran sekunder, dan tersier serta kwarter. Berdasarkan letaknya saluran pembawa pada DI Katon Kompleks adalah saluran garis tinggi/kontur. Selain saluran pembawa juga terdapat saluran pembuang yang mengalirkan kelebihan air secara gravitasi dan berfungsi untuk mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk mencegah terjadinya genangan yang dapat merusak akar tanaman. Dalam budidaya SRI saluran pembuang memberikan fungsi yang besar untuk menjaga kestabilan air secara intermitten.

G. Jadwal Pengairan

Jadwal pengairan sudah ditetapkan untuk wilayah DI Katon Kompleks selama 6 (enam) hari dimulai pada tanggal 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 setiap bulan dengan debit rata-rata 2,6 m³. Estimasi kebutuhan air untuk DI Katon Kompleks dengan luas areal kurang lebih 7.495 hektar dengan angka kebutuhan standar 1 liter/detik adalah 7.495 ha x 1 liter/detik = 7.495 lt/det. Dari estimasi tersebut maka DI Katon Kompleks masih kekurangan air sebesar 7.495 – 2600 lt/det = 4.895 lt/det. Dari debit rata-rata yang tersedia maka distribusi air ke masing-masing petak tersier belum merata terutama wilayah hilir. Untuk memenuhi kekurangan air yang ada maka dilakukan koordinasi dengan GP3A dan Pengamat DI Jurang Batu untuk mendaparkan bantuan air dan dari koordinasi tersebut DI Katon Kompleks mendapatkan tambahan air sebesar 1 m2 pada tanggal 1 – 2 setiap bulannya.

H. Pola Tanam

Rencana pola tanam di DI Katon Kompleks adalah Padi – Padi/Palawija – Palawija/Bero dengan rincian sebagai berikut : (1) Katon : 1885/0/0 – 658/1227/0 – 0/658/1227, (2) Tibunangka : 2275/0/0 – 117/2158/0 – 0/87/2171, (3) Kulem : 1118/0/0 – 8/1110/0 – 0/8/1110, (4) Embung Pare : 600/0/0 – 341/377, (5) Mujur I : 718/0/0 – 341/377/0 – 0/341/377, dan (6) Batu Ngapah : 583/0/0 – 48/535/0 – 0/48/535. (sumber : Bidang SDA Kab. Lombok Tengah, 2016). Dari data diatas, luas areal pertanaman padi pada MT-1/MH adalah 7179 Ha (100%) dan pada MT-2/MK-1 adalah 1172 Ha (16,3%). Indeks pertanaman padi di DI Katon Kompleks sebesar 116,3%.

I. Kelembagaan Petani Pemakai Air

Perkumpulan Petani Pemakai Air merupakan salah satu lembaga pengelola irigasi yang pembentukannya diatur melalui Peraturan Menteri. Kelembagaan ini dibentuk berdasarkan pendekatan hidrologis sehingga terbagi ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu ;(1 )Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) ; Jaringan Terier, (2) Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) : Jaringan Sekunder, dan (3) Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A) : Jaringan Primer

Berdasarkan kondisi eksisting pada DI Katon Kompleks terdapat sebanyak ; 34 P3A; 8 GP3A dan 1 IP3A. Dimana sebagian besar dari lembaga tersebut belum memiliki legalitas hukum pembentukan. Status hukum P3A/GP3A/IP3A terdiri dari tiga tingkatan yaitu ; (1) AD/ART sudah disahkan oleh kepala daerah, (2) sudah memiliki akta notaris, dan (3) sudah terdaftar di pengadilan negeri setempat. (amaq & inaq seruni, 25/12/2017)

 

Daerah Irigasi Jurang Sate Kompleks; Potensinya Menjadi Wisata Edukasi

sasaqgagah – Daerah Irigasi Jurang Sate Kompleks memiliki luas sawah 14.168 Ha, terbagi menjadi tiga jaringan utama yaitu Jurang Sate Hulu (4.229 Ha), Jurang Sate Hilir (6.439 Ha) dan Jurang Batu (3.500 Ha) merupakan daerah irigasi yang memiliki areal sawah terluas di NTB. Secara administratif meliputi 44 desa dengan karakteristik penduduk yang berbeda – beda.

Masyarakat desa yang mendiami bagian hulu dari DI. Jurang Sate mendapatkan jumlah air irigasi yang berlebihan sementara daerah bagian hilir mendapatkan air irigasi yang tidak cukup sehingga upaya – upaya efisiensi menjadi tipikal usaha budidaya pertanian mereka. Berlebihnya air irigasi di bagian hulu menjadi potensi dan sumber daya tersendiri sehingga banyak masyarakat yang memanfaatkan saluran induk (mainsistem) sebagai lokasi kegiatan ekonomi produktif mereka. Salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat adalah budidaya ikan sistem karamba.

Karamba merupakan sarana budidaya ikan yang telah dikenal luas oleh masyarakat pedesaan di Indonesia. Budidaya ikan dengan menggunakan karamba dianggap lebih ekonomis dan efisien dibandingkan dengan membuat kolam ikan atau kolam terpal. Pola aliran di saluran induk Jurang Sate Kompleks yang deras dan mengikuti kontur sangat cocok untuk budidaya ikan menggunakan karambna. Kegiatan ekonomi ini sangat potensial dan memiliki prospek yang baik terutama bagi masyarakat yang bermukim disepanjang saluran induk.

