Category Archives: BUDAYA

LOQ SESEKEQ

Dongeng Suku Sasak – Lombok – NTB
Oleh : Lubna Sekarlandi

Alkisah, pada zaman dahulu ada sebuah cerita sepasang suami istri yang hidup rukun. Diakhir hayatnya sang suami berpesan kepada istrinya yang lagi hamil, “Besok kalau anakmu lahir seorang laki – laki maka berilah nama Loq Sesekeq”. Singkat cerita lahirnya bayi laki – laki yang diberi nama Loq Sesekeq. Sesekeq itu artimya bodoh.
Pada waktu subuh, ayam jago berkokok dengan nyaringnya, seluruh burung pun bernyanyi disambut dengan suara azan di Masjid. Loq Sesekeq bangun dan mengerjakan sholat berjamaah di Masjid. Selesai sembahyang Loq Sesekeq membantu ibunya menyapu halaman, mebersihkan rumah, mencuci piring, mencuci pakaian dan menyirami tanaman yang tumbuh di halaman rumahnya. Walaupun Loq Sesekeq oarngnya bodoh sesperti namanya namun ia sangat disayangi oleh ibunya. Ia tidak pernah mengeluh dan menolak perintah ibunya.  Suatu hari Loq Sesekeq disuruh oleh ibunya menjual kendi tanah liat ke pasar
“Oh, aku bingung bagaimana membawa kendi ini. Apalagi untuk menjual kendi?” sambil berpikir.
“akhirnya aku tahu cara membawa kendi ini”, gumam Loq Sesekeq.

Loq Sesekeq mencari batu kecil lalu melubangi kendi tersebut, setelah berlubang lalu ia mencari tali dan memasukkan tali tersebut ke dalam lubang kendi tersebut. Kemudian Loq Sesekeq berangkat ke pasar. Sesampainya di pasar ia menggelar dagangannya namin tidak ada satu orang pun yang menawar kendinya. Ibunya Loq Sesekeq diberi tahu oleh tetangganya kalau kendi jualannya tidak laku karena kendi tersebut berlubang.
“Oh anakku banyak orang yang membeli kendi namun mereka pasti heran melihat kendimu yang berlobang”.
“Kalau begitu kembalilah ke pasar dan belikan saya bebek dan jangan beli kelinci karena bebek itu kita harapkan terlurnya besok”, kata ibunya kepada Loq Sesekeq.

Sesekeq patuh pada perintah ibunya dan berangkat ke pasar dan sesampainya di pasar ia membeli Bebek tanpa ditawar-tawar dulu. Loq Sesekeq berangkat membawa Bebeknya pulang menggunakan keranjang. Dalam perjalanan Loq Sesekeq merasa lapar dan haus karena tadi ia belum sarapan. Sesampainya di pinggir sungai ia berhenti untuk istrirahat dan mandi dan berendam sendiri seperti ikan gurame. Kemudian Loq Sesekeq ingat dan berpikir sambil berkata dalam hati “Tentu Bebekku juga haus dan ingin mandi, baiklah saya lepas saja biar ia berenang dan mandi sesukanya”.

Gek….gek….gek….demikian Bebek tersebut bernyanyi sambil berenang dan bermain diatas air sungai. Melihat itu Loq Sesekeq jadi bingung, hatinya gundah gulana dan sedih dikiranya Bebeknya seperti kapas yang tidak punya isi dan tulang karena dapat mengambang diatas air.
“Oh, Bebek ku ternyata rusak tidak punya isi” gumamnya,
maka dibiarkannya Bebeknya berenang pergi dihanyutkan oleh air. Sesampainya di rumah Loq Sesekeq berkata kepada ibunya
“Ibu, salah lagi saya beli Bebek karena Bebeknya tadi disungai mengambang seperti kapas”.
Ibunya berkata “Anakku memang itu sifat Bebek yang dapat mengambang dan berenang dalam air dan tidak tenggelam seperti batu”.

Suatu hari Loq Sesekeq meminta kepada ibunya untuk membeli Kerbau karena ia sangat ingin punya Kerbau, ia sanggup untuk menyabir rumput dan menggembalakan kerbau walaupun pada musim kemarau. Ibunya setuju dan menyuruh Loq Sesekeq membeli Kerbau melalui jalan kecil yang sempit dan ditengah perjalanan di suatu tempat ia melihat sekelompok anak kecil yang lagi membuat mainan Kerbau menggunakan tanah liat. Oleh Sesekeq didekatinya anak-anak itu dan menjalin pertemanan saling salam menyalami.
“Apa namanya ini teman?” bertanya Sesekeq
“ini namanya kerbau teman” jawab anak tersebut
“O, saya sangat ingin memiliki Kerbau, yang ini saya suka” kata Sesekeq sambil menunjuk mainan kerbau tanah yang didepannya.
“Ini Kerbau yang gemuk” kata anak itu lagi.

Loq Sesekeq sudah tidak sabar untuk memiliki Kerbau tersebut dan ia sanggup untuk membayarnya berapapun harganya. Tidak berpikir panjang maka ia membayar kerbau tersebut.Sesampainya dirumah Loq Sesekeq mencari ibunya tetapi tidak ada dirumah dan ia bingung mau taruh kerbaunya dimana. Tidak lama kemudian ibunya pulang membawa kacang panjang. Loq Sesekeq segera menyambut ibunya dan menceritakn kalau ia sudah membeli Kerbau yang bagus dan gemuk lagi.
Ibunya bertanya “Mana Kerbau yang sudah kamu beli anakku?”
“Itu saya simpan dalam laci meja bu, nanti saya akan kasih makan setiap hari!” jawab Loq Sesekeq.
Ibu nya cepat-cepat masuk kedalam untuk melihat kerbau yang dibeli oleh anaknya, Ibunya Sesekeq sangat terkejut sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat Kerbau mainan yang terbuat dari tanah liat yang ada di dalam laci. Dasar Loq Sesekeq yang bodoh.

Dan disuatu hari Ibunya Sesekeq akan menyelenggarakan acara tahlilan kematian suaminya, Sesekeq disuruh oleh ibunya untuk mencari seorang Kyai untuk memimpin orang berdzikir. Sesekeq bingung karena tidak tahu rupanya seorang Kyai.
Ia bertanya kepada ibunya “Bagaimana rupanya seorang Kyai ibu?”.
Ibunya menjawab “ Kyai itu memiliki janggot yang panjang, cepatlah cari Kyai tersebut karena hari sudah semakin sore”.

Loq Sesekeq berjalan mencari seorang Kyai, melalui jalan setapak, jurang dan sampailan ia di lapangan rumput dan melihat seekor Kambing yang lagi memakan rumput sambil mengembik-embik kegirangan. Kambing tersebut memiliki telinga yang panjang dan janggut yang panjang.
“Nah, inilah rupanya Kyai itu janggutnya panjang sangat” kata Loq Sesekeq
Loq Sesekeq membawa Kambing tersebut pulang dan menunjukkan kepada ibunya bahwa ia sudah membawa seorang Kyai. Melihat itu Ibunya Loq Sesekeq tertawa terbahak-bahak sampai air matanya keluar dan berkata :
“Anakku ini namanya Kambing bukan Kyai, cepat kembalikan kambing tersebut biar nanti tidak dianggap maling dan kalau mati nanti busuk baunya”.

Cepat – cepat Sesekeq mengembalikan kambing tersebut dengan mengendap – endap takut ketahuan orang, dan ia melewati kandang ayam yang penuh dengan kotoran. Semuanya menjadi bau tahi ayam dan Loq Sesekeq berkata dalam hati :
“Semuanya berbau busuk, kata inakku jika berbau busuk maka saya telah mati”,
Loq Sesekeq mencari dan mengambil cangkul menggali lubang sebagai tempat untuk mengubur dirinya. Lubang tersebut dibawah pohon mangga yang rindang dan Sesekeq mengubur dirinya disana. Tiba – tiba jatuhlah buah mangga baunya harum dan manis. Lok Sesekeq berkata dalam hati “sayang saya sudah mati, kalau tidak sudah saya ambil dan makan buah mangga ini”.
Sampai malam Sesekeq belum juga pulang dan sampai pagi setelah ayam berkokok Ibunya Loq Sesekeq pergi mencari anaknya. Tiba-tiba ditemukannya anaknya lagi mengubur diri dibawah pohon mangga, cepat-cepat ibunya mengangkat Sesekeq dari lubang tersebut.
“Oh, anakku kalau sampai seperti ini kebodohanmu, mari ibu serahkan kamu kepada guru ngaji” kata ibunya pada suatu malam.

Dengan mengaji barangkali bisa membuat Sesekeq berubah menjadi anak yang pandai demikian harapan ibunya. Ibunya berpesan agar ia tidak boleh pisah dengan gurunya harus selalu bersama. Selalu belajar dan patuh pada gurunya dan menjadi anak yang jujur dan terpuji di mata masyarakat. Bertahun – tahun Loq Sesekeq menuntut ilmu belajar mengaji namun tetap saja belum bisa mengaji. Namun Loq Sesekeq tidak putus asa walaupun dikatan bodoh oleh teman-temannya.
Sekarang telah datang bulan haji, Guru Ngajinya ingin mengerjakan ibadah haji ke tanah suci. Sesekeq diberitahu kalau gurunya mau berangkat haji Sesekeq cepat-cepat minta ijin untuk ikut ke Mekah bersama gurunya. Gurunya merasa geli melihat Sesekeq. Walaupun begitu tetap pada pendiriannya untuk ikut naik haji. Teringat akan pesan ibunya agar ia harus tetap dekat dengan gurunya. Gurunya berangkat diam-diam ke Mekah tanpa memberi tahu Sesekeq, namun paginya Sesekeq dapat kabar kalau gurunya sudah berangkat.
“Guru…! tunggu saya mau ikut ke Mekah”.
Sesekeq beteriak dengan keras sambil berlari kencang pergi mengejar gurunya. Berlari menuju pantai dan pelabuhan tempat gurunya mau naik kapal, namun pelabuhan telah sepi karena kapal sudah berangkat jemaah yang mengantar haji juga sudah pulang. Sesekeq menangis keras memanggil gurunya.
“Guru…!, saya harus selalu bersama – sama dengan guru, saya tidak boleh pisah demikian pesan ibu saya”.
Sesekeq terus menangis sambil meratap sendiri sambil duduk di pinggir pantai menatap laut luas. Yang dipikirkan hanya gurunya saja. Namun bagaimanapun caranya hanya ombak dan angin laut yang menjawab tangisnya. Sesekeq bulatkan tekad untuk tetap bisa berangkat haji. Tetap ia duduk ditepi pantai, tiba – tiba datanglah sebatang kayu yang dibawa oleh ombak menggelinding ke arah dirinya.

