PENGOLAHAN BETON

1. Latar Belakang

Perkembangan industri konstruksi semakin berkembang pesat. Perkembangan ini diikuti oleh penemuan – penemuan inovasi bahan bangunan. Untuk mendukung pembangunan teknologi konstruksi yang semakin maju diperlukan material/bahan bangunan yang bermutu dan berkualitas tinggi. Bahan – bahan bangunan utama yang memikul beban dan biasa digunakan pada konstruksi adalah beton.

Beton mempunyai kuat tekan yang besar sementara kuat tarimnya kecil. Oleh karena itu untuk struktur bangunan, beton selalu dikombinasikan dengan tulangan baja untuk memperoleh kinerja yang tinggi (Ida, 2010). Sebagai material Komposit, sifat beton sangat bergantung pada sifat unsur masing – masing serta interaksi mereka. Unsur penyusun beton terdiri dari pasta Semen, agregat halus (Pasir) dan agregat kasar (Kerikil).

Pada beton yang baik setiap butir agregat seluruhnya terbungkus dengan mortar, demikian pula dengan ruang antar agregat juga harus terisi mortar. Kualitas pasta semen/mortar menentukan kualitas beton dan memberikan komposisi 7 – 15 % dari campuran sedangkan komposisi agregat 61 – 76 %. Komposisi mortar kurang dari 7 % disebut beton kurus, sedangkan lebih dari 15 % disebut beton gemuk. Komposisi campuran beton dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sebagai bahan, beton memiliki keunggulan sebagai berikut; (1) ketersediaan material dasar (agregat halus, agregat kasar, air) didapatkan dengan mudah di lokasi setempat (local), (2) mudah dipergunakan karena bisa dipakai untuk berbagai struktur dan beton bertulang dapat dipakai untuk struktur berat, (3) bersifat monolit dan tidak memerlukan sambungan seperti baja, (4) dapat dicetak dengan ukuran dan bentuk berbeda, (5) dapat diproduksi dengan berbagai cara yang disesuaikan dengan situasi sekitar, (6) konsumsi energi minimal, dan (7) ketahanan beton cukup tinggi, lebih tahan karat, tidak perlu di cat dan tahan kebakaran.

Disamping kelebihan – kelebihannya beton juga memiliki kelemahan yaitu; (1) berat sendiri yang besar, 2400 kg/m3 , (2) kekuatan tariknya rendah, (3) beton cenderung untuk retak, (4) kualitas sangat tergantung cara pelaksanaan di lapangan, dan (5) struktur beton sulit untuk dipindahkan. Untuk mengatasi kelemahan – kelemahan tersebut dapat dilakukan beberapa cara yaitu membuat beton mutu tinggi, memakai beton bertulang, melakukan perawatan, memakai beton pracetak, dan mempelajari teknologi beton.

Untuk menghasilkan beton yang baik dan mempunyai kekuatan sesuai persyaratan konstruksi diperlukan pengetahuan tentang pengolahan beton dan sifat – sifat beton. Sebelum memulai pengolahan beton diperlukan pengetahuan yang baik tentang bahan – bahan penyusun beton. Bahan – bahan penyusun beton terdiri dari agregat, bahan perekat dan air. Selain pengetahuan tentang bahan bangunan penyusun beton, pengetahuan tentang bahan logam/baja juga sangat diperlukan untuk tulangan beton.

2. Bahan – Bahan Penyusun Beton
2.1. Semen

Semen adalah bahan yang bersifat adhesif dan kohesif, yaitu bahan pengikat/perekat. Definisi semen menurut SII 0013-1981, semen portland yaitu semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat – silikat kalsium yang bersifat hidrolis bersama bahan – bahan yang biasa digunakan yaitu Gypsum.

Semen ketika bereaksi dengan air membentuk pasta semen yang berfungsi untuk merekatkan butir – butir antar agregat agar terjadi suatu masa yang kompak/padat. Selain itu pasta semen juga untuk mengisi rongga – rongga antara butir – butir agregat. Ada dua macam semen yaitu semen hidrolis dan non hidrolis. Semen hidrolis adalah semen yang akan mengeras bila beraksi dengan air, tahan terhadap air (water resistence) dan stabil di dalam air ketika mengeras. Semen non hidrolis adalah semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air.