Terhadap jaringan irigasi pembuatan karamba di saluran induk membawa dampak yang buruk terhadap kinerja jaringan irigasi. Karamba berpotensi menghambat kecepatan aliran air yang menyebabkan sedimentasi di saluran terutama pada titik – titik belokan (R) saluran. Namun, secara alamiah masyarakat akan tetap memanfaatkan sumber daya air yang ada disekitar tempat tinggal mereka untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi keberlangsungan hidup mereka.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang membutuhkan tempat usaha dan kebutuhan akan keselamatan jaringan irigasi merupakan permasalahan yang tidak sederhana namun membutuhkan penyelesaian yang arif dan inovatif. Agar keduanya dapat berjalan selaras. Untuk itu maka kita harus melihat DI. Jurang Sate Kompleks secara lebih luas terutama potensi – potensinya yang dapat dikembangkan.

Sebagai bentang alam DI. Jurang Sate Kompleks tentunya memiliki rupa alam (landscap) yang beragam dan indah dipandang mata. Memanfaatkan rupa alam tersebut akan sangat menarik untuk pengembangan wisata alam bernuansa edukasi. Berikut ini beberapa ruang dan rupa alam DI. Jurang Sate yang dapat dijadikan wisata edukasi.

Karamba Ikan

Ketimbang karamba ikan yang banyak ini dianggap masalah dan jika dilarangpun masyarakat akan melakukan perlawanan sosial lebih baik dijadikan wisata edukasi “budidaya ikan sistem karamba”. Apalagi bentuk karambanya yang menyerupai kapal keruk dan terbuat dari besi akan menarik minat sebagian penikmat wisata alam untuk belajar budidaya ikan sistem karamba dan juga menikmati ikan bagar bumbu desa.

Beberapa langkah yang dapat diambil adalah; (1) merekonstruksi kembali desain karamba dan titik – titik pelepasan karamba sehingga tidak menghambat aliran air, (2) menambah fasilitas – fasilitas kuliner, (3) pengembangan buah – buahan seperti naga, jambu kristal, rambutan dan durian bangkok di lahan masyarakat sepanjang saluran induk, dan (4) menjaga kebersihan saluran sebagai icon utama pengembangan wisata.

Abangan

Abangan adalah istilah yang diberikan oleh masyarakat Lombok Tengah terhadap talang air yang dibangun oleh pemerintah kolonial belanda ini. Abangan yang terdapat di DI. Jurang Sate Kompleks ada dua buah yaitu abangan di desa Sepakek dan abangan di Gunung Agung desa Pringgarata. Abangan ini sudah dikenal luas dan telah dijadikan destinasi wisata oleh masyarakat lokal.

Bentuknya yang miring membuat aliran deras dipermukaannya sangat potensial untuk dijadikan wisata air. Didukung oleh pemandangan alam berupa persawahan di sekelilingnya yang indah membuat tempat ini menjadi favorit bagi masyarakat untuk melepas dahaga akan keindahan alam. Apalagi jika dikembangkan kembali menjadi kawasan agrowisata.

Siphon Tinjung

Selain abangan bangunan irigasi yang tidak kalah fenomenalnya untuk dijadikan wisata edukasi adalah bangunan siphon yang ada di Tinjung Desa Bunut Baok. Siphon Tinjung  merupakan bangunan irigasi berbentuk melengkung leter “U” yang melewati sungai Srigangga. Bangunan ini mengadopsi teori irigasi kuno zaman kekaisaran romawi dan sampai sekarang masih sangat kuat. Yang tidak kalah menarik dari tempat ini adalah pemandangan alam desa dengan berbagai jenis pohon yang tumbuh disepanjang palung sungai dan diatas palung terhampar pesawahan hijau.

Organik Farming

Organik farming mulai diperkenalkan kepada masyarakat di DI. Jurang Sate Kompleks sejak tahun 2004 melalui program pengembangan System of Rice Intensifications (SRI) oleh Program DISIMP I – NIppon Koey di Dusun Kuwang Jukut Desa Pringgarata. Pada perkembangan selanjutnya organik farming telah menjadi salah satu ciri budidaya oleh sebagian masyarakat petani.

Organik farming dan SRI sampai saat ini terus dikembangkan oleh masyarakat petani karena memberikan manfaat yang banyak. Organik farming secara berkelanjutan memberikan perbaikan bagi tanah dan memberikan hasil panen yang lebih banyak dibandingkan budidaya cara konvensional. Masyarakat pencinta wisata alam dapat belajar organik farming kepada petani setenpat.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi referensi semua pihak yang melihat permasalahan irigasi di DI. Jurang Sate Kompleks dengan arif. Marilah kita mencoba mengurai masalah menjadi keindahan dan dengan kreatif menjadikan kawasan ini menjadi sumber kekuatan ekonomi pedesaan yang selaras alam. (amaq seruni, 24/12/2017).