Tidak berpikir panjang Loq Sesekeq langsung melompat ke atas batang pohon tersebut sambil berkata :
“Kayu bawalah aku berlayar menuju ke Mekah untuk menyusul guruku”
Kayu tersebut menggelinding dibawa ombak sedikit demi sedikit semakin ke tengah, dan ajaibnya semakin lama batang kayu tersebut meluncur ke tengah laut diombang ambing oleh ombak namun meluncur seperti perahu layar ditenggelamkan oleh ombak setinggi gunung namun muncul kembali ke permukaan laut. Loq Sesekeq tetap tenang dan membulatkan tekad untuk menyusul gurunya.

Tubuhnya kedinginan, ombak setinggi gunung menghantam dan angin keras menerpa, Sesekeq besah kuyup. Batang Kayu meluncur semakin ke tengah Sesekeq tetap dengan tekadnya untuk menuju ke Mekah. Tiba – tiba datang seekor ikan hiu menyerang namun tiba – tiba datang pertolongan Allah SWT dimana seekor ikan Lumba – Lumba datang membantunya. Loq Sesekeq kembali menggapai batang kayu yang meluncur ke arah barat melewati gugusan pulau kecil, selat – selat dan sebagaimanya yang menambah pengalaman Sesekeq selama dalam perjalanan. Akhir nya Loq Sesekeq sampai di semenanjung tanah Arab.

Lok Sesekeq menuju ke Mekah mencari gurunya, Gurunya sangat terkejut melihat Sesekeq datang menemuinya di Mekah.
“Oh, anakku dirimu aneh sekali, pakai apa anakku ke sini sampai bisa sampai Mekah?”
“Saya naik batang kayu oh guru ku, saya bawa pesan ibuku bahwa saya tidak boleh berspisah dengan guru dan bekal ini tidak boleh saya buka sendiri kecuali harus bersama guru”
Semua orang yang mendengar cerita Sesekeq menjadi kaget dan ketika bekal tersebut dibuka isinya ternyata emas permata.

“Oh anakku mari kita sama – sama mengucap syukur kepada Allah SWT kita bisa naik haji bersama – sama. Saya doakan agar anakku bisa menjadi Waliyullah. Engkau lebih dalam ilmu dariku”.
Loq Sesekeq menulis surat kepada ibunya menceritakan tentang pertemuannya dengan gurunya di Mekah, berhaji bersama dan minta doa selamat kepada ibunya yang mujarab mudah-mudahan dipertemukan kembali dalam kesehatan dan penuh rahmat (Praya, 10/10/2017).

 

 

 

 

sayangilah aku

Tema : Stop Kekerasan Pada Anak ( Juara 3 Lomba Menulis Puisi Tingkat SD se NTB)

Disuatu malam
Malam terakhirku di panti asuhan
Aku berpikir aku akan mewujudkan cita-citaku dan impianku
Yang telah kusimpan dari dulu
Aku akan menjadi orang yang akan berharga dimasa depan nanti
Namun, apa yang kufikirkan
Apa yang kusimpan terasa begitu hanyut terasa
Begitu pudar setelah apa yang kurasakan sekarang
Orang tua asuhku selalu menyakitiku
Selalu membuatku meneteskan air mata
mereka selalu memarahiku dengan amarah yang besar,

Sejak saat itu,
Aku ragu untuk memikirkan kembali cita-cita
dan apa yang sudah kuimpikan dari dulu,
Kuhanya terdiam dan menangis didalam kegelapan
Ku tak tahu harus berbuat apa,
Apa yang kulakukan semua salah
Entah, seperti apa aku dimata mereka
Aku ingin merasakan kasih sayang dari orang tua
Aku ingin merasakan pelukan orang tua
Aku tidak ingin disakiti
Aku ingin seperti anak anak yang lain yang hidup bahagia bersama keluarganya
Apa salahku,

Ku hanya seorang anak kecil yang ingin disayangi bukan disakiti
Rasa pedih yang kutahan
Rasa sedih yang selalu ada disetiap waktuku
Sayangilah aku
Tolong sayangilah aku.

Processed with VSCOcam

 

Penulis : lubna sekarlandi, Kelas : vc/5c, MIN 1 lombok Tengah

 

 

 

ISLAM DAN BUDAYA PUJUT, Pelangi Di Selatan Lombok

masjid 3

Sasaqgagah – Pujut merupakan wilayah di bagian selatan Kabupaten Lombok Tengah yang memiliki catatan historis terhadap perkembangan peradaban, politik, dan budaya di Pulau Lombok dan nusantara. Pujut berasal dari bahasa sansekerta yang berarti “Puji” yang bermakna pengakuan kepada sang maka pencipta alam semesta. Berangkat dari kata Puji ini maka Pujut yang secara bentang alam memiliki topografi yang indah dan eksotis menjadi tempat yang sempurna bagi para pencari hakekat sejati (tasawuf). Dalam sejarahnya Pujut merupakan wilayah yang banyak didatangi oleh para sufi untuk mendekatkan diri dengan Sang Khalik.

Wilayah Pujut memiliki sejarah peradaban yang tinggi dengan ditemukannya situs Gunung Piring yang berada di Desa Mertak Kecamatan Pujut. Pada zaman pra-sejarah wilayah Pujut merupakan wilayah yang sudah memiliki peradaban dengan diremukannya alat-alat dari perunggu dan gerabah. Selain itu juga berkembangnya kesusasteraan antaranya epos Mandalika dan cerita-cerita rakyat lainnya.
Untuk menelusuri perjalanan masuknya ajaran islam di Pujut pada kondisi minimnya referensi yang bersumber dari tulisan-tulisan sejarah, penulis mencoba melakukan penelusuran terhadap prilaku penyelenggaraan ajaran islam oleh masyarakat Pujut sekarang ini, selain itu juga melakukan nalar analisis terhadap peninggalan agama islam di Pujut.

Peninggalan islam yang sampai sekarang masih terpelihara dengan rapi di Pujut adalah Masjid Kuno Gunung Pujut, Masjis Kuno Rembitan, Maqom Wali Nyatuk, Kerbau Sebute, dan Kitab-Kitab Thareqat Macapat Lontar (Langit Gite, Jatisware, Brambang Wulung, dll). Dari bukti peninggalan Islam ini, maka penulis berpendapat bahwa ajaran Islam yang berkembang di Pujut pada awalnya adalah ajaran yang dikembangkan oleh Sunan Kalijaga di tanah Jawa. Pendapat ini didasari oleh hasil pengamatan penulis terhadap pelaksanaan ajaran Islam di masyarakat. Beberapa catatan penting hasil pengamatan penulis disampaikan di bawah ini.

Sinkretisme Budaya dan Agama

Sinkretisme antara budaya masyarakat Pujut kuno dengan ajaran Islam masih kental terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Sinkretisme ini sendiri pernah menjadi perdebatan antara Sunan Bonang dengan Sunan Kalijaga. Perdebatan itu muncul ketika Sunan Bonang berkeinginan untuk melaksanakan syariat Islam secara murni, namun Sunan Kalijaga berpendapat lain bahwa sinkretisme itu perlu saat ini karena menghilangkan budaya secara langsung justru akan mendapatkan perlawanan dari masyarakat Jawa yang baru memeluk agama Islam namun menurut Sunan Kalijaga budaya tersebut perlu di islamkan sampai suatu saat akan datang suatu generasi yang akan merubahnya.

Bentuk sinkretisme antara budaya dan ajaran agama Islam yang penulis temui di masyarakat Pujut adalah : (1) acara “Nelung, Mituk, Nyiwak, Nyatus, dan nyeribu” (penyelenggaraan hari ke tiga, ke tujuh, ke sembilan, ke seratus, dan ke seribu setelah hari kematian), biasanya bagi keluarga yang mampu pada penyelenggaraan hari ke-sembilan akan memotong hewan ternak baik Sapi atau Kerbau. (2) Acara “Roah Bubur Beak dan Bubur Putik” (penyelenggaraan acara ritual bubur merah dan bubur putih), (3) Membuat “Pesaji” (membawa makanan dan minuman pada acara ziarah kubur dan makanan tersebut akan dimakan secara ramai-ramai setelah melakukan dzikir kubur), (4) Membawa “Dupe” pada saat acara pemakanan jenazah (Dupe = kemenyan yang dibakar dalam wadah tembikar tanah/Dulang), (5) Acara “Ngurisan” yaitu memotong rambut bayi yang disertai dengan acara serakal (pembacaan barjanzi dan salawat), dan (6) Acara “lebaran Topat”, yang diselenggarakan setelah 7 hari hari raya Idul Fitri atau setelah puasa syawal.

Serat Menak

Serat menak adalah lakon Wayang Purwa yang digunakan sebagai salah satu media dakwah yang digunakan oleh mubaligh dalam menyebarkan ajaran-ajaran Islam di Pujut. Serat Menak menceritakan tentang perjalanan dakwah Wong Menak (Jayengrana) dari negeri mekah. Lakon-laokn (sasak = kelampan) dalam serat menak menggambarkan tentang metode dakwah melalui pendekatan perang (jihad), perkawinan, dan perdamaian. Pendekatan ini juga banyak dipakai oleh para Waliyullah dalam menyebarkan ajaran Islam dimana penyebaran Islam lebih dominan dilakukan dengan melakukan perkawinan dengan para puteri raja. Di Pujut pendekatan ini juga banyak dilakukan dimana para Kyai menikahi puteri dari tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Metode dakwah dengan menggunakan media Wayang Kulit Purwa adalah metode dakwah yang dikembangkan oleh Waliyullah Sunan Kalijaga dengan menggubah Serat Menak. Metode dakwah Wayang Kulit Purwa sampai saat ini masih berkembang dengan baik di Pujut dan tetap dilestarikan sebagai warisan dari para waliyullah penyebar agama Islam.

Ajaran Hidup Masyarakat Pujut

Masyarakat Pujut memiliki pertalian budaya dan bahasa yang serumpun dengan suku Sunda di Jawa Barat. Pertalian budaya dan bahasa ini juga mendekatkan ajaran ketuhanan yang sama, pada mulanya sebelum ajaran Islam masuk di Pujut masyarakat meyakini dan menjalankan suatu ajaran ketuhanan yang disebut sebagai ajaran Jatisunda. Kesamaan kepercayaan kepada tuhan, budaya, rumpun bahasa dan tatanan sosial Austronesia Melayu – Polinesia, barangkali menjadi alasan bagi Gajah Mada dari Majapahit untuk menyebut Pulau Lombok sebagai Sunda Kecil.