Material semen mengandung empat senyawa kimia yang utama yaitu Trikalsium Silkat (C3S) atau 3CaO.SiO2, Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO6, Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3, dan Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4Ca.Al2O3.Fe2O3. Unsur C3S dan C2S biasanya merupakan 70 – 80 % dari unsur semen sehingga dominan dalam memberikan sifat semen.
Bilamana semen bersentuhan dengan air maka proses hidrasi berlangsung, dengan arah dari luar kedalam. Proses permulaan hidrasi tersebut berlangsung lambat antara 2 – 5 jam sebelum mengalami percepatan setelah kulit permukaan pecah. Pada saat hidrasi berikutnya, pasta semen menjadi gel (suatu butiran sangat halus hasil hidrasi, memiliki permukaan yang amat besar) dan sisa – sisa semen yang tak bereaksi misalnya Kalsium Hidroksida ( Ca (OH)2 ), air dan beberapa senyawa lain. Kristal – kristal dari berbagai senyawa yang dihasilkan membentuk rangkaian tiga-dimensi yang saling melekat secara random dan kemudian sedikit demi sedikit mengisi ruangan yang mula – mula ditempati air, lalu menjadi kaku dan muncullah suatu kekuatan yang selanjutnya mengeras menjadi benda yang padat dan kaku. Pasta semen yang telah mengeras memiliki struktur yang berpori, dengan ukuran pori bervariasi dari yang sangat kecil sampai besar.

Semen Portland terbagi menjadi dua jenis yaitu semen portland dan semen portland pozzoland. Pada semen portland memiliki sifat yang berbeda – beda dari masing – masing komponennya. ASTM (American Standart for Testing Material) menentukan komposisi semen berbagai tipe yaitu : (1) Tipe I, adalah semen portland untuk konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus, (2) Tipe II, adalah semen portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi, (3) Tipe III, adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal tinggi, (4) Tipe IV, adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah, dan (5) adalah semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat.

Semen portland pozzoland (PPC) adalah suatu perekat hidrolis yang dibuat dengan menggiling klinker semen portland dan pozzoland, atau suatu campuran yang merata bubuk semen portland dan bubuk pozzoland selama penggilingan atau pencampuran. Pozzoland adalah bahan alami atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur – unsur silikat (SiO2) dan atau Aluminat (Al2O3) yang reaktif. Semen portland pozzoland menghasilkan panas hidrasi lebih sedikit daripada semen biasa. Sifat ketahanan terhadap kotoran dalam air (misalnya kandungan garam) lebih baik. Semen portland pozzoland cocok jika dipakai pada; (1) bangunan di air payau atau laut yang selalu berhubungan dengan air yang mengandung sulfat, (2) bangunan beton yang memrlukan kekedapan tinggi misalnya dinding ruang basement, bak penyimpan air bersih dan bangunan sanitasi, (3) beton massa (dam, bendungan, fondasi besar) yang membutuhkan panas hidrasi rendah, dan (4) pekerjaan plesteran ( mortar ) yang memerlukan adukan mortar/beton yang plastis.

2.2 Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat mempunyai 70 – 75 % dari total volume beton maka kualitas agreragt sangat berpengaruh pada kualitas beton. Dengan kualitas agregat yang baik beton dapat dikerjakan dengan mudah (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis.

Agregat dibedakan berdasarkan ukuran butir-butirnya, agregat yang mempunyai ukuran yang lebih besar di sebut agregat kasar (kerikil, kericak, batu pecah atau split). Agregat yang ukuran butirannya lebih kecil disebut agregat halus (pasir). Di dalam teknologi beton nilai batas ukuran agregat antara 4,75 mm atau 4,8 mm. Agregat yang butirannya lebih besar dari 4,75 mm disebut agregat kasar sedangkan yang lebih kecil disebut agregat halus. Sedangkan butir yang lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut clay. Dalam praketk agregat digolongkan dalam tiga kelompok yaitu; (1) Batu, ukuran lebih dari 40 mm, (2) Kerikil, ukuran antara 5 – 4 mm, dan (3) Pasir, ukuran antara 0,25 mm – 5 mm.

Untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat dibutuhkan informasi tentang berat jenis agregat. Berat jenis dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga sehingga secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton. Jadi berat jenis agregat akan mempengaruhi kekuatan beton itu sendiri.
Berat jenis agregat ialah rasio antara massa padat agregat dan massa air dengan volume yang sama (tanpa satuan). Berat jenis agregat dibendakan menjadi; (1) Berat jenis mtlak, jika volume benda padatnya tanpa pori, dan (2) Berat jenis semu, jika benda padatnya termasukpori tertutupnya. Berdasarkan berat jenisnya agregat dibedakan menjadi agregat normal (Bj 2,5 – 2,7), agregat berat (BJ > 2,8, dan agregat ringan (Bj < 2,0).