LOQ SESEKEQ

Dongeng Suku Sasak – Lombok – NTB
Oleh : Lubna Sekarlandi

Alkisah, pada zaman dahulu ada sebuah cerita sepasang suami istri yang hidup rukun. Diakhir hayatnya sang suami berpesan kepada istrinya yang lagi hamil, “Besok kalau anakmu lahir seorang laki – laki maka berilah nama Loq Sesekeq”. Singkat cerita lahirnya bayi laki – laki yang diberi nama Loq Sesekeq. Sesekeq itu artimya bodoh.
Pada waktu subuh, ayam jago berkokok dengan nyaringnya, seluruh burung pun bernyanyi disambut dengan suara azan di Masjid. Loq Sesekeq bangun dan mengerjakan sholat berjamaah di Masjid. Selesai sembahyang Loq Sesekeq membantu ibunya menyapu halaman, mebersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian dan menyirami tanaman yang tumbuh di halaman rumahnya. Walaupun Loq Sesekeq oarngnya bodoh sesperti namanya namun ia sangat disayangi oleh ibunya. Ia tidak pernah mengeluh dan menolak perintah ibunya.  Suatu hari Loq Sesekeq disuruh oleh ibunya menjual kendi tanah liat ke pasar
“Oh, aku bingung bagaimana membawa kendi ini. Apalagi untuk menjual kendi?” sambil berpikir.
“akhirnya aku tahu cara membawa kendi ini”, gumam Loq Sesekeq.

Loq Sesekeq mencari batu kecil lalu melubangi kendi tersebut, setelah berlubang lalu ia mencari tali dan memasukkan tali tersebut ke dalam lubang kendi tersebut. Kemudian Loq Sesekeq berangkat ke pasar. Sesampainya di pasar ia menggelar dagangannya namin tidak ada satu orang pun yang menawar kendinya. Ibunya Loq Sesekeq diberi tahu oleh tetangganya kalau kendi jualannya tidak laku karena kendi tersebut berlubang.
“Oh anakku banyak orang yang membeli kendi namun mereka pasti heran melihat kendimu yang berlobang”.
“Kalau begitu kembalilah ke pasar dan belikan saya bebek dan jangan beli kelinci karena bebek itu kita harapkan terlurnya besok”, kata ibunya kepada Loq Sesekeq.

Sesekeq patuh pada perintah ibunya dan berangkat ke pasar dan sesampainya di pasar ia membeli Bebek tanpa ditawar-tawar dulu. Loq Sesekeq berangkat membawa Bebeknya pulang menggunakan keranjang. Dalam perjalanan Loq Sesekeq merasa lapar dan haus karena tadi ia belum sarapan. Sesampainya di pinggir sungai ia berhenti untuk istrirahat dan mandi dan berendam sendiri seperti ikan gurame. Kemudian Loq Sesekeq ingat dan berpikir sambil berkata dalam hati “Tentu Bebekku juga haus dan ingin mandi, baiklah saya lepas saja biar ia berenang dan mandi sesukanya”.

Gek….gek….gek….demikian Bebek tersebut bernyanyi sambil berenang dan bermain diatas air sungai. Melihat itu Loq Sesekeq jadi bingung, hatinya gundah gulana dan sedih dikiranya Bebeknya seperti kapas yang tidak punya isi dan tulang karena dapat mengambang diatas air.
“Oh, Bebek ku ternyata rusak tidak punya isi” gumamnya,
maka dibiarkannya Bebeknya berenang pergi dihanyutkan oleh air. Sesampainya di rumah Loq Sesekeq berkata kepada ibunya
“Ibu, salah lagi saya beli Bebek karena Bebeknya tadi disungai mengambang seperti kapas”.
Ibunya berkata “Anakku memang itu sifat Bebek yang dapat mengambang dan berenang dalam air dan tidak tenggelam seperti batu”.

Suatu hari Loq Sesekeq meminta kepada ibunya untuk membeli Kerbau karena ia sangat ingin punya Kerbau, ia sanggup untuk menyabir rumput dan menggembalakan kerbau walaupun pada musim kemarau. Ibunya setuju dan menyuruh Loq Sesekeq membeli Kerbau melalui jalan kecil yang sempit dan ditengah perjalanan di suatu tempat ia melihat sekelompok anak kecil yang lagi membuat mainan Kerbau menggunakan tanah liat. Oleh Sesekeq didekatinya anak-anak itu dan menjalin pertemanan saling salam menyalami.
“Apa namanya ini teman?” bertanya Sesekeq
“ini namanya kerbau teman” jawab anak tersebut
“O, saya sangat ingin memiliki Kerbau, yang ini saya suka” kata Sesekeq sambil menunjuk mainan kerbau tanah yang didepannya.
“Ini Kerbau yang gemuk” kata anak itu lagi.

Loq Sesekeq sudah tidak sabar untuk memiliki Kerbau tersebut dan ia sanggup untuk membayarnya berapapun harganya. Tidak berpikir panjang maka ia membayar kerbau tersebut.Sesampainya dirumah Loq Sesekeq mencari ibunya tetapi tidak ada dirumah dan ia bingung mau taruh kerbaunya dimana. Tidak lama kemudian ibunya pulang membawa kacang panjang. Loq Sesekeq segera menyambut ibunya dan menceritakn kalau ia sudah membeli Kerbau yang bagus dan gemuk lagi.
Ibunya bertanya “Mana Kerbau yang sudah kamu beli anakku?”
“Itu saya simpan dalam laci meja bu, nanti saya akan kasih makan setiap hari!” jawab Loq Sesekeq.
Ibu nya cepat-cepat masuk kedalam untuk melihat kerbau yang dibeli oleh anaknya, Ibunya Sesekeq sangat terkejut sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat Kerbau mainan yang terbuat dari tanah liat yang ada di dalam laci. Dasar Loq Sesekeq yang bodoh.