Setelah masuknya Islam di Pujut maka ajaran kepercayaan Jatisunda sebagai pondasi dasar ajaran hidup masyarakat mengalami evolusi kepada pondasi ajaran tauhidiyah islamiyah yang diajarkan oleh para Waliyullah. Melihat prinsip hidup dan laku hidup para Kyai Sepuh (ahli agama) yang ada dalam masyarakat Pujut, maka dapat kita temukan ajaran hidup yang dilaksanakan adalah lima ajaran hidup yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga.

Ajaran hidup tersebut adalah sebagai berikut : (1) Marsudi Ajining Sarira, yaitu suatu sikap hidup untuk menghargai diri sendiri sebelum menghargai orang lain. Penerapan ajaran hidup ini dilakukan dengan menjauhi perbuatan yang dapat merusak tubuh yang dalam istilah Sunan Kalijaga di sebut “Molimo” ( Mabuk, Madat, Maling, Madon/Berzina, Main/Judi), (2) Manembah, yaitu perbuatan menyembah kepada Allah SWT yang dimplementasikan dalam perbuatan sholat syari’at dan sholat daim, (3) Mangabdi. Yaitu prilaku mengabdi kepada orang tua, keluarga, masyarakat, desa dan negara. Mengabdi juga bentuk penyerahan diri atau ridho atas kehendak Allah SWT, (4) Maguru, yaitu suatu sikap untuk selalu menuntut ilmu baik ilmu pengetahuan maupun ilmu agama, dan (5) Martapa, yaitu suatu sikap pendekatan diri kepada Allah SWT. Dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT cara yang umum dilakukan adalah berkhalwat (menyepi) dan dzikir makrifat. Martapa adalah perjalanan (thareqat) untuk mencari guru sejati dan rasa sejati pada tujuh lathoif.

Masjid Kuno Gunung Pujut dan Rembitan

Masjid kuno Gunung Pujut dan Masjid Rembitan adalah peninggalan sejarah Islam yang menyimpan pesan spiritual yang tinggi. Selain dijadikan sebagai tempat ibadah kedua masjid ini juga memberikan pembelajaran hakekat yang tinggi. Diyakini masjid Pujut dan Rembitan dibangun oleh Waliyullah penyebar agama Islam di Pujut dan Lombok umumnya. Berdasarkan bentuk arsitekturnya masjid Pujut dan Rembitan bercirikan bangunan Jawa dengan atap seperti atap masjid Demak. Masjid tidak memiliki jendela dan hanya memiliki satu pintu yang berukuran rendah, sehingga untuk memasuki masjid harus sambil merunduk. Bentuk pintu ini merupkan simbul – simbul ilmu hakekat penghambaan manusia kepada Allah SWT. Dari bentuk ini maka dapat disimpulkan bahwa masjid Gunung Pujut dan masjid Rembitan didirikan oleh ulama tasawuf atau ahli sufi yang telah mencapai maqom makrifat.

Balok Tui

Berbicara tentang penyebaran Islam di Pujut maka tidak lepas dari tokoh spiritualis yang menjadi legenda tokoh penyebar Islam yaitu “Balok Tui”. Nama tokoh ini sangat erat dan akrab dengan masyarakat Pujut dari dulu sampai sekarang. Balok Tui adalah salah seorang putera dari Datu Pujut yang menjadi murid utama dari Wali Yatok seorang mubaligh penyebar agama Islam yang masih samar jatidirinya. Balok Tui dalam dakwahnya menggunakan cara pendekatan pengajaran dari rumah ke rumah (sasak = Ngamarin). Ngamarin dilakukan sambil menggembala Kerbau, dan Kerbau tersebut sampai sekarang masih ada yang oleh masyarakat Pujut disebut “Kuwao Sebute” (Kuwao = Kerbau).

Dakwah ngamarin merupakan cara dakwah yang dikembangkan oleh Sunan Kalijaga sebagaimana disebut dalam tembang lir ilir nya : “…. cah angon – cah angon penekno belimbing kui, lunyu-lunyu penekno, kanggo mbasuh dodo tiro….” . Pesan yang disampikan dalam tembang tersebut adalah bahwa mubaligh itu tidak ubahnya seperti penggembala yang menggembalakan hati masyarakat yang perlu dibersihkan dengan rukun Islam yang dipersonifikasikan seperti belimbing buah yang memiliki lima segi. Dalam proses ngamarin tersebut maka disetiap kampung besar dapat terbentuk kader mubaligh baru yang disebut “Kyai Gubuk” (gubuk = Desa/Kampung). Kyai Gubuk inilah yang selanjutnya bertugas untuk mengayom dan membimbing masyarakat dalam penyelenggaraan syariat Islam sehari-hari.

Untuk dapat menjadi Kyai Gubuk maka harus memiliki keluasan ilmu dunia dan agama, antaranya adalah ilmu pengobatan, ilmu pertanian, ilmu bintang (rowot sasak), dan ilmu hakekat. Pada umumnya Kyai Gubuk ini selain ilmu syraiat juga telah menguasai ilmu tauhid seperti sifat 20 (masaillah), perukunan 13 (telu olas), dan penguasaan terhadap Kitab Ihya’ulumuddin yang dalam masyarakat Pujut menyebutnya sebagai Kitab Belik (Belik = Besar).

Dalam kehidupan sosil masyarakat Pujut, Kyai Gubuk berperan besar dalam memimpin penyelenggaraan kegiatan keagamaan antaranya adalah : (1) menyembelih ternak, untuk memastikan agar ternak yang telah disembelih dapat dipertanggung jawabkan kadar halalnya, (2) memimpin penguburan jenazah dengan membaca dzikir dan talqin, (3) memimpin kegiatan dzikir dan syarakal pada acara-acara roah (roah = kenduren), dan (4) menjadi imam sholat wajib, jum’at, tarawih, dan sholat Ied.

Catatan akhir

Dari catatan tersebut diatas, maka pengaruh ajaran Sunan Kalijaga dalam penyebaran Islam di Pujut sangat kental. Walaupun tidak ada catatan sejarah tentang kedatangan Sunan Kalijaga di Lombok, namun dari cerita yang berkembang di masyarakat diyakini bahwa Sunan Kalijaga telah datang ke Lombok. Bukti untuk membenarkan pendapat tersebut adalah dengan ditemukannya Batu Bertuliskan “Saya Ada Tetapi Tidak Ada, Jangan Dicari” di Desa Beleke Kecamatan Praya Timur. Batu tersebut ditulis menggunakan ujung ibu jari kaki. Diatas batu tersebut konon ditaruh sebuah kitab makrifat yang ditulis pada daun lontar yang diyakini oleh masyarakat dulunya pernah dipegang oleh almarhum TGH. Muttawalli dari Jerowaru Lombok Timur.

Perjalanan Islam di Pujut seperti pelangi yang penuh warna dan memberikan kesejukan bagi yang memandangnya. Keindahakan cara dan prilaku penyelenggaraan syariat Islam lambat laun akan terkikis oleh sinar matahari peradaban dan teknologi yang semakin panas seiring perjalanan waktu. Perjalanan para waliyullah dan Kyai Gubuk dalam menjalankan dakwah pada kondisi masyarakat yang tergenggam oleh budaya yang mengakar kuat memberikan cara pendekatan yang eksotik, bernilai seni tinggi dan selaras alam.

Pujut kini dalam Islam yang semakin penuh warna dari gradasi warna dasar pelangi syariat, thareqat, hakekat dan makrifat. Masyarakat Pujut telah menjelma menjadi kemajemukan dalam bingkai organisasi Islam yang tumbuh dan berkembang penuh warna menjadi Nahdatul Ulama, Muhammadiyah, Nahdatul Wathan, Khadiriyah Wa Naksabandiyah, Salafiyah, Wahabi, dan Jemaah Tablik. (AQS)

MELURUSKAN SEJARAH PEMBAN PEJANGGIK, Evolusi Kekuasaan Di Lombok

Bale Beleq Pejanggik yang diragukan keasliannya karena telah mengalami pemugaran, sekarang dijadikan sebagai musholla oleh masyarakat setempat

Bale Beleq Pejanggik yang diragukan keasliannya karena telah mengalami pemugaran, sekarang dijadikan sebagai musholla oleh masyarakat setempat

sasaqgagah – Menelusuri kembali keberadaan kerajaan Pejanggik saat ini amatlah sulit karena sangat minimnya bukti-bukti sejarah tentang keberadaan kerajaan Pejanggik. Saat ini yang menjadi rujukan dalam mengungkap keberadaan kerajaan pejanggik adalah babat Lombok dan babad Selaparang. Namun jika kita membaca kedua babad tersebut maka ada pertanyaan yang mendalam yang menjadi dasar bagi penulis untuk ingin mengungkap lebih jauh dan secara terang benderang membuka tabir sejarah pejanggik. Dari berbagai sumber mencatat bahwa kerajaan pejanggik didirikan oleh Deneq Mas Putra Pengendengan Segare Katon bersama putranya Deneq Mas Komala Dewa Sempopo dengan tahun yang belum diketahui pasti.

Kekuasaan pejanggik meliputi wilayah Kabupaten Lombok Tengah sekarang dan Lombok Timur bagian selatan. Pada masa pemerintahan Deneq Mas Meraje Sakti, pejanggik mencapai masa kejayaan dengan semakin melemahnya pengaruh Selaparang. Pada masa ini digambarkan dalam epos rakyat sasak pertanian dan peternakan mencapai kemajuan, begitu juga dengan kesusasteraan juga berkembang dengan baik yang menandakan masyarakat pejanggik pada saat itu telah melahirkan karya sastra besar seperti epos Mandalika, epos Cilinaye, dan Tari Topeng Amaq Abir. 

Pejanggik sendiri runtuh pada generasi ke VII masa pemerintahan Pemban Mas Meraje Kusuma tahun 1692 M. latar belakang runtuhnya pejanggik adalah konflik dalam negeri antara pemban pejanggik dengan patihnya Arya Banjar Getas. Arya Banjar Getas adalah tokoh misterius yang masih belum diketahui asal usulnya hanya saja dalam babad Selaparang disebut sebagai pemangku desa kecil bernama Perigi dalam wilayah kerajaan selaparang. Namun karena adanya intrik politik yang dimainkan oleh Arya Banjar Getas maka hubungan banjar getas dengan raja selaparang menjadi keruh dan puncaknya pada acara sawurpaksi.  Kepiawaian politik “Rerepek” yang dikembangkan Arya Banjar Getas menempatkannya sebagai patih di Pejanggik, dan lagi-lagi pejanggik terjerat dalam politik rerepek ini.