Agar biaya pembuatan beton berkurang maka perlu diperhatikan ukuran butir – butir maksimum agregat kasar yang tidak terlalu besar dan faktor – faktor lain yang mempengaruhi antaranya jarak bidang samping cetakan, dimensi plat beton yang dibuat, dan jarak bersoh antara baja tulangan beton, yaitu : (1) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari ¼ kali jarak bersih antar baja tulangan, (2) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat, dan (3) ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 jarak terkecil antara bidang samping cetakan.
Dengan pertimbangan diatas, maka ukuran maksimum butir agregat untuk beton bertulang umumnya sebesar 10 mm, 20 mm, atau 40 mm. Untuk beton masa biasa dipakai ukuran maksimum sebesar 75 mm atau 150 mm.

2.3 Bahan Tambah

Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan kedalam pencampuran beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. Pemberian bahan tambah pada beton dimaksudkan untuk memperlambat waktu pengerasan, mempercepat pengerasan, menambah encer adukan, menambah daktalitas (mengurangi sifat getas), mengurangi retak – retak pengerasan, mengurangi panas hidrasi, menambah kekedapan, dan menambah keawetan.

Bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (cemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah kimiawi digunakan pada saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran, sedangkan bahan tambah mineral diberikan pada saat pengadukan. Dalam proses pembuatan beton, juga diberikan bahan tambah pembantu untuk memperoleh sifat – sifat khusus dalam pengerjaan adukan, waktu pengikatan, waktu pengerasan, dan maksud – maksud lainnya. Bahan tambah mineral yang umum digunakan untuk memperbaiki kinerja beton adalah pozzoland, fly ash, slag dan silca fume.

3. Pengolahan Beton
3.1 Persiapan

Sebelum penuangan beton dilaksanakan, hal – hal berikut ini harus dahulu harus diperhatikan (PB, 1989:27).
1. Semua peralatan untuk pengadukan dan pengangkutan beton harus bersih.
2. Ruangan yang akan diisi dengan beton harus bebas dari kotoran – kotoran yang mengganggu.
3. Untuk memudahkan pembukaan acuan, permukaan dalam acuan boleh dilapisi dengan bahan khusus, antaralain lapisan minyak mineral, lapisan bahan kimia (form reeleas agent) atau lembaran polyurethene.
4. Pasangan dinding bata yang berhubungan langsung dengan beton harus dibasahi air sampai jenuh.
5. Tulangan harus dalam keadaan bersih dan bebas dari segala lapisan penutup yang dapat merusak beton atau mengurangi lekatan antara beton dengan tulanggan.
6. Air yang terdapat pada ruangan yang akan diisi beton harus dibuang , kecuali apabila penuangan dilakukan dengan tremi atau telah seijin pengawas ahli.
7. Semua kotoran, serpihan beton dan material lain yang menempel pada permukaan beton yang telah mengeras harus dibuang sebelum beton yang baru dituangkan pada permukaan beton yang mengeras tersebut.
Pada kasus – kasus tertentu, persiapan lebih detail harus juga dilakukan. Untuk pengerjaan beton pre-stressing misalnya, persiapan bahan –bahan kimia seperti bonding agent untuk perekat antara lapisan beton yang baru dengan beton yang lama, ataupun cement grouting untuk memperbaiki bagian – bagian yang keropos akibt kurangnya pemadatan atau karena terjadinya segregasi harus dilakukan.

3.2 Penakaran

Penakaran bahan –bahan penyusun beton yang dihasilkan dari hasil rancangan harus mengikuti ketentuan yang tertuang dalam pasal (3.3.2) SK.SNI.T-28-1991-03 tentang Tata Cara Pengadukan dan Pengecoran Beton ASTM C.685 Standard Made By Volumetric Batching and Continous Mixiting serta ASTM.94 sebagai berikut: (1) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih besar dari atau sama dengan 20 MPa proporsi penakarannya harus didasarkan atas penakaran berat, (2) Beton yang mempunyai kekuatan tekan (f’c) lebih kecil dari 20 MPa proporsi penakarannya boleh menggunakan teknik penakaran volume. Tekniknya harus didasarkan atas penakaran berat yang dikonveksikan kedalam penakaran volume setiap campuran bahan penyusunnya.

3.3 Pengadukan Beton

Proses pencampuran bahan – bahan dasar beton yaitu semen, air, pasir dan kerikil dalam perbandingan tertentu. Proses pencampuran/pengadukan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pengadukan dengan tangan dan pengadukan dengan mesin (mekanis).

Pengadukan dengan tangan dilakukan apabila jumlah beton yang digunakan hanya sedikit. Dalam proses pengadukan ini, mula – mula agregat kasar dan halus dicampur secara kering diatas tempat yang rata, bersih, keras dan tidak menyerap air, kemudian dicampurkan dengan semen. Pencampuran dilakukan sampai merata terlihat warnanya sama. Alat untuk mencampur berupa cangkul, cetok, atau sekop. Kemudian ditengah adukan dibuat cekungan dan ditambahkan air kira – kira 75 % dari jumlah air yang direncanakan. Adukan diulang dan ditambahkan sisa air sampai adukan merata.