Dan disuatu hari Ibunya Sesekeq akan menyelenggarakan acara tahlilan kematian suaminya, Sesekeq disuruh oleh ibunya untuk mencari seorang Kyai untuk memimpin orang berdzikir. Sesekeq bingung karena tidak tahu rupanya seorang Kyai.
Ia bertanya kepada ibunya “Bagaimana rupanya seorang Kyai ibu?”.
Ibunya menjawab “ Kyai itu memiliki janggot yang panjang, cepatlah cari Kyai tersebut karena hari sudah semakin sore”.

Loq Sesekeq berjalan mencari seorang Kyai, melalui jalan setapak, jurang dan sampailan ia di lapangan rumput dan melihat seekor Kambing yang lagi memakan rumput sambil mengembik-embik kegirangan. Kambing tersebut memiliki telinga yang panjang dan janggut yang panjang.
“Nah, inilah rupanya Kyai itu janggutnya panjang sangat” kata Loq Sesekeq
Loq Sesekeq membawa Kambing tersebut pulang dan menunjukkan kepada ibunya bahwa ia sudah membawa seorang Kyai. Melihat itu Ibunya Loq Sesekeq tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar dan berkata :
“Anakku ini namanya Kambing bukan Kyai, cepat kembalikan kambing tersebut biar nanti tidak dianggap maling dan kalau mati nanti busuk baunya”.

Cepat – cepat Sesekeq mengembalikan kambing tersebut dengan mengendap – endap takut ketahuan orang, dan ia melewati kandang ayam yang penuh dengan kotoran. Semuanya menjadi bau tahi ayam dan Loq Sesekeq berkata dalam hati :
“Semuanya berbau busuk, kata inakku jika berbau busuk maka saya telah mati”,
Loq Sesekeq mencari dan mengambil cangkul menggali lubang sebagai tempat untuk mengubur dirinya. Lubang tersebut dibawah pohon mangga yang rindang dan Sesekeq mengubur dirinya disana. Tiba – tiba jatuhlah buah mangga baunya harum dan manis. Lok Sesekeq berkata dalam hati “sayang saya sudah mati, kalau tidak sudah saya ambil dan makan buah mangga ini”.
Sampai malam Sesekeq belum juga pulang dan sampai pagi setelah ayam berkokok Ibunya Loq Sesekeq pergi mencari anaknya. Tiba-tiba ditemukannya anaknya lagi mengubur diri dibawah pohon mangga, cepat-cepat ibunya mengangkat Sesekeq dari lubang tersebut.
“Oh, anakku kalau sampai seperti ini kebodohanmu, mari ibu serahkan kamu kepada guru ngaji” kata ibunya pada suatu malam.

Dengan mengaji barangkali bisa membuat Sesekeq berubah menjadi anak yang pandai demikian harapan ibunya. Ibunya berpesan agar ia tidak boleh pisah dengan gurunya harus selalu bersama. Selalu belajar dan patuh pada gurunya dan menjadi anak yang jujur dan terpuji di mata masyarakat. Bertahun – tahun Loq Sesekeq menuntut ilmu belajar mengaji namun tetap saja belum bisa mengaji. Namun Loq Sesekeq tidak putus asa walaupun dikatan bodoh oleh teman-temannya.
Sekarang telah datang bulan haji, Guru Ngajinya ingin mengerjakan ibadah haji ke tanah suci. Sesekeq diberitahu kalau gurunya mau berangkat haji Sesekeq cepat-cepat minta ijin untuk ikut ke Mekah bersama gurunya. Gurunya merasa geli melihat Sesekeq. Walaupun begitu tetap pada pendiriannya untuk ikut naik haji. Teringat akan pesan ibunya agar ia harus tetap dekat dengan gurunya. Gurunya berangkat diam-diam ke Mekah tanpa memberi tahu Sesekeq, namun paginya Sesekeq dapat kabar kalau gurunya sudah berangkat.
“Guru…! tunggu saya mau ikut ke Mekah”.
Sesekeq beteriak dengan keras sambil berlari kencang pergi mengejar gurunya. Berlari menuju pantai dan pelabuhan tempat gurunya mau naik kapal, namun pelabuhan telah sepi karena kapal sudah berangkat jemaah yang mengantar haji juga sudah pulang. Sesekeq menangis keras memanggil gurunya.
“Guru…!, saya harus selalu bersama – sama dengan guru, saya tidak boleh pisah demikian pesan ibu saya”.
Sesekeq terus menangis sambil meratap sendiri sambil duduk di pinggir pantai menatap laut luas. Yang dipikirkan hanya gurunya saja. Namun bagaimanapun caranya hanya ombak dan angin laut yang menjawab tangisnya. Sesekeq bulatkan tekad untuk tetap bisa berangkat haji. Tetap ia duduk ditepi pantai, tiba – tiba datanglah sebatang kayu yang dibawa oleh ombak menggelinding ke arah dirinya.

Tidak berpikir panjang Loq Sesekeq langsung melompat ke atas batang pohon tersebut sambil berkata :
“Kayu bawalah aku berlayar menuju ke Mekah untuk menyusul guruku”
Kayu tersebut menggelinding dibawa ombak sedikit demi sedikit semakin ke tengah, dan ajaibnya semakin lama batang kayu tersebut meluncur ke tengah laut diombang ambing oleh ombak namun meluncur seperti perahu layar ditenggelamkan oleh ombak setinggi gunung namun muncul kembali ke permukaan laut. Loq Sesekeq tetap tenang dan membulatkan tekad untuk menyusul gurunya.