Yang menarik untuk disimak bahwa dalam bait  1067 dan 1068 babad Lombok  dan bait 1084 – 1093 menyebutkan bahwa sumber konflik antara Arya Banjar Getas dengan Pemban Pejanggik adalah masalah wanita, dimana pemban pejanggik digambarkan sebagai pemban yang bertabiat buruk dan merusak pagar ayu Deneq Bini Lala Junti yang tidak lain istri dari Arya Banjar Getas. Apa yang ditulis dalam babab Lombok ini barangkali perlu untuk ditelusuri dan direnungi kebenarannya. Karena menimbulkan persepsi dan citra negatif pemban pejanggik di kalangan generasi sekarang. Pertanyaannya adalah “apa iya seorang pemban aji pejanggik memiliki tabiat senista itu?” . Sebagai pemban dari wilayah yang cukup luas di pulau lombok sangat tipis kemungkinan akan  kebenaran dari babad tersebut, apalagi jika babad tersebut ditulis pada masa pemerintahan I Gusti Anglurah Made Karang (1705-1738 M). Konflik antara Arya Banjar Getas dengan Pemban Aji adalah murni konflik perebutan kekuasaan dan skenario dari invansi politik kerajaan Karangasem pada masa pemerintahan Tri Tunggal (1680-1705 M).

Pendapat ini didasari oleh sejarah asal usul dari Arya Banjar Getas sendiri yang tertulis dalam babad Gajah Para. Dalam babad Gajah Para ditulis bahwa Nirarya Getas masih keturunan dari Airlangga di kediri bersama dengan Gajah Mada melakukan penaklukan terhadap kerajaan Bedahulu (Bali Kuno). Pasca penaklukan Majapahit maka diangkatkan lah Sri Kresna Kepakisan masih merupakan keturunan Airlangga untuk memerintah di Bali pada usia yang masih muda dan menjadi raja Gelgel pertama (1352-1380 M). Nirarya getas sendiri bersama saudaranya diangkat menjadi patih Gelgel dan menetap di Toya Anyar (Karangasem), dan atas perintah dari Raja Gelgel Arya Banjar Getas menyerang Selaparang untuk selanjutnya menetap di Lombok. Dalam babak Karangasem ditulis bahwa Arya Getas memiliki 3 orang putra yaitu Arya Banjar Praya, Arya Warung Getas, dan Arya Mengedep We Anyar. Dari sumber ini kemungkinan besar Arya Banjar Getas seteru pemban pejanggik adalah Arya Banjar Praya anak dari Arya Getas. Dalam babad Gajah Para disebutkan bahwa sepeninggalnya Arya Getas ketiga anaknya memperebutkan daerah kekuasaan di Toya Anyar sehingga raja Gelgel Dhalem Di Made (1665-1686 M) memerintahkan kepada Arya Banjar Praya untuk mencari wilayah di Lombok karena lombok adalah daerah yang pernah ditaklukkan oleh Arya Getas ayahnya. Dan kemungkinan juga adiknya Arya Banjar Praya yaitu Arya Warung Getas di lombok disebut sebagai Arya Kerta Waksa.

Arya Kerta Waksa inilah duta yang diutus oleh Arya Banjar Getas untuk melakukan perundingan dengan Tri Tunggal Raja Karangasem ke-V dalam konspirasi menyerang Pejanggik. Alhasil terjadilah perjanjian Pasobhaya yang isinya adalah; (1) Lombok bagian timur akan dikuasai oleh Arya Banjar Getas dan sebagai vasal kerajaan Karangasem, (2) “Leluputan Sarin Tahun”, bahwa Karangasem tidak akan menarik pajak dalam bentuk apapun terhadap vasal kekuasaan Arya Banjar Getas, dan (3) Arya Banjar Getas beserta keturunannya tetap selalu setia kepada Karangasem.

Dari cacatan dalam babad Gajah Para dan babad Karangasem, Arya Getas dan keturunannya memiliki kepentingan politik yang kuat dan luas untuk menguasai Lombok (sasak) karena keturunan Arya Getas sudah tidak memiliki kekuasaan di Toya Anyar (Karengasem) karena wilayah Toya Anyar sudah dikuasai oleh keturunan Arya Gajah Para saudara Arya Getas sendiri. Arya Getas sebagai senopati Majapahit yang diperintah langsung oleh Mahapatih Gajah Mada maka bersama ribuan prajuti Majapahit dapat menaklukkan Selaparang dan Sumbawa dibawah kedaulatan Majahapit. Selanjutnya Majapahit menyerahkan lombok dan sumbawa di bawah kekuasaan Sri Kresna Kepakisan di Gelgel.

Dalam perjalanan sejarah keturunan Arya Getas yaitu Arya Banjar Praya atau Arya Banjar Getas bersama adiknya Arya Kerta Waksa menetap di Lombok dalam upaya untuk membangun dinasti kekuasaan. Dengan berkembangnya Islam di Lombok dimana Bayan, Selaparang, Pejanggik, Parwa, Wanasaba, Langko, Pujut dan Siledendeng juga telah memeluk Islam, maka Arya Banjar Getas melalui iparnya Patih Bayan memeluk Islam dan berguru kepada seorang ulama sufi Syeh Ahmad (Sunan Pengging). Pasca perjanjian Pasobhaya Arya Banjar Getas mendirikan kerajaan “Memelak” dan memerintah sebagai Arya Banjar Getas I, selanjutnya putra beliau memindahkan pusat pemerintahan kei Gawah Berore yang selanjutnya diberi nama Praya. 

Dari runutan sejarah ini, maka dapat disimpulkan bahwa perpecahan antara Arya Banjar Getas dengan Pemban Pejanggik Meraje Kusuma (1692 M) karena memperebutkan wilayah bukan karena permasalahan wanita. Untuk itu ada baiknya agar para budayawan dan atau ahli sejarah sasak meneliti kembali kebenaran yang tertulis dalam babad Lombok dan babad Selaparang tentang syarat sebab perpecahan Arya Banjar Getas dengan Pemban Aji. Apa yang tertulis dalam babab tersebut sangat memojokkan Pemban Aji Meraje Kusuma di mata generasi sekarang yang tertulis sebagai Pemban yang suka merusak pagar ayu. Siapapun yang membaca babad Lombok dan babad Selaparang akan mengkonotasikan bahwa Pemban Aji Pejanggik sebagai sosok yang salah dalam evolusi kekuasaan di bumi sasak mirah lombok aji. 

amaqseruni 

 

SEJARAH MASJID KUNO PUJUT

Masjid Kuno Gunung Pujut Dengan Arsitektur Tradisional Sasak Didirikan Pada Tahun 1587 M atau 1008 H Oleh Meraje Olem Dibantu Para Wali Songo

Masjid Kuno Gunung Pujut Dengan Arsitektur Tradisional Sasak Didirikan Pada Tahun 1587 M atau 1008 H Oleh Meraje Olem Dibantu Para Wali Songo

sasaqgagah – Pujut adalah nama salah satu kecamatan di bagian selatan Kabupaten Lombok Tengah Provinsi NTB, walaupun memiliki alam yang kering namun kecamatan pujut memberikan harta kekayaan yang memberikan kontribusi besar bagi kabupaten ini. Harta kekayaan tersebut antaranya andalah Bandara International Lombok (BIL), Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Resort dan Pelabuhan Ikan International Awang. Selain kekayaan tersebut Pujut juga memberikan kekayaan budaya dan religi yang sangat eksotis seperti upacara adat Bau Nyale (legenda Mandalika Nyale), kampung tradisional Sade, Makam Wali Yatok dan Masjid Kuno Pujut & Rembitan yang menjadi bukti sejarah bahwa di tanah Pujut ini dulu berkembang ajaran islam yang mengajarkan ilmu-ilmu makrifat. Ilmu makrifat oleh para waliyullah diajarkan dalam bentuk Paosan yaitu mempelajari ajaran makrifat dalam tembang-tembang mancapat yang tertulis pada kitab daun lontar.

Beberaoa kitab-kitan ajaran makrifat yang diajarkan oleh para waliyullah antaranya adalah Jatisware, Brambang Wulung, Langit Gite, Wirid Widayat Jati, Jimat Kalimosodo, Indarjaya, dll. Penyampaian ajaran makrifat ini dalam bentuk tembang baik menggunakan tembang Sinom, Maskumambang, Dandang Gendis, Pangkur, dan Durme. Budaya Paosan ini sampai sekarang tetap dilestarikan oleh paguyuban-paguyuban Paosan seperti, Pembasak Kabupaten Lombok Tengah, Paguyuban Pangeran Sangupati Desa Batujai, Paguyuban Kise Jati Desa Gapura, Paguyuban Puji Bakti Desa Sengkol, dll.

Mengenai Masjid Kuno Gunung Pujut, tidak banyak buku-buku sejarah yang menulisnya termasuk kurangnya tokoh masyarakat yang mengetahui sejarah Gunung Pujut itu sendiri. Dari narasumber beberapa tokoh Pujut penulis mencoba menggali kembali sejarah Gunung Pujut termasuk Masjid Kuno Gunung Pujut dan menuliskannya agar dapat memperkaya khasanah kita akan peninggalan sejarah Pujut.

Sejarah Pujut

Pujut merupakan wilayah kedatuan (kerajaan kecil) yang diperkirakan berdiri pada tahun caka 1255 atau 1355 M, perkiraan tahun berdirinya kedatuan pujut ini diambil dari sumber lontar yang berbahasa sasak berbunyi “Kengkang Pelapak Gedang Lembah Gunung Pujut dait Gunung Tengak dait Pelembah Polak Due”. Kengkang melambangkan angka 1, Pelepak Gedang Polak melambangkan angka 2, Gunung Pujut melambangkan angka 5 dan Gunung Tengak melambangkan angka 5,  sehingga jika angka ini digabungkan akan membentuk angka caka 1255.

Kedatuan pujut didirikan oleh seorang bangsawan Majapahit yang bernama Ame Mas Meraje Mulie dan menikah dengan puteri kerajaan Kelungkung Bali. Setelah melangsungkan pernikahan oleh mertuanya Ame Mas Meraje Mulie disuruh oleh mertuanya untuk bersemedi di sebuah pulai ditimur Bali, pulau itu sekarang di sebut Nusa Penide (Penida berasal dari kata Penede artinya tempat memohon kepada Tuhan YME). Dalam semedinya beliau mendapat wangsit untuk berlayar ketimur dan apabila dalam pelayaran tersebut melihat cahaya di daratan maka disanalah tempat tinggalnya. Berdasarkan wangsit tersebut akhirnya bersama istri dan pengiringnya melakukan peleyaran ke arah timur dan akhirnya menemukan tanah petunjuk tersebut yaitu disebuah Bukit didataran bagian selatan Lombok yang kita kenal sekarang sebagai Gunung Pujut.