Pengadukan dengan mesin dilakukan untuk pekerjaan yang besar menggunakan beton yang banyak. Pengadukan dengan mesin dilakukan agar beton lebih homogeny dan cepat. Mesin pengaduk beton juga diperlukan jika dukan beton yang dibuat sangat kental, karena sulit diaduk dengan tangan.

Mula – mula sebagian air (± 75% dari jumlah yang ditetapkan) dimasukkan kedalam bejana pengaduk, lalu agregat halus dan agregat kasar dan semen portland. Setelah diaduk rata, kemudian sisa air dimasukkan ke bejana. Pengadukan dilanjutkan sampai warna adukan tampak rata dan campurannya juga homogen.Waktu pengadukan akan mempengaruhi sifat beton, jika terlalu sebentar pencampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan naikknya suhu beton, keausan agregat sehingga agregat jadi pecah, terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, bertambahnya nilai slump, dan menurunnya kekuatan beton.

Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus menerus dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan jarak pengankutan harus dilakukan. Mesin pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah-pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil (mixer atau molen) serta alat aduk stationer yang mempunyai kapasitas besar (batbhing plant).

Jika ditinjau dari sisi ekonomi, penggunaan mesin aduk untuk pengerjaan beton yang besar justru akan menurunkan biaya (cost). Campuran beton yang dihasilkan pun biasanya akan bersifat lebih homogen dan plastis. Pengadukan dengan mesin ini dilakukan sesuai dengan manual alat aduknya. Untuk beton siap pakai (PB, 1989:27) pengadukan dan pengangkutan harus mengikuti persyaratan dari “Specification for Ready Mixed Concrete” ASTM.C94 atau “specification for Concrete Made by Volumetric Batching and Continous Mixing” ASTM C.685.
Waktu Pengadukan Minimal Kapasitas dari Mixer (m3)  0,8 – 31  : 1 menit (ASTM C.94 dan ACI 318),  3,8 – 4,6 : 2 menit, dan 7,6 ” 3 menit

Menurut SK.SNI.T-28-1991-03 Ps. (3.3.3), waktu pengadukan minimal untuk campuran beton yang volumenya lebih kecil atau sama dengan 1 m3 adalah 1,5 menit, dan ditambahkan selama 0.5 menit untuk penambahan 1 m3 beton serta pengadukan ditambahkan selama 1,5 menit setelah semua bahan tercampur.
Waktu pengadukan ini akan berpengaruh pada mutu beton. Jika terlalu sebentar pencampuran bahan kurang merata, sehingga pengikatan antara bahan – bahan beton akan berkurang. Sebaliknya, pengadukan yang terlalu lama akan mengakibatkan : (1). Naiknya suhu beton, (2). Keausan pada agregat sehingga agregat pecah, (3). Terjadinya kehilangan air sehingga penambahan air diperlukan, (4). Bertambahnya nilai slump dan (5). Menurunya kekuatan beton.
Selama proses pengadukan, kekentalan campuran beton harus diawasi terus dengan cara memeriksa nilai slump yang disesuaikan dengan jarak pengangkutan. Pengontrolan dan pencatatan data selama pengadukan harus dilakukan, meliputi: (1). Waktu dan tanggal pengadukan dan pengecoran, (2). Proporsi bahan yang digunakan, (3). Jumlah batch adukan yang dihasilkan, dan (4). Lokasi akhir pengecoran. Mesin atau alat pengaduk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu alat aduk yang mobile (dapat dipindah – pindah) dan mempunyai kapasitas yang kecil dinamakan mixer atau molen), serta alat aduk stasioner yang biasanya mempunyai kapasitas besar (dinamakan batching plant).

Jika dilihat dari arah perputaran batch – nya, alat aduk dapat dibedakan menjadi 3, yaitu, alat aduk yang berputar vertical (vertical mixing or reversing drum mixer), alat aduk yang berputar mendatar (horizontal drum mixing or pan drum mixer), dan alat aduk yang berputar miring (tilting drum mixing). Mesin pengaduk vertical dan yang berputar miring biasanya dipakai untuk pengerjaan di lapangan dan yang berputar horizontal biasanya digunakan di laboratorium.
Syarat Pengadukan SK.SNI.T-28-1991-03, semua jenis bahan yang digunakan dalam pembuatan beton harus dilengkapi dengan : (1) Sertifikasi mutu dari produsen, (2) Jika tidak terdapat sertifikasi mutu, harus tersedia data uji dari laboratorium yang diakui, dan (3) Jika tidak di lengkapi dengan sertifikasi mutu atau data hasil uji, harus berdasarkan bukti dari hasil pengujian khusus atau pemakaian nyata yang dapat menghasilkan beton yang kekuatan, ketahanan, dan keawetan memnuhi syarat.