Tubuhnya kedinginan, ombak setinggi gunung menghantam dan angin keras menerpa, Sesekeq besah kuyup. Batang Kayu meluncur semakin ke tengah Sesekeq tetap dengan tekadnya untuk menuju ke Mekah. Tiba – tiba datang seekor ikan hiu menyerang namun tiba – tiba datang pertolongan Allah SWT dimana seekor ikan Lumba – Lumba datang membantunya. Loq Sesekeq kembali menggapai batang kayu yang meluncur ke arah barat melewati gugusan pulau kecil, selat – selat dan sebagaimanya yang menambah pengalaman Sesekeq selama dalam perjalanan. Akhir nya Loq Sesekeq sampai di semenanjung tanah Arab.

Lok Sesekeq menuju ke Mekah mencari gurunya, Gurunya sangat terkejut melihat Sesekeq datang menemuinya di Mekah.
“Oh, anakku dirimu aneh sekali, pakai apa anakku ke sini sampai bisa sampai Mekah?”
“Saya naik batang kayu oh guru ku, saya bawa pesan ibuku bahwa saya tidak boleh berspisah dengan guru dan bekal ini tidak boleh saya buka sendiri kecuali harus bersama guru”
Semua orang yang mendengar cerita Sesekeq menjadi kaget dan ketika bekal tersebut dibuka isinya ternyata emas permata.

“Oh anakku mari kita sama – sama mengucap syukur kepada Allah SWT kita bisa naik haji bersama – sama. Saya doakan agar anakku bisa menjadi Waliyullah. Engkau lebih dalam ilmu dariku”.
Loq Sesekeq menulis surat kepada ibunya menceritakan tentang pertemuannya dengan gurunya di Mekah, berhaji bersama dan minta doa selamat kepada ibunya yang mujarab mudah-mudahan dipertemukan kembali dalam kesehatan dan penuh rahmat (Praya, 10/10/2017).

 

 

 

 

sayangilah aku

Tema : Stop Kekerasan Pada Anak ( Juara 3 Lomba Menulis Puisi Tingkat SD se NTB)

Disuatu malam
Malam terakhirku di panti asuhan
Aku berpikir aku akan mewujudkan cita-citaku dan impianku
Yang telah kusimpan dari dulu
Aku akan menjadi orang yang akan berharga dimasa depan nanti
Namun, apa yang kufikirkan
Apa yang kusimpan terasa begitu hanyut terasa
Begitu pudar setelah apa yang kurasakan sekarang
Orang tua asuhku selalu menyakitiku
Selalu membuatku meneteskan air mata
mereka selalu memarahiku dengan amarah yang besar,

Sejak saat itu,
Aku ragu untuk memikirkan kembali cita-cita
dan apa yang sudah kuimpikan dari dulu,
Kuhanya terdiam dan menangis didalam kegelapan
Ku tak tahu harus berbuat apa,
Apa yang kulakukan semua salah
Entah, seperti apa aku dimata mereka
Aku ingin merasakan kasih sayang dari orang tua
Aku ingin merasakan pelukan orang tua
Aku tidak ingin disakiti
Aku ingin seperti anak anak yang lain yang hidup bahagia bersama keluarganya
Apa salahku,

Ku hanya seorang anak kecil yang ingin disayangi bukan disakiti
Rasa pedih yang kutahan
Rasa sedih yang selalu ada disetiap waktuku
Sayangilah aku
Tolong sayangilah aku.

Processed with VSCOcam

 

Penulis : lubna sekarlandi, Kelas : vc/5c, MIN 1 lombok Tengah

 

 

 

Siklus Ekonomi Daerah Irigasi Batu Bokah – Lombok Tengah

sasaqgagah – Jumlah penduduk yang mendiami DI Batu Bokah tercatat sebanyak 4.785 jiwa (BPS, 2012) dengan jumlah rumah tangga 1.401 yang terdiri dari 2.291 jiwa penduduk laki-laki dan 2.494 jiwa penduduk perempuan sehingga rasio jenis kelaminnya (sex ratio) menjadi 92 dan rata-rata anggota rumah tangga 3 orang. Ini menunjukkan setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 92 orang penduduk laki-laki.

Selanjutnya jumlah usia produktif (16–64 th) di daerah irigasi Batu Bokah 2.755 jiwa, usia non produktif (10-15 th) 1.909 jiwa, dan 65 tahun ke atas 69 jiwa serta tingkat ketergantungan atau dependency ratio yaitu perbandingan antara usia penduduk non produktif (10-15 tahun dan 60 tahun ke atas) dengan penduduk produktif sebesar 72. Dari kedua indikator ini maka jumlah penduduk produktif di DI Batu Bokah adalah sebesar 2.755 jiwa. Artinya 100 jiwa pendududk produktif akan menanggung sekitar 72 jiwa penduduk non produktif. Berdasarkan luas desa Banyu Urip 21,59 km2 dibandingkan dengan jumlah penduduk 4.785 jiwa maka tingkat pendapatan penduduk sebesar 219 jiwa/km2. Jumlah kelahiran penduduk 71 jiwa ( 32 laki dan 39 perempuan dan jumlah kematian 45 jiwa (26 laki dan 19 perempuan).