Ame Mas Meraje Mulie menganut paham Shiwa-Budha yang menjadi agama resmi di Majapahit, dengan demikian maka setibanya di Gunung Pujut ia mendirikan tempat pemujaan Shiwa-Budha yaitu Diwe Dapur, Diwe Pujut, Diwe Peringge dan Diwe Jomang dan membuat kampung bernama Tuban untuk mengenang asalnya dari Kadipaten Tuban Wilayah Kerajaan Majapahit. Kalau memang betul Ame Mas Meraje Mulie berasal dari Kadipaten Tuban maka dapat dipastikan bahwa ia masih merupakan keturunan Raja Daha Kediri dari garis keturunan Airlangga pendiri kerajaan Kediri.

Dari hasil pernikahannya dengan Puteri Kelungkung Ame Mas Meraje Mulie memiliki satu orang putra yaittu Ame Mas Mayang. Ame Mas Mayang memiliki empat orang putra/putri yaitu Sri Meraje Tinauran, Meraje Gune, Meraje Pati dan Meraje Tinolo. Meraje Gune memiliki seorang putra yaitu Meraje Galungan dan Meraje Pati memiliki seorang putra bernama Meraje Olem. Meraje Olem inilah yang menjadi Datu Pujut yang ke empat. Meraje Olem memiliki dua orang putra/puteri yaitu Sri Mas Jaye Diguna atau biasa disebut Balok Gare dan Sri Mas Jaye Wire Sentane atau biasa disebut Balok Pait.

Berdirinya Masjid Gunung Pujut 

Pada masa pemerintahan Meraje Olem agama Islam sudah berkembang dengan pesat di seluruh Nusantara termasuk pulau Lombok yang dibawa oleh para Waliyullah dari tanah Jawa atau biasa dikenal dengan nama Wali Songo. Meraje Olem suatu ketika berangkat ke tanah Jawa untuk mengunjungi tanah leluhurnya dan disana Meraje Olem sangat tertarik dengan agama Islam sehingga ia memeluk agama Islam dan belajar kepada Wali Songo. Setelah mempelajari Islam Meraje Olem kembali ke Pujut dan mengajarkan ajaran Islam kepada rakyatnya. Dibantu oleh Wali Yatok ia menyebarkan agama Islam tidak saja kepada masyarakat Pujut tetapi juga kepada kedatuan-kedatuan disekitarnya.

Sebagai tempat ibadah maka pada tahun caka 1509 atau 1587 M atau 1008 H Meraje Olem mendirikan Masjid di puncak Gunung Pujut (pada ketinggian 400 mdpl). Masjid Gunung Pujut sendiri memiliki desain arsitektur yang unik dan dapat ditandai dari bentuk atap 2 cungkup seperti masjid demak, bangunan masjid tidak memiliki jendela dengan satu pintu kayu didepan dan berdinding sangat pendek yaitu 1,5 meter sehingga untuk memasuki masjid maka harus menundukkan kepala. Bentuk arsitektur yang seperti ini barangkali memiliki makna-makna makrifat yang perlu untuk dikaji lebih dalam. Masjid Gunung Pujut memiliki ukuran 9 x 9 meter dengan empat buah tinga besar (agung) didalamnya yang menyokong kuncup atap atas.

Makam Meraje Olem atau Biasa Disebut Makam Sempane

Makam Meraje Olem atau Biasa Disebut Makam Sempane

Tahun meninggalnya meraje olem tidak banyak diketahui oleh masyarakat, tetapi setelah meninggal Meraje Olem dimakamkan di sebelah utara Gunung Pujut yang biasa disebut sebagai Makam Sempane. Untuk menandakan bahwa Meraje Olem telah memeluk agama Islam maka diatas makamnya ditanami oleh 9 buah pohon Kamboja yang sampai sekarang masih tumbuh dengan baik.

Masih banyak sejarah yang dapat digali terkait dengan Masjid Kuno Gunung Pujut antaranya adalah makna/simbol makrifat dalam arsitektur Masjid, kitab-kitab makrifat dalam bentuk daun Lontar, dan peran tokoh-tokoh Pujut dalam penyebaran ajaran Islam seperti Balok Gare, Balok Tui, Balok Senggal Jepun, Balok Serte, Balok Suralangu, dll.

amaqseruni

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 6 : Terakhir)

amaq seruni*

Parigan Pembayun Penampi

Assalamu’alaikum, Wr. Wb
Singgih, Dané tetami agung sedayé, dening kerawuhan jeng andike sami, boten liyan hing kang dados hatur tityang minangke hatur panampian, mapan titiyang humatur “ sugeng Rawuh” dumateng jeng andike sami.

Lan hatur panambrame titiyang dumateng jeng andike sami nénten ne kari, déné mengkane, singgih kahatur dumateng : Datu, Raden, Rahadyan sami, Dané pamengku Rat, Dané Pengemban krame, Dané Linggih Krame minangke, Dané sesepuh, dané Penglingsir, muang Dané Pengarseng ugame, jeng andike Dané panji kang wicaksane, sang awiku AL-Mukarram tuan guru, Dané Alim ulama sami, Dané Sentane muang pare bujangge kang perdakse luwih, Dané – dané Menak Buling lan perwangse sami.

Pan titiyang humatur “ Nede Lurgahe “.
Muang prasamie kang nyarengin titiyang, ingkang angapit kiwe, tengen lan huntat.

Nalike duk titiyang minangke perkanggo nipun sampun prayugi nyuwunanen kang nyareng titiyang sadye humatur panambrame dumateng jeng andike sami “ Nede Lurgahe “

Parigan Aksami

Singgih , Dané tetami agung kanjeng panji luwih.
Nalike duk katilar déning nile kusume, nalike hiku tumekéng mangkin, tyas marwate winengu datan pegat.
Nanging muge – mugi jeng andike rawuh agamel tambe, dyastun tambe salembar godong larangan.
Daweg Pangeran . . . . . . . . Titiyang sami anede.

Priwekas Penampian

Hiya jelejek hudan salah mangse . . . . . . . diwe . . . . . . .

Puh Maskumambang
Wus lawas titiyang brangte king – king.
Katilar déning nile kusume.
Lor wetan ngidul ngulon angulati.
Anging nore kapanggye.

Gulisahan kang lulun suku anangis.
Anéng sajembaring marge
Sarwi yeh hing waspe deras mijil
Lah wangsule nile kusume.

Duh Pangeran baye andike darbe pawarti
Endi laku nile kusume
Daweg pajar titiyang sayowekti
Minangke pangégar sarire.

Puh Pangkur
Buduh lali angilang tate titiyang sami kagyat toassé aruntik.
Mapan wonton suare karungu kadye obah kang pertale lintang rame grah gumuruh luwir ambencah wyat jerih wedi sami miyarsi.

Angerem – rem tijaning baskare kasenenan dening busane ning tami katon baris kadye blabur.
Luwir ukir kewelahar sapaninggal luwir taman agung dening mance kang warne abang jenar petak asri.

Priwekas

Hiya jukung . . . . . . . . Bali . . . . . . . . .
Jukung Bali . . . . . . . . Jukung Bali . . . . . . .
Nojeng samudre, umbak . . . . . , Umbul . . . . . . . , tengeng segare . .. . . . lalo dateng . . . . . . . Duh marak . . . . . Umbak.

Malah sanalike titiyang sami agendu rase ambalang wacane, pade mikir, ninide panuduh dening ALLAH kang kawase, moge mugi katuduh marge hayu anampi kerawuhan tetami agung, anging déréng sat

Punang rerasan, karungu sware ramé, geger ambelah karne.
Lempung . . . . . Lembut . . . . . Hiya . . . . . . Ro . . . .. . Wang.
Duh rame aji, rakaji sedaye, daweg pade ilingne, ayuwe te pade lali, lah samie iling makiling sedaye, ajene kirang prayatne.

Puh Durme
Kacrian kagégéran wadye negare sware gerah gumirih.
Luwir obah kang pertale
Hanonton merpaking marge
Tan etang anak bini
Haselur sineluran
Hing dadalan atumpang tindih.

Tanne sari baris agung humedal
Gilang – gilang cahye nelahi
Déning teja kang busane
Akedép akunang – kunang
Luwir hyang anampak siti
Kinayap dening ponggawe
Pare prabu muang mantri.

Duh . . . . . . Rame aji, Rake aji sedaye mapan mangkin kerawuhan tetami agung ingkang linuwih.
Paran polah paran tingkah anampani, daweg pade jaténangen denage pantes patus praniti anampi.
Singgih prabu dute kang mahe luhung, ayuwe te kaseling kayun yen titiyang kirang tate anampi jeng andike.

Parigan Wiware

Singgih, Dané panji kang wacaksane, déning ring ayun jeng andike wonten babahan gamongan minangke wiwarené lace – lace, minangke pangiling – iling benjang benjing maring anak putu, moge – mugi jeng andike suwice awetok sadidik diastun kinarye panuku paran – paran.

Parigan Nampi Aji Krame

Singgih, nalike mangkin duk ring diwase/rahine . . . . . . . Tithi/like . . . . . . . . . . . Sasih . . . . . . . warse . . . . . .
Kedawuh aken ( Ngeluhuring peparab ) antuk Dané Pamengku Rat ring . . . . . . . . . Negare, make miwah antuk Dané pengemban Krame Ring . . . . . . . . Kekeliangan lan antuk Dané linggih Krame ring . . . . . . .Negare, nenten lali antuk kang darbéning karye / kardi / dap / gawé pacang nampi aji krame game suci népun . . . . . . . . . . Beja / Putri /Anak / Kapernah hire . . . . . saking . . . . . Kekeliangan / lingkungan . . . . . . . . Negare . . . . . ingkang sampun bejangkep / matunggal kayun / apale krame / mulang raras / merarik, sareng / kalawan . . . . . . Beja / Putri / Anak / Kapernah hire . . . . . saking . . . . . Kekeliangan / lingkungan . . . . . Negare.
Aji krame pacang titiyang tapi, skadi pembaosan ring sidang upekare puniki, Aji . . . . ingkang menampak lemah . . . . . . olen – olen . . . . . tegep . . . . .
Sejawining aji skadi dulur ipun penjaruman, . . . . . . pemenggel . . . . . kaserte lambing-lambang adat liyan ipun : Kebo Turu, Salin Dédé, Cerakén, Tepak, Béké, Pemurung, lan liyan-liyan.
Daweg prasamie minangke penampi maring upekare puniki, dénagé kasaksi.