Selain hal – hak diatas, bahan – bahan yang digunakan harus memenuhi ketentuan dari Standar Nasional Indonesia SK.SNI.S-04-1989-F tentang Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A (Bahan Bangunan BUkan Logam). Jika menggunakan bahan tambah, harus sesuai syarat SK.SNI.S-18-1990-03 atau SK.SNI.S-19-1990-03.

Peralatan yang digunakan untuk mengaduk harus pula memenuhi syarat standar. Standar pelaksanaan harus mengikuti ketentuan, syarat adminstrasi yang dinyatakan dalam rencana kerja dan syarat – syarat (RKS) dan harus tersedia rencana campuran beton serta rencana pelaksanaan pengecoran. Ketentuan lain mengenai peralatan adalah alat harus dalam keadaan bersih dan baik, putarannya sesuai dengan rekomendasi, peralatan angkut dan pengecoran dalam kondisi baik dan lancar.

3.4 Pengangkutan Beton

Setelah pengadukan selesai. Campuran beton dibawa ketempat penuangan atau ketempat dimana konstruksi akan dibuat. Pengangkutan beton dari tempat pengadukan hingga tempat penyimpanan akhir (sebelum dituang) harus dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya pemisahan agregat. Alat pengangkutan harus mampu menyediakan beton ketempat penyimpanan akhir dengan lancar tanpa mengakibatkan pemisahan dari bahan – bahan yang telah dicampur dan tanpa hambatan yang dapat mengakibatkan hilangnya plastisitas beton antar pengangkutan yang berurutan.

Alat angkut dibedakan menjadi dua yakni alat angkut manual dan mesin. Alat angkut manual menggunakan tenaga manusia, dengan alat bantu sederhana (ember, gerobak dorong, talang) dan biasanya mempunyai kapasitas kecil. Alat angkut mesin dibutuhkan untuk pengerjaan yang kapasitasnya besar dan jarak antara pengolahan beton dan tempat pengerjaan struktur jauh, contoh truk mixer, pompa, dan tower crane.

3.5 Penuangan Beton

Untuk menghindari terjadinya segresi dan bleeding, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penuangan beton yaitu; (1) Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1,5 meter, jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa, (2) Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika pengecoran dibawah atap, (3) Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimum 30 – 45 cm agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah, dan (4) Penuangan berhenti pada titik momen sama dengan nol.

Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa – pipa sangat menguntungkan apabila cara lainnya tidak bisa dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan jika hal – hal berikut terpenuhi : (a) gunakan campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak lebih dari 40 mm, (b) pengawasan yang ketat selama pelaksanaan, dan (c) gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Jenis – jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatic dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa – pipa penghantar beton. Penggunaan cara – cara pemompaan memiliki keuntungan diantaranya adalah pengurangan tenaga kerja, hasilnya baik jika persiapan baik, dan produksi kerja akan tinggi jika kapasitas pompa juga besar dan baik.

Dalam melakukan penuangan beton, hal – hal yang perlu diperhatikan antara lain (PB,1989:28): (1) Campuran yang akan dituangkan harus ditempatkan sedekat mungkinn dengan cetakan akhir untuk mencegah segregasi karena penanganan kembali atau pengaliran adukan, (2) Pembetonan harus dilaksanakan dengan kecepatan penuangan yang diatur sedemikian rupa sehingga campuran beton selalu dalam keadaan plastis dan dapat mengalir dengan mudah ke dalam rongga di antara tulangan, (3) Campuran beton yang telah mengeras atau yang telah terkotori oleh material asing tidak boleh dituang ke dalam strktur, (4) Campuran beton yang setengah mengeras atau telah mengalami penambahan air tidak boleh dituangkan, kecuali telah disetujui oleh pengawas ahli, (5) Setelah penuangan campuran beton dimulai, pelaksanaan harus dilakukan tanpa henti hingga diselesaikan penuangan suatu panel atau penampang, yang dibentuk oleh batas – batas elemennya atau batas penghentian penuangan yang ditentukan, kecuali diijinkan atau dilarang dalam pelaksanaan siar pelaksanaan (contruction joint), (6) Permukaan atas dari acuan yang diangkat secara vertical pada umumnya harus terisi rata campuran beton.
(7) Bila diperlukan, siar pelaksanaan harus dibuat sesuai dengan ketentuan : (a). Permukaan beton pada siar pelaksanaan harus bersih. (b). Sebelum pengecoran harus dibasahi. (c). Tidak mengurangi kekuatan konstruksi. (d). Siar pelaksanaan yang terletak pada lantai ditempatkan sepertiga dari bentang bagian tengah plat, balok anak, balok induk. Siar pelaksanaan pada balok induk harus ditempatkan menjauhi daerah persilangan antara balok induk tersebut dengan balok lainnya sejarak tidak kurang dari dua kali lebar balok yang menyilang. (e). Balok anak, balok induk atau pelat yang didukung oleh kolom tidak boleh dituang sebelum hilang sifat keplastisannya. (f). Balok anak, balok induk, penebalan miring balok dan kepala kolom harus dituang secara monolit dengan pelat sebagai suatu bagian dari system pelat tersebut, kecuali ditentukan lain dalam perencanaanya, (8) Beton yang dituangkan harus dipadatkan dengan alat yang tepat secara sempurna dan harus diusahakan secara maksimal agar dapat mengisi semua rongga beton.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah : (1). Tinggi jatuh tidak boleh lebih dari 1.50 meter. Jika terjadi jarak yang lebih besar maka perlu ditambahkan alat bantu seperti tremi atau pipa. (2). Tidak dilakukan penuangan selama terjadi hujan agar kadar air tetap terjaga, kecuali jika pengecoran dilakukan dibawah atap. (3). Setiap kali penuangan, tebal lapisan maksimal 30 – 40 cm, agar pemadatannya dapat dilaksanakan dengan mudah. (4). Penuangan hanya berhenti dititik momen sama dengan nol.