Sebagian besar mata pencaharian penduduk di DI Batu Bokah adalah sebagai petani sebagian besar pendapatan petani berasal dari subsektor pertanian. Struktur mata pencaharian penduduk dirinci berdasarkan jenis pekerjaan di daerah irigasi Batu Bokah tercermin dalam mata pencaharian penduduk adalah yang bekerja di tanaman pangan 798 orang, peternakan 356 orang, petani penggarap 10 orang, industri rumah tangga 58 orang, pedagang 121 orang, jasa angkutan 27 orang, buruh tani 15 orang, guru 37 orang, ABRI 7 orang, tukang jahit 3 orang, tukang cukur 3 orang, tukang kayu 16 orang, tukang batu 19 orang, pemborong 8 orang, reparasi 3 orang, ojek 72 orang dan sopir 8 orang.

Jenis industri kecil yang dikembangkan oleh masyarakat masih berskala usaha rumah tangga dengan bahan mentah yang tersedia di wilayah perdesaan. Jenis industri yang sudah dikembangkan oleh penduduk adalah industri pembuatan batu bata 9 buah, industri genteng 8 buah, tenun 35 buah, gerabah 14 buah, industri makanan 4 buah, usaha pembuatan kerupuk 11 buah, minyak kelapa 59 buah dan mebeler kayu 3 buah. DI Batu Bokah yang berada di kawasan HKm Mareje Bonga menyimpan jenis-jenis bebatuan yang baik untuk material bangunan dan kerajinan. Bebatuan padas secara kontinyu menyediakan material untuk pembangunan perumahan dan sumber daya air.

Kondisi sosial masyarakat di DI Batu Bokah pada umumnya terus mangalami perbaikan sejalan dengan pelaksanaan pembangunan yang telah dilaksanakan pemerintah. Perubahan-perubahan sosial yang semakin maju/baik terjadi sebagai akibat dari keberhasilan pembangunan di bidang sosial dan ekonomi. Sarana dan prasarana bidang pendidikan, kesehatan, sosial kemasyarakatan lainnya semakin banyak dan tersebar sehingga masyarakat semakin mudah untuk mengaksesnya.
Berdasarkan data statistik jumlah sekolah TK 1 buah dengan jumlah siswa 48 orang dan guru 2 orang, SD non Inpres 1 buah dengan jumlah murid 205 dan guru 8 orang, SD Inpres 2 buah dengan jumlah murid 388 dan guru 24 orang, Madrasah Ibtidaiyah 2 buah dengan jumlah murid 125 dan guru 18 orang, dan MTS 1 buah dengan jumlah murid 156 dan guru 17 orang.

Partisipasi masyarakat untuk memajukan dunia pendidikan semakin nyata hal ini dapat dilihat dari keberadaan lembaga pendidikan agama (MI dan MTs) semakin banyak dan menyebar di setiap dususn, dimana untuk lembagai pendidikan jenis ini sebagian besar merupakan swadaya masyarakat. Tingkat pendidikan petani yang tinggi tidak menjadi jaminan untuk dapat mengakses inovasi teknologi usahatani. Pendidikan formal harus didukung oleh pendidikan informal antara lain adalah pelatihan-pelatihan. Keinginan petani untuk mengakses teknologi usaha tani terus meningkat seiring dengan meningkatnya persaingan global yang menuntut petani untuk dapat menghadirkan produk-produk usaha tani yang sesuai dengan permintaan pasar. Pelatihan-pelatihan yang sedang giat-giatnya dilakukan oleh petani adalah pelatihan sistem budidaya hortikultura polynasi.

Sumber air utama daerah irigasi Batu Bokah, berada di sungai embung Batu Bokah yang menampung aliran air dari mata air – mata air di dalam kawasan hutan produksi Mareje Bonga. Embung Batu Bokah sendiri dibangun pada tahun 1993 dan baru direhab pada tahun 1999. Berdasarkan data operasional debit tahun 2008 – 2013 yang di alirkan di saluran induk / utama Batu Bokah berkisar 1,2 – 2,0 m3/dt, untuk mengairi areal seluas 305,5 hektar.

Secara makro, sistem jaringan irigasi Batu Bokah merupakan jaringan yang berdiri sendiri. Sistem irigasi Batu Bokah terdiri dari bendung/embung, saluran primer/utama, saluran sekunder, saluran tersier, saluran kwarter, dan bangunan-bangunan irigasi. Bendung terdapat sebanyak 1 buah yaitu bendung Batu Bokah yang memiliki kapasitas debit di intake 2,0 m3/dtk, saluran primer/utama sepanjang 500 meter, saluran sekunder sepanjang 1500 meter, dan pintu bagi 3 buah.
Operasi jaringan irigasi adalah upaya pengaturan air irigasi dan pembuangannya, termasuk kegiatan membuka-menutup pintu bangunan irigasi, menyusun rencana tata tanam, menyusun sistem golongan, menyusun rencana pembagian air, melaksanakan kalibrasi pintu/bangunan, mengumpulkan data, memantau dan mengevaluasi.

Pola operasi di DI Batu Bokah mengikuti pola O&P yang baku dan telah ditetapkan oleh Dinas/Instansi yang membidangi irigasi. Giliran pembagian air disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Berikut ini adalah hasil dari kegiatan OP/PAI yang telah dilakukan. Dari pemeriksaan Belangko isian OP di tingkat Pengamat Pengairan Batu Bokah didapatkan hasil yang sangat memuaskan.