Pangetang Aji Krame

Perhitungan aji krame dimulai dari Sirah Aji (Otak Bebeli) yang dilanjutkan dengan Nampak Lemah, kemudian Olen – olen. Yang boleh masuk dalam aji krame adalah : Otak Bebeli, Nampak Lemah, Sirah Game, Sirah Adat, Leweng (Piring kuning), Kebo Turu (Keris), Olen – olen (Kain), dan Bangket (Sifat spesifik).

Sedangkan lambang – lambang adat yang lainnya masuk dalam : Dulur aji krame dan Pudak sekar.
1) Dulur Aji Krame, meliputi : Penjaruman / Cemeti / Pelombok / Pemonggol / Tedung Karet, Pemegat / pemenggel, dan Gaman dise.
2) Pudak Sekar, meliputi : Salin Dédé, Tepak, Béké, Ceraken, Pemurung, Gadang, Rangkap, Dll.

Singgih, dening aji krame make miwah dulur ipun lan lambang-lambang adat liyan ipun sampun kaétang tegep, prayogyé aji krame puniki titiyang tampi dening atur “ Alhamdulillahirabbil Alamin “.
Setelah aji krame diterima maka sudah tidak ada lagi pihak laki-laki dan pihak perempuan karena kedua belah pihak berubah menjadi para penyaksi peresmian pernikahan secara adat sasak. Peresmian pernikahannya melalui acara pemenggel / pemegat, sekaligus menjadi batas pertanggung jawaban orang tua atas anak secara duniawi.

*) Penyunting adalah sekretaris Pengemban Budaya Adat Sasak (PEMBASAK) Kabupaten Lombok Tengah

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 5)

amaq seruni*

Sangsi – Sangsi
sasaQgagah – Dalam kehidupan sehari-hari suku Sasak memberlakukan sangsi jika terjadi suatu masalah diluar kebiasaan / pelanggaran etika yang telah disepakati. Untuk menghindari hal – hal yang tidak diinginkan (pelanggaran), suku Sasak menerapkan beberapa aturan kehidupan dalam bermasyarakat, kemudian dibuat juga sangsi-sangsi dari pelanggaran etika / aturan tersebut.

Sebagian besar sangsi-sangsi tersebut diambil dari naskah “KOTARA GAMA“, yang kemudian disesuaikan dengan hukum-hukum islam yang berlaku pada masa itu. Adapun sangsi-sangsi tersebut dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Ilang (Ditiadakan).
Sangsi Ilang ini akan diberikan pada siapa saja yang melakukan pelanggaran dan tidak mungkin untuk didenda, antara lain seperti membunuh orang, mengambil istri dari yang haram untuk dinikahi, dan perbuatan yang pernah mendapat sangsi denda pati.

2. Denda (Pengganti).
Sangsi denda terbagi dalam 3 klasifikasi / kategori yaitu:
a) Sangsi Utama.
Sangsi utama dikenakan apabila melakukan gawenen pati (Perbuatan yang mengancam nyawa), seperti ; Gile tangan, Gile bibir, Gile mate, Salah tingkah, Pernah didenda dengan sangsi madya, dll.
b) Sangsi Madya.
Sangsi madya dikenakan apabila melakukan kesalahan/pelanggaran yang dianggap menengah, misalnya seperti ; Ngapas aken, Béro, bale gandang, Ngamberayang, enduge, Peléngkak, Emugah, dll.
c) Sangsi Pratama.
Sangsi pratama biasanya muncul / sering dijumpai pada upacara sorong serah aji krame dan besar/nilai dendanya disesuaikan dengan nilai pemenggel / pemegat.

Nilai denda sebagai berikut :
1) Denda Pati (Utama) = sebesar 49.000 Kepeng Bereng (setara dengan nilai rupiah tergantung aturan karma setempat.
2) Denda Madya = setengah dari denda pati.
3) Pelengkak untuk laki – laki = sepengadek busana laki – laki, untuk wanita sepengadek busana wanita. (Busana yang dimaksud adalah busana adat atau busana muslim, selain itu pelengkak dapat dinilai dengan uang.

Maksud dari istilah dalam sangsi utama adalah :
1) Gile tangan, adalah : apabila memegang wanita yang telah akil baliq dan wanita tersebut halal untuk dinikahi baik yang masih gadis, janda maupun istri orang lain.
2) Gile bibir, adalah : apabila berbicara yang kasar sehingga membuat orang lain menjadi tersinggung.
3) Gile mate, adalah : apabila dengan sengaja mengintip seorang wanita yang sedang mandi ataupun yang sedang tidur didalam rumah, termasuk juga mengintip pasangan penganten baru.
4) Salah tingkah, adalah : apabila memasuki rumah milik orang lain sedangkan pemilik rumah tidak ada.
5) Apabila mendekati wanita sedangkan suaminya tidak ada dirumah.
6) Ingin membantu orang lain sedangkan tidak tepat situasi dan kondisinya.
7) Ngapas aken, adalah : apabila mengambil wanita untuk dijadikan istri tetapi tidak dirumahnya dan dilakukan pada siang hari.
8) Bero, adalah : apabila mengambil wanita untuk dijadikan istri tetapi wanita tersebut masih keluarga namun tidak sebahasa, misalnya seperti;
9) Ngemban ponaan, yaitu apabila si wanita sedang disebut/dianggap sebagai keponakan (Bahasa ponaan) .
10) Ngemban bibi, yaitu apabila si wanita sedang dianggap sebagai bibi atau uak (Bahasa bibi).
11) Ngemban eyang, yaitu apabila si wanita sedang dianggap sebagai eyang (Bahasa eyang).
12) Denda Bero berlaku sampai pada 5 keturunan, seperti ;
– Ayah = Amaq.
– Kakek = Papuk.
– Balok = Buyut.
– Tate = Tate.
– Toker = Toker.

13) Bale gandang, adalah : apabila mengambil wanita untuk dijadikan istri dan dilakukan pada siang hari dan dibantu oleh orang lain.
14) Ngamberayang, adalah : apabila melakukan perbuatan onar/kekacauan dan jika melaksanakan kesalahan dalam menjalankan proses-proses adat .
15) Enduge, adalah : apabila melakukan perbuatan yang menyepelekan atau tidak menghargai orang lain.
16) Peléngkak, apabila mengambil wanita untuk dijadikan istri tetapi si wanita masih memiliki saudara yang lebih tua (kakak) yang belum menikah.
– Pelengkak juga dikatakan sebagai pelanggaran tertib.
17) Emugah, adalah : apabila mengambil wanita untuk dijadikan istri ditengah jalan (bukan dari rumah wanita) dan bersifat memaksa.
18) Sangsi Musaharah, adalah sangsi yang dijatuhkan apabila melakukan pernikahan dengan yang haram untuk dinikahi, seperti ;
– Istri kakek
– Ibu kandung
– Menantu
– Istri cucu
– Cucu
– Anak tiri
– Saudara kandung
– Bibi dari ayah
– Bibi dari ibu
Selain itu, diharamkan juga apabila menduakan istri (poligami) :
– Saudara kandungnya
– Bibi dari ayahnya
– Bibi dari ibunya.
– Sangsi yang dijatuhkan adalah : Dibuang.
19) Sangsi Hamatang Tunas, adalah apabila menuduh orang lain mencuri, merampok tapi tidak memiliki bukti.
– Sangsi orang tersebut adalah : Denda pati.
20) Sangsi Hamuk Tunjel, adalah apabila membakar rumah orang lain.
– Sangsinya adalah : Mengembalikan semua kerugian pemilik rumah yang dibakar dan denda 2.500 kepeng.
21) Sangsi Kalalu, adalah apabila melakukan tenung (meneluh)/mengguna-gunai orang lain dan memiliki bukti hingga orang lain jatuh sakit.
– Sangsinya adalah : Di usir.
22) Sangsi Cor, adalah apabila ada yang dituduh menenung/meneluh tetapi tidak ada bukti dan orang yang dituduh tidak mengakuinya.
– Sangsi keduanya adalah : Sangsi Cor.
– Jika salah satu orang tidak berani, maka orang yang tidak berani tersebut diberi : Denda 2.100 kepeng atau disumpah Cor.
23) Sumpah Cor adalah : dilakukan dengan cara ditenggelamkan dengan rambut dikeramas (disanggul cina), tangan dan kaki diikat serta surat Cor diletakkan diatas kepala yang kemudian diberatkan dengan batu sepaha. Ini dilakukan oleh para ulama setempat.

Tanding Ajar
Disamping aturan-aturan tersebut diatas, ada juga aturan yang bersifat khusus yaitu “ TANDING ANJAR “ ( Kebebasan memilih ). Aturan ini dilaksanakan apabila telah dicari jalan keluar/penyelesaian namun tidak bisa tuntas, maka hukum/aturan tanding anjar ini dapat diterapkan/dijalankan.

Contoh :
1. Apabila seorang wanita yang telah berjanji untuk menikah tetapi dalam waktu yang sama dia berjanji dengan lebih dari 1 orang, maka wanita tersebut harus memilih salah satu dari laki-laki yang telah dia janjikan/sanggupi tersebut.
Acara tanding anjar (pemilihan) ini dilakukan dalam musyawarah para pemuka adat dan pemuka agama yang dihadiri oleh : si wanita dan para lelaki yang telah disanggupi (dapat diwakili oleh perantara/subandar).
2. Apabila ada wanita yang hamil, tetapi kehamilannya disebabkan oleh banyak orang, maka hukum tanding anjarpun dapat dilaksanakan.
Pada kondisi ini terjadi pemaksaan tanggungjawab pada seorang lelaki/pelaku untuk menjadi suami (calon ayah) dari anak yang dikandung si wanita. Pemaksaan ini tentunya pada salah satu yang dipilih oleh si wanita, sedangkan yang lain harus didenda dengan denda pati.
Salah atau benar yang dipilih oleh si wanita untuk dijadikan ayah dari anak yang dikandungnya, adat sasak tidak memandang itu tetapi dititk beratkan kepada penutupan aib secepatnya karena tidak mungkin melakukan pembuktian nyata (tes DNA) dalam waktu singkat sehingga ketika bayi lahir nantinya memiliki orang tua yang lengkap (ibu dan ayah).

Perihal Maskawin
a). Apabila seorang wanita (istri) tidak pernah berhubungan badan (Digauli) oleh suaminya, lalu mereka bercerai maka semua pemberian dari suami harus dikembalikan lagi. Hal ini disebut : KABLADUHUL.
b). Jika seorang wanita (istri) meninggal dunia dan belum pernah berhubungan badan (Digauli) dengan suaminya, maka suami tidak boleh mengambil kembali semua pemberiannya pada istri selama menikah.