a. Penuangan yang Tertunda
Batas penundaan yang masih dapat ditoleransi adalah sesuai dengan lamanya waktu pengikatan beton. Lamanya waktu pengikatan awal beton selama 2 jam dan pengikatan akhir selam 4 jam. Dengan penundaan selama 2-2.5 jam kuat tekan beton masih dapat tercapai (lihat Gambar 9.4). penundaan akan mengakibatkan kehilangan Faktor Air Semen akibat penguapan beton segar serta akibat terserap oleh agregat.

b. Penuangan Beton dalam Air
Untuk penuangan beton atau pengecoran dalamair, dapat ditambahkan sekitar 10% semen untuk menghindari kehilangan pada saat penuangan. Penuangan ini dapat dilakukan dengan alat-alat bantu, yaitu: (1). Karung (protective sandbag walling), (2). Bak khusus, (3). Tremi, (4). Katup hydro (hydro valve) dan (5). Beton pra-susun (prepacked concrete).

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing – masing :
a. Penuangan menggunakan karung dilakukan dengan mengisi karung-karung dengan beton segar, kemudian memasukkaknya kedalam air.Untuk konstruksi yang padat dan massif, karung-karung tersebut dipantek satu dengan yang lainnya. Penuangan dengan cara ini memerlukan bantuan penyelam sehingga biasanya mahal.
b. Pada penuangan beton dengan bak khusus, campuran beton diisikan dalam sebuah bak. Campuran tersebut akan keluar melalui pintu yang otomatis terbuka sendiri. Setelah pintu terbuka, bak diangkat secara perlahan – lahan sehingga beton mengalir.
c. Penuangan dengan pipa tremi banyak digunakan karena efisien dan efektif. Penuangan dilakukan dengan cara mengisikan campuran beton ke dalam pipa tremi, kemudian mengangkat pipa tremi secara perlahan sampai beton mengalir keluar. Ujung pipa bagian bawah harus selalu terbenam dalam beton yang dituangkan.
d. Katup hydro terdiri dari pipa nylon diameter 600 mm yang fleksible untuk menuangkan beton. Ujung bawahnya dilengakpi pelindung kaku berbentuk silinder. Cara pengerjaannya sama dengan tremi.
e. Penuangan dengan beton pra-susun dilakukan dengan menyusun terlebih dahulu agregat kasar yang lebih besar dari 28 mm, kemudian melakukan grouting (grout colodial). Grout dibuat dengan mencampurkan semen, pasir dan air atau dapat juga ditambah bahan tambah plastisizer pada alt pengaduk khusus.

c. Penuangan Beton dengan Pemompaan
Penuangan beton atau pengecoran dengan pemompaan melalui pipa-pipa sangat menguntungkan apabila cara lainnya tidak bias dilakukan. Cara ini sangat menguntungkan jika hal-hal berikut dipenuhi : (1) gunakan suatu campuran dengan sifat pengerjaan sedang, dengan ukuran agregat tidak lebih dari 40 mm, (2) pengawasan yang ketat selama pelaksanaan, dan (3) gunakan bahan tambah yang memperbesar sifat plastis dari beton segar.