Perhitungan kebutuhan air untuk DI Batu Bokah berdasarkan formulasi yang dibuat oleh Ir. Th. Van Manen dalam bukunya “Irrigations in West Indies” adalah sebagai berikut :
A. Kebutuhan air untuk tanaman padi adalah : ½ bulan pertama 1,0 lt/dt/ha, 11/2 bulan berikutnya 1,2 lt/dt/ha, 21/2 bulan berikutnya 0,8 l/dt/ha, ½ bulan berikutnya 0,4 lt/dt/ha.
B. Dengan demikian kebutuhan air untuk tanaman padi pada MT-2 adalah : ½ bulan pertama = 1 x 305,5 ha x 1 = 305,5 lt/dt/ha, 11/2 bulan berikutnya = 1 x 305,5 x 1,2 = 366,6 lt/dt/ha, 21/2 bulan berikutnya = 1 x 305,5 x 0,8 = 244,4 lt/dt/ha, dan ½ bulan berikutnya = 1 x 305,5 x 0,4 = 122,2 lt/dt/ha.

Kepengurusan P3A/GP3A dapat berasal dari petani anggota yang memenuhi kriteria sebagai pengurus berdasarkan ketentuan AD/ART organisas. Mekanisme pemilihan pengurus merupakan kesepakatan bersama yang diputuskan melalui rapat anggota.

Perkembangan organisasi berdasarkan Permentan No. 79/PRT/M/2012 bahwa sampai saat ini telah memiliki AD/ART. Status AD/ART saat ini sudah disahkan oleh Bupati Lombok Tengah. GP3A Beriuk subur dibentuk pada tahun 2006 dengan nomor Akta Notaris No : 05 Tanggal 07 Mei 2010 Notaris A. Azis Saleman, SH dan No. NPWP 03.064.345.6-915.000.

Permasalahan – permasalahan yang dijumpai selama TPM melakukan orientasi lapangan adalah sebagai berikut : 1) Pintu intake bendung Batu Bokah tidak bisa beroperasi dengan baik atau tidak bisa dibuka dan ditutup, 2) Saluran pembawa mengamali kerusakan yang sangat berat, keadaan ini menghambat pelayanan air bagi petani anggota, 3) Masih lemahnya kemampuan organisasi P3A, termasuk belum terlegalisasinya organisasi, 4) GP3A masih belum memiliki balai pertemuan yang tetap, dan 5) Masih rendahnya usaha diversifikasi produk pertanian terutama komoditas hortikultura. (06/08/2017).

Profil Daerah Irigasi Batu Ngapah – Kabupaten Lombok Tengah

 

 

Deskripsi

sasaqgagah – Daerah Irigasi Batu Ngapah (650 Ha) secara hidrologis berada pada bentang alam DAS Renggung yang berbatasan langsung dengan samudera hindia. Secara administratif daerah layanan DI Batu Ngapah meliputi Desa Kidang dan Desa Bilelando. Jumlah penduduk yang mendiami DI Batu Ngapah tahun 2016 adalah 6.145 jiwa yang terdiri dari laki-laki 3.070 jiwa dan perempuan 3.075 jiwa, dan 2.038 KK.

Struktur Ekonomi

Struktur ekonomi masyarakat didominasi oleh pertanian (1438 jiwa) dan diikuti oleh sektor ekonomi lainnya yaitu buruh tani (379 jiwa), pedagang (146 jiwa), tukang kayu (32 jiwa), tukang
batu (67 jiwa), bengkel (12 jiwa), Aparatur Sipil Negara (46 jiwa), TNI/POLRI (16 jiwa), pegawai swasta (36 jiwa), pengrajin (412 jiwa), nelayan (37 jiwa), sopir (66 jiwa) dan guru swasta (66 jiwa).
Berdasarkan kriterianya penduduk yang mendiami DI Batu Ngapah terdiri atas penduduk berjenis kelamin laki-laki 3.129 jiwa, penduduk berjenis kelamin perempuan 3.340 jiwa, dan jumlah kepala keluarga 2.052 KK.

Struktur Umur

Penduduk DI Batu Ngapah didominasi oleh penduduk umur 6 – 13 tahun (1854 jiwa) sedangkan kelompok umur yang masuk usia produktif 22 – 60 tahun berjumlah 1571 jiwa dan usia tidak produktif umur 0 – 21 tahun (4.898 jiwa). Jika dibandingkan antara kelompok umur produktif dan tidak produktif maka DI Batu Ngapah memiliki jumlah penduduk tidak produktif lebih besar dari usia produktif.

Berdasarkan klasifikasi kesejahteraan maka penduduk yang mendiami DI Batu Ngapah didominasi oleh penduduk miskin 1054 KK, sedangkan jumlah KK sangat miskisn (221 KK), jumlah KK dengan tingkat kesejahteraan sedang 573 KK, dan jumlah KK yang masuk dalam klasifikasi kaya 204 KK.
Tingkat pendidikan penduduk yang mendiami DI Batu Ngapah umumnya masih rendah, jumlah penduduk yang berpendidikan SD dan setara paket A adalah 2645 jiwa (40,875%), yang tidak pernah sekolah 1322 jiwa (20,43%). Dari gambaran tingkat pendidikan penduduk yang mendiami DI Batu Ngapah maka sumber daya mansuia (SDM) masyarakat masih tergolong rendah. Keadaan SDM yang rendah akan dapat menghambat pembangunan bidang irigasi, kecuali diikuti dengan pengembangan pelatihan-pelatihan dan upaya pendampingan yang berkesinambungan.