*) Penyunting adalah sekretaris Pengemban Budaya Adat Sasak (PEMBASAK) Kabupaten Lombok Tengah

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 4)

amaq seruni*

merarik 8Aji Krame
Dengan masuknya agama Islam, pranata kehidupan sosial masyarakat Sasak disesuaikan menurut syari’at-syari’ayt islam termasuk didalamnya tentang aji krame dalam suku Sasak. Lambang-lambang adat yang telah disesuaikan dengan syari’at islam sangatlah banyak, namun khusus untuk aji karma ada 2 hal yang penting yaitu;
1. Nampak Lemah, dan
2. Olen.

Sesungguhnya aji krame merupakan nilai harapan dari sebuah kehidupan yang akan dating, dimana disetiap kelahiran agar memahami nilai minimal aspek-aspek penunjang kebaikan dunia akhirat. Harapan nilai minimal diukur dari nilai Nampak lemah, bahwa semakin tinggi nilai lampak lemah maka semakin tinggi pula nilai minimal yang hendak diraih.

Sedangkan olen merupakan pelengkap dari nilai-nilai pada Nampak lemah. Jika ditinjau dari segi duniawi, Nampak lemah artinya ” awal menyentuh tanah” yang berarti awal dari sebuah kelahiran, dimana kelahiran tersebut memiliki nilai (yaitu harkat dan martabat) sehingga ini merupakan dasar Nampak lemah tersebut dilambangkan dengan Emas, Perak, perunggu dan Uang.

Kelahiran tersebut sangat penting untuk dilindungi agar terhindar dari panas, dingin, debu dan tabu (aib) maka dibuatlah perlindungan yang disebut “OLEN”. Olen adalah lambing busana yang maksudnya adalah agar si lelaki yang telah berumah tangga (sebagai kepala keluarga) harung bertanggung jawab atas pengadaan busana untuk istri dan anaknya nanti,

Dari segi filosofi, Nampak lemah sebagai lambang kelahiran bahwa kelahiran tersebut yang diibaratkan sebagai kertas putih yang masih kosong tidak memiliki pengetahuan. Kekosongan ini harus diisi oleh setiap kelahiran sebagai bahan atau bekal pertanggungjawaban pada sang pencipta, tentunya dengan mempelajari kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim untuk dilakukan sehingga nilai-nilai minimal tersebut tercapai bahkan melebihi segalanya.
Selain dari yang bersifat wajib, dapat juga yang perlu dilakukan yang nantinya dinilai sebagai amal saleh dan ini yang dilambangkan dengan Olen. Jadi Olen sebagai pelengkap akan memiliki nilai sendiri dalam kehidupan duniawi menuju akherat.

Dari segi bahasa Aji Krama terdiri dari kata Aji berarti harga atau nilai, dan Krame berarti aturan. Jadi Aji Krame merupakan suatu nilai atau harga sosial masyarakat yang telah diatur dalam adat berdasarkan srata/tingkatan pada psoses perkawinannya.

Dalam menentukan aji krame, tidaklah mesti aji krame ini mengikuti aji krame pihak laki-laki atau aji krame pihak wanita tetapi mengikuti aji krame yang sudah berlaku yang menurut aturannya. Jenis aji krame berdasarkan nilainya, yaitu :
1. Raden (Utama) = 100
2. Permenak (Madya) = 66
3. Perbape Nyame (Madya) = 66
4. Perbape Perwangse (Madya) = 60
5. Jajar Karang (Nista) = 33
– Kawula = Selakse Samas
– Panjak Pirak = Pituq Telongatak.

Disamping itu juga, masyarakat Sasak mengenal yang namanya Tri Wangsa (3 Klasifikasi) Jajar Karang, yaitu :
1. Pemandes = Aji krame selakse samas.
2. Kawula = Aji krame selakse samas.
3. Panjak Pirak = Pituq telongatak.
Makna aji krame Selakse Samas, adalah
– Nampak lemah selakse = 10.000
– Pemegat samas = 400
– Olen-olen telu likur = 23
Makna aji krame Pituq telongatak, adalah
– Nampak lemah pituq = 7.000
– Pemegat telongatak = 300
– Olen-olen enam likur = 26

Nampak Tilas (Silaturahmi)
Nampak tilas (bahasa sasak = Bales ones nae) adalah acara silaturrahmi keluarga dekat dari kedua belah pihak mempelai. Dimana pihak keluarga penganten laki-laki mendatangi rumah penganten wanita dan dilakukan pada 2 – 3 hari setelah acara penyongkolan. Kedua keluarga saling mengenal lebih dekat lagi serta adanya pembahasan tentang kedua penganten tersebut dalam menempuh hidup baru.

*) Penyunting adalah sekretaris Pengemban Budaya Adat Sasak (PEMBASAK) Lombok Tengah

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (Bagian 3)

amaq seruni*

merarik 6Upacara Sorong Serah Aji Krame

Dalam penyelenggaraan upacara sorong serah aji krame sebagaimana telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya dipimpin oleh juru wicara (pembayun jawi) yang berasal dari pihak lelaki dan Pembayun Jero yang berasal dari pihak perempuan. Pembayun Jero dibantu oleh seorang Pengurang dan pembanyun Jawi dibantu oleh seorang Pisolo.
Pengurang, merupakan utusan yang diperintah oleh pembayun dalam (Jero) untuk menyambut sekaligus mengajak/mempersilahkan masuk duta krame untuk masuk ke sidang adat (Lace – lace).

Parigan (Ucapan) Pengurang

Pengurang harus memberi salam agama kepada para tamu yang dilanjutkan dengan panambrame dan dilanjutkan lagi dengan parigan pengurang, yaitu ;
Singgih, karungu suare gong beri datan pegat, gerah gumirih wong negare sami amemoye. Sinten paran kang rauh puniki lan paran karye jeng andike sami.

Dawek pajarne titiang sayowekti denage titiang wruhe.
Singgih, yen jeng andike sami minangke tetami agung skadi pabétre karuhum, nenten jembar titiang humature nanging titiang endawegang jeng andike sami denage sami malebuh.

Singgih sadéréng jeng andike sami malebuh, agung sinampure . . . . ., mapan titiang ngelungsur gaman dise/pembuka jebak rumuhun.

  • Keterangan :
    1) Gaman Dise tersebut dapat berupa tumbak atau uang yang nilainya sama dengan pemenggel.
    2) Tujuan/maksud gaman dise/pembuka jebak ini adalah sebagai bukti kedamaian hingga pihak dari penganten wanita harus menjamin keamanan dan keselamatan semua duta krame dari pihak penganten laki-laki.

Pisolo, merupakan utusan yang diperintah oleh pembayun luar (Jawi) untuk memberitahu tentang kedatangan duta krame dari pihak penganten laki-laki dan sekaligus memohon izin agar duta krame diizinkan untuk masuk ke sidang adat.

Parigan (Ucapan) Pisolo

Ass. . . . . Wr. . . . Wb. . .
Parigan panambrame . . . . . . . .
Parigan aksami . . . . . . . . . . . . .
Singgih, mapan awinané titiang sareng sami humarek, sadye humatur pawikan.
Mapan Dané pembayun mesareng prasamie Dané linggih krame, pacang humarek, sampun rawuh, duk mangké samie ngantos hing jawi.
Ngelungsur daweg, baye kasidén yen pembayun make miwah sarengé jagi humarek mangkin.

Singgih, yen kasidén, titang sareng sami puniki anede hamit, pacing humature maring pembayun titiang, Singgih, need Lurgahe..
Wassalamualaikum, wr . . . wb. . . .

Lambang-lambang adat yang biasa muncul dalam upacara sorong serah aji krame dan bersifat umum, antara lain : Léwéng (Piring dari kuningan), Sirah adat (Kain hitam), Sirah agama (Kain putih),
Aji krame, terdiri dari; (1) Sirah aji/otaq bebeli, yaitu sabuk yang mempunyai képéng béreng, (2) Nampak lemah, yaitu dapat berupa uang, emas, perak, selake, dan Olen – olen, yaitu kain / busana, (3) Tedung ngaret, terdiri dari; Penjaruman, Cemeti, Pelombok, Pemonggol, (4) Salin dédé, (5) Cerakén. (6) Tepak (Kecil), (7) Periuk (Kecil), (8) Pemurung, (9) Pemenggel / pemegat, (10) Gaman dise, (11) Kebo turu / keris, (12) Gong alit (Kemong), dan (13) Kotaq, Dll.

Makna Lambang Adat

Makna lambang adat dalam Pudak Sekar, adalah :
1. Salin Dédé
Salin = Ganti / pergantian.
Dédé = Asuh / pengasuhan.
Salin Dédé, berarti kedua mempelai yang dulunya diasuh oleh kedua orang tuanya kini harus berakhir, mereka berdua harus saling asuh, asih, asah sekaligus harus bersiap untuk mengasuh anak keturunannya nanti.
2. Kebo Turu.
Kebo = Kerbau
Turu = Tidur.

Kebo Turu, berarti Kebo merupakan lambang istri yang sehari – hari mengunyah/makan, sementara makanan didatangkan oleh yang Empunya.

Jadi posisi istri adalah menerima nafkah yang didatangkan oleh suami, maka sudah pasti suami bertanggungjawab atas makan minum dalam rumah tangga.

Kebo Turu dilambangkan dengan Keris yang terdiri dari Bilah dan Sarung. Bilah keris dilambangkan sebagai lambang suami sedangkan sarung keris dilambangkan sebagai lambang istri.

Bilah keris yang terbuat dari maléla kenanga, besi, dll adalah sangat bertuah dan mujarab. Ini memberikan makna bahwa suami adalah sebagai kepala rumah tangga, apapun yang dikatakan harus ditaati oleh sang istri. Suami memiliki hak dalam memutuskan sesuatu masalah dalam rumah tangga.

Sedangkan sarung keris sebagai lambang sang istri bermakna bahwa istri harus bisa / pandai menutup segala kekurangan suaminya. Tidak dibenarkan jika istri memamerkan kekurangan, cela / aib suaminya.

3. Ceraken
Ceraken berarti bagian – bagian.
Ceraken adalah sebuah wadah yang dibuat sebagai wadah/tempat obat-obatan / rempah-rempah, artinya tanggungjawab kesehatan bukan lagi pada orang tua melainkan menjadi tanggungjawab keduai mempelai untuk saling memperhatikan kesehatannya serta kesehatan anak cucunya suatu hari nanti.
Ceraken ini terbagi menjadi 9 bagian dan masing-masing bagian berisi rempah-rempah, seperti :
3.1. Jeringo.
3.2. Jahe
3.3. Lada /Merica (bahasa sasak = Sang).
3.4. Kencur/Temu (bahasa sasak = Sekuh/Sekur).
3.5. Cengkeh.
3.6. Cabe tandan (bahasa sasak = Sébie tandan).
3.7. Ketumbar
3.8. Jinten
3.9. Pala / sapulaga.