Keuntungan cara ini adalah: (1). Pengurangan tenaga kerja, (2). Hasilnya baik jika persiapannya baik dan (3). Produksi kerja akan tinggi jika pompa yang digunakan berkapasitas besar dan baik. Jenis-jenis pompa beton antara lain pompa torak, pompa pneumatik dan pompa peras-tekan. Alat pompa ini dilengkapi dengan pipa- pipa pengahntar beton.

3.6 Pemadatan Beton

Pemadatan dilakukan segera setelah beton dituang dan kebutuhan akan alat pemadatan disesuaikan dengan kapasitas pengecoran dan tingkat kesulitan pengerjaan. Pemadatan dilakukan sebelum terjadinya initian setting time pada beton. Dalam prakteknya, pengindikasian initian setting dilakukan dengan cara menusuk beton tersebut dengan tongkat tanpa kekuatan. Jika masih dapat ditusuk sedalam 10 cm berarti setting time belum tercapai. Pemadatan dilakukan untuk menghilangkan rongga – rongga udara yang terdapat dalam beton segar. Rongga – rongga dalam beton dapat menyebabkan kekuatan beton berkurang.

Pada pengerjaan beton dengan kapasitas kecil, alat pemadatan beton dapat berupa kayu atau besi tulangan. Untuk pengecoran dengan kapasitas besar lebih dari 10 m3 , alat pemadat mesin harus digunakan. Alat pemadat ini dikenal dengan vibrator atau alat getar. Pemadatan dilakukan dengan penggetaran, campuran beton akan mengalir dan memadat karena rongga – rongga akan terisi dengan butir – butir yang lebih halus.

Alat getar dibagi menjadi; (a) alat getar intern (internal vibrator), yaitu alat getar yang berupa tongkat dan digerakkan dengan mesin. Alat ini dimasukkan kedalam beton pada waktu tertentu, (b) alat getar cetakan (external vibrator), yaitu alat getar yang menggunakan form work sehingga betonnya bergetar dan memadat.

Beberapa pedoman umum dalam proses pemadatan adalah: (1) Pada jarak yang berdekatan/pendek, pemadatan dengan alat getar dilaksanakan dalam waktu yang pendek, (2) Pemadatan dilaksanakan secara vertikal dan jatuh dengan beratnya sendiri, (3) Tidak menyebabkan adanya bleeding, (4) Pemadatan merata, (5) Tidak terjadi kontak antara alat getar dengan bekisting, dan (6) Alat getar tidak berfungsi untuk mengalirkan, mengangkut atau memindahkan beton.

3.7 Pekerjaan Akhir (Finishing)

Pekerjaan finishing dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah permukaan beton yang rata dan mulus. Pekerjaan ini dilakukan pada saat betol belum mencapai final setting, karena pada masa ini beton dapat dibentuk. Alat yang digunakan untuk pekerjaan finishing ini adalah ruskam, jidar, dan alat perata yang lain.

3.8 Perawatan Beton (Curing)

Perawatan dilakukan setelah beton mencapai final setting berarti beton telah mengeras. Perawatan dilakukan agar proses hidrasi dalam beton tidak mengalami gangguan. Hal ini dilakukan agar beton terjaga kelembaban sehingga beton terhindar dari keretakan kareana kehilangan aira yang begitu cepat. Perawatan beton dilakukan minimal selam 7 hari.

Perawatan ini dimaksudkan untukk mendapatkan kekuatan beton tekan beton yang tinggi tapi juga dimaksudkan untuk memperbaiki mutu dari keawetan beton, kkedapan terhadap air, ketahanan terhadap aus, serta stabilitas dari dimensi struktur. Apabila beton berukuran kecil; mis silinder beton, gentengg beton, balok beton, maka perawatan dapat dilakukan yaitu menaruh beton segar dalam ruangan lembab, menaruh beton segar di dalam air, dan menaruh beton segar dii atas air

Apabila beton berukuran besar, mis kolom, plat lantai, balok beton , maka perawatan dapat dilakukan; (a) Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, (2) Menggenangi permukaan beton dengan air, dan (3) c. Menyiramii permukaan beton secara terus-menerus.

a. Perawatan yang di Percepat
Perawatan dengan uap bertekanan tinggi, uap bertekanan atmosferik, pemanasan dan pelembapan atau proses n yang dapat diterima, boleh digunakan untuk mencapai kekuatan tekan dan mengurangi waktu perawatan. Perawatan ini harus mampu menghasilkan kekuatan tekan sesuai dengan renacana, dan prosesnya harus mampu menghasilkan beton.
Untuk cuaca yang panas perlu diperhatikan bahan – bahan penyusunnya, cara produksi, penanganan dan pengangkutan, penuangan, perlindungan dan perawatan untuk mencegah suhu beton atau penguapan air yang berlebihan sehingga dapat mengurangi kekuatan tekannya dan mempengaruhi kekuatan struktur.

b. Macam Perawatan
Perawatan beton ini dapat dilakukan dengan pembasahan atau penguapan (steam) serta dengan menggunakan membran. Pemilihan cara mana yang digunakan semata – mata mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan.