Kondisi Teknis

DI Batu Ngapah memiliki panjang saluran primer 2973 m merupakan pasangan batu kali yang kondisinya baik 888,0 m (30%) dan yang kondisinya rusak 2085,0 m (70%). Panjang saluran sekunder yang ada 2500 m berupa pasangan batu kali 1600 m (64%) dan saluran tanah 900 m (36%). Untuk menunjang pengambilan dan pengaturan air irigasi maka dibutuhkan keberadaan bangunan irigasi.

Kinerja OP

Rencana tata tanam (RTT) di DI. Batu Ngapah disusun dengan melibatkan partisipasi masyarakat. RTT dibutuhkan dalam rangka penyusunan sistem golongan dan rencana pembagian air serta menyusunan rencana pemeliharaan jaringan irigasi. Jumlah kelembagaan petani pemakai air 5 unit terdiri dari 1 unit GP3A dan 4 unit P3A (data BWS, 2017).

Permasalahan Daerah Irigasi

Permasalahan yang ada di DI Batu Ngapah sangatlah beragam, pada laporan pendahuluan ini akan dibagi berdasarkan aspek sosial – ekonomi, teknis irigasi, dan kelembagaan.
Permasalahan pada aspek sosial – ekonomi meliputi : 1) rendahnya tingkat pendidikan masyarakat petani, 2) hilangnya kearifan lokal seperti gotong royong dan besiru, 3) kurangnya rasa memiliki atas infrastruktur irigasi yang dibangun oleh pemerintah, dan 4) masih tingginya angka kemiskinan penduduk.

Permasalahan pada aspek teknis irigasi adalah sebagai berikut : 1) Menurunnya debit air di bendung Batu Ngapah, 2) Tingkat kerusakan jaringan baik di saluran utama, sekunder dan tersier yang parah, dan 3) Tidak efisiennya penggunaan air irigasi di tingkat usahatani.
Pada aspek kelembagaan permasalahan yang umum dijumpai di DI Batu Ngapah adalah sebagai berikut : 1) Masih lemahnya kemauan masyarakat dalam membayar iuran irigasi, 2) dengan adanya pemekaran P3A dan rasionalisasi wilayah dengan DI Kulem maka kelembagaan P3A yang terbentuk belum memiliki legalitas, 3) Masih tingginya intensitas konflik terkait persoalan air irigasi dan tata tanam, dan 4) P3A/GP3A belum memiliki sekretariat.(06/09/2017)

COMBINE; teknologi modern dalam perspektif sosial masyarakat desa

dscf7574

sasaqgagah – Teknologi tepat guna maupun teknologi modern dalam usahatani dari sisi peningkatan produksi menjadi keharusan untuk diimplementasikan. Dalam berbagai literatur dan pendapat para ahli teknologi pedesaan, teknologi usahatani haruslah bersifat spesifik lokasi. Teknologi usahatani tidak selamanya dapat diaplikasikan secara general di semua masyarakat petani, namun kondisi bentang alam dan sosial masyarakat pedesaan dapat menjadi pembatas.

Salah satu teknologi modern dalam usahatani yang saat ini menjadi primadona pemerintahan pusat adalah Mesin Panen Combine yang dianggap menjadi solusi atas kelangkaan tenaga kerja dan kehilangan hasil panen. Pada daerah – daerah yang lahan pertaniannya luas dan penduduknya sedikit maka pendapat ini sangat benar, akan tetapi di daerah – daerah yang memiliki lahan pertanian sempit dengan jumlah penduduk yang padat maka pendapat ini belum tepat.

Hasil pengamatan penulis di Kabupaten Lombok Tengah, penerapan Combine baik yang model harvest maupun mini mengalami kendala teknis dalam aplikasinya. Mini Combine misalnya, dalam setiap aplikasinya di beberapa tempat rentan terhadap kerusakan pada mesin dan sistem kipasnya sedangkan ketersediaan onderdil masih langka. Kendala lapangan yang dihadapi oleh operator mini Combine adalah; (1) kondisi lahan yang belum kering terutama pada jenis – jenis tanah vertisol, (2) pemasakan buah yang tidak seragam, dan (3) kedaan batang dan daun yang belum kering (liat) sementara biji gabah sudah kering.

Selain itu beberapa petani mengungkapkan bahwa  gabah yang dihasilkan Mini Combine tidak bersih jika dibandingkan dengan teknologi tepat guna power trasser. Aplikasi alat Panen Combine juga mendapat penolakan dari para buruh tani yang selama ini menggantungkan hidupnya sebagai buruh panen.

Alat Panen Combine tidak dapat diterapkan  di semua daerah karena dapat memberikan dampak sosial di kawasan pedesaan terutana yang sebagian besar masyarakatnya merupakan buruh tani. Keadaan ini dapat menjadi bahan masukan bagi semua pihak yang ingin menerapkan alat panen combine. Faktor – faktor lapangan juga harus diperbaiki adalah; (1) menerapkan cara budidaya padi yang baik, (2) memberikan pelatihan bagi pemuda tani untuk menjadi operator alat panen combine, dan (3) mengembangkan perbengkelan teknologi tepat guna di pedesaan. (AQ.Seruni)