Ceraken juga menjadi lambang lingkungan yang terdiri beberapa tokoh yang berfungsi sebagai penyelesai masalah, seperti ;
1.1. Keliang/kepala lingkungan, adalah penanggungjawab pemerintahan diwilayahnya.
1.2. Penghulu, adalah penanggungjawab dibidang agama baik itu tentang pendidikan agama maupun pelaksanaannya.
1.3. Penglingsir, adalah penanggungjawab tata aturan social masyarakat dan pembelajarannya.
1.4. Juru arah, adalah yang ditugaskan untuk menyebar informasi kepada masyarakat tentang segala tugas, hak dan kewajiban masyarakat.
1.5. Lang–lang, adalah sebagai penanggungjawab keamanan dalam masyarakat.
1.6. Pembekel, adalah yang diberikan tugas untuk penanggungjawab terkait dengan ekonomi masyarakat.
1.7. Sedahan, adalah yang diberi kuasa bertanggungjawab atas hak tanah masyarakat beserta upetinya.
1.8. Kyai, adalah diberi tugas untuk memimpin acara – acara keagamaan.
1.9. Pekasih, adalah yang bertanggungjawab pada bidang pertanian.
Jadi tokoh – tokoh tersebut diatas dapat diartikan sebagai obat dalam kehidupan masyarakat, karena jika ada suatu masalah dalam kehidupan masyarakat maka tokoh-tokoh tersebut yang mereka hubungi untuk memperoleh penyelesaian/soalusi.
4. Tepaq (wadah terbuat dari tanah).
Merupakan sebuah wadah / tempat air untuk memandikan bayi. Disini ada upaya pengenalan secara alami terhadap unsure – unsure kehidupan, seperti : Api, Air, Angin dan Tanah.
5. Periuk
Sebagai alat untuk mengambil air, yang pengenalan unsurnya sama dengan Tepaq. Hanya saja periuk diibaratkan sebagai sang ayah sedangkan tepaq diibaratkan sebagai ibu.
6. Pemurung / Semprong
Pemurung merupakan lambang memasak. Pemurung digunakan untuk meniup api dan diberikan pada wanita/istri. Dengan demikian wanita/istri adalah yang bertanggungjawab dalam hal masak memasak.

*) Penyunting adalah Sekretaris Pengemban Budaya Adat Sasak (PEMBASAK) Lombok Tengah

ADAT PERKAWINAN SUKU SASAK (BAGIAN 2)

amaq seruni*

merarik 2Parigan (ucapan) Pesejati

sasaQgagah – Assalamu’alaikum Warahmatullahhiwabarokatuh
Sadurung titiang humatur jembar panjang singgih . . . . . . minangke wiwitan titiang humatur panambrame “ Nede Lurgahe “ dumateng jeng andike sami.
Mengkane huge hing kang nyareng titiang puniki, titiang nyuwunen “ Nede Lurgahe “ dumateng jeng andike sami.
Mapan awinané titiang sareng sami puniki humarek, dene sampun kedawuh aken antuk Dané pamengku rat ring . . . . . negare, make miwah antuk Dane pangembn krame . . . . . kekeliangan/lingkungan lan serte Dane linggih krame samiring . . . . . negare, jagi humatere.
Mapan Ni dyah / Ni Dewi / Dedare, ingkang peparabé / Mepansengan / Kekasih / Kang mawaste . . . . . Bejanipun / Putri nipun / Kapernah hire / Anak hire . . . . . . Nenten nilaring wisme nojeng separan-paran utawi katiyu béng pawané agung . . . . . . . Nanging sang su dewi / sang putri nunggaling kayun / nunggaling karse pacing bejangkep / apale krame / merarik sareng / kalawan . . . . . . . béjanipun / putre nipun / kapernah hire / anak hire . . . . . . . saking . . . . . kekeliangan . . . . . negare.
Singgih, wantah puniki dumun, titiang ngantos pawekas jeng andike.

Pelaksanaan pesejati ini merupakan awal perjalanan adat, pemberitahuan kepada pemimpin adat tempt (asal) calon pengantin wanita. Pelaksanaan pesejati ini dilakukan 1x atau bisa lebih tergantung proses pelaksanaan kedua belah pihak (pihaklaki-laki dan wanita). Jika pesejati ini telah diterima oleh pemimpin adat (pihak wanita), maka dilanjutkan dengan pelaksanaan selabar.

Selabar

Selabar berasal dari kata Abar yang artinya ; pemberitahuan kepada keluarga calon pengantin wanita. Selabar dilakukan sebanyak 3 kali dengan rincian sebagai berikut : 1) ditujukan kepada keluarga penganten wanita., 2) sekedar memukul gong alit dipersimpangan desa atau gerbang penganten, 3) langsung ke keluarga penganten wanita, untuk pembahasan lebih lanjut.
Saat ini dianggap telah ada kesepakatan pihak penganten wanita atau telah selesai melakukan musyawarah untuk mengambil keputusan/kesimpulan.
Pelaksanaan selabar ini sama dengan pesejati baik itu jumlah anggota ataupun parigannya, bedanya adalah : Pesejati, ditujukan kepada kepala desa atau keliang/kepala lingkungan. Peselabar, ditujukan kepada keluarga calon pengantin wanita.
Pelaksanaan pesejati dan peselabar dirangkum menjadi satu yaitu “Perebak Pucuk“. Jika pelaksanaan peselabar ini sudah diterima oleh pihak keluarga calon pengantin wanita, maka dilanjutkan dengan pelaksanaan “Nuntut Wali“.

Nuntut Wali

Nuntut wali, dilakukan oleh tokoh agama ditemani oleh tokoh adat. Disaat ini dilakukan pembahasan tentang pernikahan, baik tentang yang akan menjadi wali, besaran mas kawin serta waktu pelaksanaan (Hari, Tanggal, Jam).

Penobatan

Pernikahan (Penobatan), proses pernikahan dilakukan mengikuti syariat Islam yang dipimpin oleh penghulu dalam pelaksanaan “ijab-kabul” dilengkapi dengan saksi – saksi.

Trasne Kayun

Trasne Kayun, paling lambat 3 hari setelah pelaksanaan pernikahan , kemudian dilanjutkan dengan pembahasan tentang trasne kayun. Pelaksanaan trasne kayun ini dilakukan oleh 2 – 6 orang, tetapi harus ada orang yang bertanggungjawab walaupun hanya 1 orang.
Dalam pelaksanaan ini kadang tidak membahas trasne kayun, tapi mungkin sekedar pemberitahuan untuk bersabar dulu karena ada beberapa faktor penyebab hingga tidak dilaksanakan penyelesaian segera.
Dalam pembahasan trasne kayun, ada beberapa hal yang kadang muncul, seperti Gantiran, Mahar, dan Kebijakan.

Gantiran, besarnya gantiran ini tergantung pada strata yaitu; Utama, Madya dan Nista. Gantiran Utama, terdiri dari Kerbau 2 ekor berumur 5 tahun, Beras 200 catu (± 5 kwintal), Kelapa 200 butir, Kayu 200 ikat, Bumbu-bumbu secukupnya, dan Minyak goreng (minyak kelapa) 20 botol. Gantiran Madya, terdiri dari Kerbau 2 ekor berumur 3 tahun, Beras 100 catu (± 2,5 kwintal), Kelapa 100 butir, Kayu 100 ikat, Bumbu-bumbu secukupnya, dan Minyak goreng (minyak kelapa) 10 botol. Gantiran Nista, terdiri dari Sapi 1 ekor berumur 3 tahun, Beras 50 catu (± 1,25 kwintal), Kelapa 50 butir, Kayu 50 ikat, Bumbu-bumbu secukupnya, dan Minyak goreng (minyak kelapa) 5 botol.

Mahar, cara ini jarang dilakukan karena standarnya mengikuti harga terdahulu (harga ibu), baik menyangkut nilai/besar mas kawin ataupun nilai pertanggungjawaban (trasne kayun).
Kebijakan, cara ini dilakukan apabila gantiran tidak dilakukan atau gantiran dinilai dengan uang. Dan kebijakan dilakukan apabila yang bersangkutan tidak mampu menjalankan gantiran. Faktor-faktor tidak dijalankan sistim gantiran adalah ketidakmampuan materi, Salah satu pihak tidak paham tentang gantiran, tidak memiliki massa untuk melakukan gantiran, dan karena jarak yang cukup jauh antara pihak laki-laki dan wanita.

Angkat Janji (Bait Janji)

Yang dimaksud dengan Angkat Janji (Bait janji) adalah pelaksanaan menentukan hari sorong serah aji krame dan nyongkolan, sekalian juga membahas lambing-lambang adat dan berapa besar biaya pelaksanaan sorong serah aji krame.
Selain itu juga membahas tentang prosesi penyongkolan dan apa saja yang akan dibawa pada saat penyongkolan. Jika dilakukan penyambutan (Mendakin), maka atribut-atribut mendakin harus diketahui juga oleh kedua belah pihak. Adapun kelengkapan mendakin adalah Karas 2 buah, Pekemit 4 orang, Panji (Pembayun) 1 orang, Kebon odek 2 buah, Ongsongan (Tegantung kemampuan), Tumbak secukupnya, Juli jempane (Bagi yang mampu). Buah-buahan, Payung agung, dan Gong gendang.
Sedangkan kesiapan dari pihak penampi (Mendakin) adalah Karas 2 buah, Pekemit 4 orang, Tumbak secukupnya, Paying agung 2 buah, Buah-buahan, Gong gendang, Juru pikul pengganti, Pendampin penganten laki 2 orang, dan Pendamping penganten wanita 2 orang.

Sorong Serah Aji Krame dan Penyongkolan

Yang dimaksud Sorong serah aji krame adalah ; upacara peresmian pernikahan secara adat sasak, dimana pihak keluarga penganten laki mendorong kedua orang tua pengantin laki agar melakukan penyerahan. Orang tua harus menyerahkan anaknya kepada penganten wanita untuk berumah tangga.

Demikian juga sebaliknya dengan pihak keluarga penganten wanita mendorong kedua orang tua penganten wanita agar menyerahkan anaknya kepada penganten laki-laki untuk dijadikan istri dalam rumah tangga, sehingga orang tua tidak perlu lagi campur tangan dalam rumah tangga anaknya. Pada upacara sorong serah aji krame ini dihadiri oleh beberapa tokoh adat dan tokoh agama yang sekaligus menjadi saksi peresmian pernikahan secara adat sasak.

*) Naskah ini ditulis oleh Lembaga Pengemban Budaya Adat Sasak (Pembasak) dan penyunting adalah sekretaris Pembasak