(1) Perawatan dengan pembasahan
Pembasahan dilakukan di laboratorium ataupun dilapangan. Pekerjaan perawatan dengan pembasahan ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : (a) Menaruh beton segar dalam ruangan yang lembab, (b) Menaruh beton segar dalam genangan air, (c) Menaruh beton segar dalam air, (d) Menyelimuti permukaan beton dengan air, (e) Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, (f) Menyirami permukaan beton secara kontinyu, dan (g) Melapisi permukaan beton dengan air dengan melakukan compound.

Cara a, b, dan c digunakan untuk contoh uji. Cara d, e , f digunakan untuk beton di lapangan yang permukaannya mendatar, sedangkan cara f dan g digunakan untuk yang permukaannya vertikal. Fungsi utama dari perawatan beton adalah untuk menghindarkan beton dari : (a) Kehilangan air – semen yang banyak pada saat – saat setting time concrete, (b) Kehilangan air akibat penguapan pada hari – hari pertama, dan (c) Perbedaan suhu beton dengan lingkungan yang terlalu besar.

Untuk menanggulangi kehilangan air dalam beton ini dapat dilakukan langkah – langkah perbaikan dengan perawatan. Pelaksanaan Curing Compound, sesuai dengan ASTM C.309, dapat diklasifikasikan menjadi : (a) Tipe I, Curing Compound tanpa Dye, biasanya terdiri dari parafin sebagai selaput lilin yang dicampur dengan air, (b) Tipe I-D, Curing Compound dengan Fugitive Dye (Warna akan hilang selama beberapa minggu), dan (c) Tipe II, Curing Compound dengan zat berwarna putih.

Dipasaran, kita dapat menjumpai beberapa merek sikament, misalnya Antisol Red (termasuk tipe I-D), Antisol White (termasuk tipe II) dan Antisol E (termasuk Tipe I, Non Pigmented Curing Compound). Curing compound ini selain berguna untuk perawatan pada daerah vertiksl juga berguna untuk daerah yang mempunyai temperature yang tinggi, karena bersufat memantulkan cahaya (terutama Tipe I).

(2) Perawatan dengan penguapan
Perawatan dengan uap dapat dibagi menjadi dua, yaitu perawatan dengan tekanan rendah dan perawatan dengan tekanan tinggi. Perawatan tekanan rendah berlangsung selama 10 – 12 jam pada suhu 400-550 C, sedangkan penguapan dengan suhu tinggi dilaksanakan selama 10-16 jam pada suhu 650-950 C, dengan suhu akhir 400-550C. Sebelum perawatan dengan penguapan dilakukan, beton harus dipertahankan pada suhu 100-300C selama beberapa jam.

Perawatan dengan penguapan berguna pada daerah yang mempunyai musim dingin. Perawatan ini harus diikuti dengan perawatan dengan pembasahan setelah lebih dari 24 jam, minimal selama umur 7 hari, agar kekuatan tekan dapat tercapai sesuai dengan rencana pada umur 28 hari.

(3) Perawatan dengan membrane
Membran yang digunakan untuk perawatan merupakan penghalang fisik untuk menghalangi penguapan air. Bahan yang digunakan harus kering dalam waktu 4 jam (sesuai final setting time), dan membentuk selembar film yang kontinyu, melekat dan tidak bergabung, tidak beracun, tidak selip, bebas dari lubang – lubang halus dan tidak membahayakan beton.

Lembaran plastik atau lembaran lain yang kedap air dapat digunakan dengan sangat efisien. Perawatan dengan menggunakan membran sangat berguna untuk perawatan pada lapisan perkerasan beton (rigid pavement). Cara ini harus dilaksanakn sesegera mungkin setelah waktu pengikatan beton. Perawatan dengan cara ini dapat juga dilakukan setelah atau sebelum perawatan dengan pembasahan.

(4) Perawatan lainnya
Perawatan pada beton lainnya yang dapat dilakukan adalah perawatan dengan menggunakansinar infra merah, yaitu dengan melakukan penyinaran selama 2 – 4 jam pada suhu 900C. Hal tersebut dilakukan untuk mempercepat penguapan air pada beton mutu tinggi. Selain itu ada pula perawatan hidrotermal (dengan memanaskan cetakan untuk beton – beton pra-cetak selama 4 jam pada suhu 650C) dan perawatan dengan karbonisasi. (Aq.Seruni, 18/05/2018)

Tinggalkan komentar